Loading

Rasulullah saw. bersabda: ”Jangan meremehkan perbuatan baik, meskipun sekadar menyambut saudaramu dengan muka yang manis.” (HR Muslim)

Islam menganjurkan perbuatan baik dan begitu banyak jenis kebaikan yang diajarkan Islam, dari yang ringan sampai yang berat rasanya untuk kita lakukan. Islam memang mengenal prioritas amal, tapi bukan berarti kemudian kita mengabaikan amalan baik yang kelihatannya kecil dan ringan. Sebab, bagaimana pun juga kebaikan yang kita lakukan, berat atau ringan insya Allah akan tetap dinilai sebagai pahala di sisi Allah Swt.

Prioritas amal sebaiknya juga tidak menjadikan amal yang bukan prioritas seolah-oleh dianggap untuk diabaikan dan tak perlu dilakukan. Logika seperti ini tentunya kurang memahami persoalan. Itu sebabnya, jika kita memberikan motivasi kesabaran kepada orang lain yang tengah dilanda putus asa adalah kebaikan. Berjihad pun adalah kebaikan karena melakukan bukti riil pembelaan kita terhadap Islam. Dua kebaikan ini tetap bernilai dan berpahala jika kita laksanakan dengan ikhlas. Tapi bukan berarti kemudian kita meremehkan amal baik seseorang yang memberikan motivasi kesabaran dan menganggap hal itu tak perlu dilakukan karena lebih wajib melaksanakan jihad di medan perang karena dianggap bobot kebaikannya berbeda.

Memang berbeda bobotnya, tetapi bukan berarti kemudian kita harus meremehkan perbuatan baik. Itu sebabnya, yang perlu dipahami adalah skala priotas amalnya. Bukan menilai jenis kebaikannya untuk kemudian menganggap suatu kebaikan ringan dan kebaikan lainnya berat. Maka sebenarnya senyum saja sudah cukup bagi kita untuk menyenangkan orang lain. Bahkan Rasulullah saw. menilai bahwa bemanis muka (termasuk senyum di antaranya) itu sebagai kebaikan, dan insya Allah bagian dari ibadah.

Senyuman kita kepada orang lain dalam rangka menyenangkannya akan lebih terasa bernilai ibadah jika niatnya untuk menyebarkan kebaikan karena Allah Swt. dan RasulNya mengajarkan untuk itu. Bukan karena yang lain. Tapi, apakah kita sudah terbiasa untuk tersenyum? Atau jangan-jangan kita sudah keras hatinya sehingga kebaikan yang paling mudah dan murah ini pun kita abaikan? Jangan-jangan pula, kita tak terbiasa menerima keramahan dari orang lain, karena kita sendiri tak pernah membiasakan ramah dan lemah lembut kepada mereka?

Rasulullah saw. bersabda tentang anjuran untuk berlaku lembut kepada sesama sebagai bagian dari kebaikan: “Ya Aisyah, berlaku lembutlah! Sesungguhnya sifat lemah lembut itu dapat menjadi penghias dalam segala hal. Tanpa sifat tersebut, maka segala sesuatu akan mengandung kekurangan.” (dalam kitab Penjelasan Kitab Sunan Abu Daud, h. 69)

Bersikap lembut, misalnya dengan menebarkan senyuman, tidaklah sulit. Satu-satunya alasan yang membuat kita sulit melakukannya adalah karena kita tak terbiasa melakukan kebaikan tersebut. Mengapa? Sebab, barangkali kita sudah kadung menganggap hal itu sebagai bentuk kebaikan yang biasa saja atau bahkan meremehkannya.

Salam,’

O. Solihin

By osolihin

O. Solihin adalah Guru Mapel Menulis Dasar, Pengenalan Blog dan Website, Penulisan Skenario, serta Problem Anak Muda di Pesantren Media | Menulis beberapa buku remaja | Narasumber Program Voice of Islam | Blog pribadi: www.osolihin.net | Twitter: @osolihin | Instagram: @osolihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *