Lusi mendecakkan lidahnya sekali lagi. Sudah 20 menit ia menunggu Tari di sebuah taman tempat mereka biasa bertemu. Tapi Tari tak kunjung datang atau setidaknya memberi kabar jika benar-benar tak bisa menemaninya hari ini. Ia dan Tari berjanji akan bertemu dan jalan-jalan ke Botani. Biasalah, rutinitas mereka sekali seminggu. Pergi ke salon dan belanja baju-baju yang kini tengah nge-tren.
Lusi kembali mengecek ponsel nya. Dari tadi ia terus mencoba menghubungi Tari, tapi nomornya tidak aktif. ‘Lihat saja si Tari besok, berani sekali membuat seorang Lusi menunggu selama hampir setengah jam’ Ia kembali bergumam tak jelas dan menggerutu.
Sebenarnya, ia bisa saja mengajak yang lainnya dan tak harus menunggu selama ini. Tapi, ia masih percaya kalau sebentar lagi Tari akan datang menemuinya dan dengan keyakinan itulah ia masih setia duduk atau sesekali berdiri untuk menunggu temannya itu, walau kata-kata umpatan pada Tari terus lolos dari mulutnya. Ia kesal sekaligus tak percaya, bisa-bisanya Tari si penurut yang selalu datang tepat waktu, yang sekalipun tidak bisa datang akan selalu memberi kabar sebelumnya. ‘TAPI KENAPA SEKARANG TIDAK?’ teriak Lusi dalam hati.
Sudah 45 menit ia menunggu. Tapi, kenapa rasanya seperti berabad-abad? Ia kembali akan menelpon Tari ketika tiba-tiba dilihatnya seorang wanita dengan jilbab panjang berwarna biru muda dan kerudung dengan warna yang senada. Diperhatikannya lagi wanita yang tengah berjalan menuju ke arahnya. Itu Tari. Ya, ia yakin sekali itu Tari yang ditunggu-tunggunya. Tapi tunggu dulu, itu bukan seperti Tari yang ia kenal, Tari tidak mengenakan pakaian seperti itu.
Ketika pikirannya masih sibuk berdebat tentang kenyataan di depannya. Ia terkejut ketika Tari sudah berdiri di hadapannya sambil nyengir. Ya, itu Tari. Tari yang ia kenal.
“Hehe. Maaf ya, Lusi? Aku tidak bermaksud membuatmu menunggu lama. Tadi, aku ada urusan sebentar dan ponselku disilent. Maaf ya? Aku lupa dengan janji kita hari ini.” Kulihat tatapan menyesal di wajahnya.
“Oke, kumaafkan. Asal tidak kau ulangi lagi. Gara-gara kau telat, acara belanjaku hari ini pasti hanya sebentar. Karena setelah itu aku harus ikut les piano. Kau tahu aku sangat sibuk kan? Jika kau memberi kabar lebih dulu kalau kau sibuk dan akan telat datang, aku pasti sudah mengajak yang lain. Tapi, aku masih mengharapkanmu karena ‘hanya kau’ yang mengerti fashion. Nanti kan, aku bisa minta bantuanmu dalam memilih baju yang akan kubeli. Tapi kenapa…”
“Tunggu dulu Lusi” cepat-cepat dipotongnya perkataan Lusi. “Maaf, sepertinya aku tidak bisa menemanimu hari ini. Aku ada urusan mendadak yang tak bisa ditinggalkan. Sekali lagi maaf, ya?” dengan nada menyesal. Kemudian melirik Lusi dengan hati-hati, takut gadis itu marah.
“KENAPA TAK MENGHUBUNGIKU DARI TADI??” tuh kan benar. Lusi pasti akan marah pada Tari.
[Hanifa Sabila, Santriwati Pesantren Media, Angkatan ke-2, Jenjang SMP]