29
Impian Sang Samurai
Biasanya, anak pertama adalah pahlawan bagi anak kedua, ketiga, dan seterusnya. Tak jarang anak pertama mengorbankan segala impian dan hidupnya demi adik-adiknya.
Cak Har merupakan pahlawanku setelah Mak e, Ayah dan Neng. Lebih-lebih lagi Neng Sus. Walau dia anak kedua, namun dia adalah pahlawan ketigaku.
Mengapa demikian? Mengapa bukan Cak Har yang menjadi pahlawan ketiga?
Bukan aku hendak membanding-bandingkan. Semua kakakku adalah pahlawan. Hanya saja, Neng adalah kakak yang selalu ada untukku. Bahkan gajinya ia korbankan untuk biaya sekolahku yang bukan main mahalnya itu. Aih, perlakuannya padaku sudah macam anaknya.
Konon, Neng sampai segitunya padaku disebabkan oleh impiannya di masa lalu. Dulu, ketika terlahir Cak Irawan—kakakku yang ketiga—Neng senang. Tapi baginya ada yang kurang. Cak Irawan cuek. Dia menginginkan adik yang manja padanya. Maka dia merasa bahwa dia membutuhkan adik perempuan. Akhirnya, dia mintalah pada Mak e agar memberikannya adik perempuan. Dan lahirlah aku ke dunia sebagai adik perempuan yang ditekadnya akan menjagaku dengan baik.
Ya, termasuk merotaniku, memarahiku, adalah bentuk penjagaan baik darinya. Penjagaan dari syetan-syetan yang suka menghasutku untuk berlaku nakal. Nah, nakal itu sendiri—terpaksa kuakui—adalah kejahatan.
Kalau aku tak turut pada titah Mak e, Neng yang bertindak. Kalau aku inginkan sesuatu, Neng pula yang bertindak.
Baju lebaran tiap tahun dibelikannya, kembaran dengan Saif pula. Setiap hari diajarkannya aku Bahasa Inggris dan Matematika sampai pandai. Dibuatkannya aku susu beserta minyak ikan setiap pagi.
Dia ibarat perwakilan dari Mak e untuk menjaga dan menyayangiku secara maksimal.