Lanjutan Harapan masa lalu
Itu semua hanya mimpi yang menghantui malam-malam Rafael. Membuatnya lebih sering terjaga dari pada tertidur. Ia takut kehilangan adik kecilnya seperti ia kehilangan mama yang begitu ia sayangi. Hingga sekarang Rafael masih belum bisa mempercayai kenyataan itu. Rafael tidak dapat mengerti kenapa papanya tega membunuh mama hanya karena sebuah kepercayaan. Mama memeluk suatu ideologi yang melaksanakan sholat dan membaca kitab yang bernama Al-Qur’an. Mama mengajarkannya padaku dan adikku Rheva ideologi itu secara sembunyi-sembunyi. Walau itu terlihat percuma mengajarkan adikku yang kala itu berusia 3 tahun. Sebelum mengajarkan hal itu mama meminta kami untuk mengucapkan suatu bacaan yang mama sebut 2 kalimat syahadat. Mama mengucapkan itu dengan pelan lalu kami mengikutinya. Bacaan itu terdapat dalam bacaan sholat. Aku mengucapkannya, akan tetapi adikku Rheva tidak mau melakukannya.
Aku cepat belajar, dalam waktu kurang sebulan aku sudah dapat sholat dengan benar. Hapal semua bacaan dalam sholat, dapat berwudhu sebelum sholat dan hapal 3 surat dalam kitab ‘Al-Qur’an’ yaitu surat an-nas, surat al-falaq, dan surat al-ikhlas. Bukan hanya itu di usia aku yang baru beranjak 6 tahun aku dapat membaca kitab ‘Al-Qur’an. Prestasi itu sangat membuat mama bahagia. Mama memintaku berjanji satu hal lagi untuknya selain menjaga Rheva yaitu selalu membaca kitab dan melaksanakan sholat. Entah berguna untuk apa itu. sampai sekarang aku tak mengetahuinya, walau begitu aku tetap melaksanakan janji tersebut tepat pada waktunya.
Di awalnya aku memang sedikit kerepotan melaksanakan janji tersebut. karena sholat harus di laksanakan 5 kali sehari dan dalam waktu yang berbeda-beda. Begitu pula dengan membaca kitab ‘Al-Qur’an’ yang waktunya setelah sholat. Aku tidak tahu apa arti bacaan dalam kitab itu. mama memberi kitab yang tidak ada bahasa lain di dalamnya selain bahasa kitab itu.
Aku memang merasa lebih baik setelah sholat, tetapi kenangan tentang kematian mamaku tak pernah berhenti menghantuiku. Seakan kenangan itu mencoba memperingatiku dan mengingatkanku tentang sosok papa yang bengis. Yang kebengisannya mungkin akan terwariskan kepada anak-anaknya, Rheva atau Rafael.
*Bersambung
[Ela Fajarwati Putri, Santriwati angkatan ke-3 Jenjang SMA, Pesantren Media]