Loading

Gema takbir bersahut-sahutan. Mengagungkan kebesaran Rab pencipta langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya. Hari ini adalah hari bahagia untuk umat Islam. Tidak hanya umat Islam Indonesia tapi seluruh dunia. Ya, Idul Fitri kali ini dirayakan serempak, tak ada perbedaan dalam penetapan tanggal 1 Syawal.

Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya, tahun ini saya tidak mudik alias hanya berlebaran di rantau. Nah, setelah mengikuti shalat Id dan bermaaf-maafan dengan seluruh jama’ah, saya bingung mau ngapain karena memang tak ada rencana kegiatan apa pun di hari lebaran ini.

Ah, akhirnya saya memutuskan untuk pulang saja. Namun ketika hendak pulang, beberapa bapak-bapak mengajak saya berkunjung dan makan ketupat di rumah mereka. Ngajaknya hampir bersamaan pula. Ini membuat saya bingung, ajakan yang mana yang mau saya penuhi?

“Mau menggulung tikar dulu, Pak?” Saking bingungnya, hanya kata itu yang bisa saya ucapkan. Saya pun bergegas membantu pengurus masjid melipat dan menggulung tikar dan karpet yang tadi digunakan untuk shalat Id di halaman masjid.

Hingga akhirnya, setelah seluruh tikar digulung, tinggal tersisa Pak Amir, ketua RT 02 yang masih mengajak saya makan ketupat di rumahnya. Sedangkan bapak-bapak yang tadi juga mengajak sudah terlanjur pulang guna melakukan agenda lebaran masing-masing.

Akhirnya, saya pun mengikuti langkah Pak Amir menuju rumahnya. Di ruang tamu rumah Pak Amir ternyata sudah tertata rapi perabotan makan seperti piring dan sendok dengan point of view ketupat lebaran. Selain ketupat, ternyata ada hal lain yang membuat jamuan ini terasa lebih istimewa.

“Ayo Rid, jangan malu-malu, ambil saja. Ini Konro, makanan khas Makasar.” Seru Pak Amir sambil melirik panci di sebelah ketupat yang penuh dengan Konro panas.

Konro adalah makanan khas Makasar berupa sup atau masakan berkuah dengan bahan dasar iga sapi. Sederhananya, Konro dibuat dengan merebus iga sapi dengan beberapa bahan seperti kayu manis, asam jawa, dan lainnya. Kemudian diberi tumisan dari merica, kacang merah, pala, dan lainnya. Biasanya sop Konro disajikan dengan sambal dan jeruk nipis.

Saya langsung menelan ludah. Mencium aromanya saja sudah membuat perut lapar. Ditambah lagi ketika melihatnya, tambah ga nahan. Dan ketika lidah ini bersentuhan dengannya, saya tak ragu untuk memasukkan masakan tradisional ini dalam daftar masakan terlezat yang pernah saya cicipi. Apalagi ketika ketika saya tambahkan sambal dan jeruk nipis, wuih, rasanya tambah nendang.

Belum habis Konro di mangkok, tahu-tahu dari arah dapur keluar sepanci kecil masakan lagi. Hidangan ini juga khas Makasar dan mungkin sudah banyak orang di negeri ini yang pernah mendengar namanya.

“Ayo Rid, ini Coto Makasar.” Ujar Pak Amir.

“Oh, iya Pak. Kebetulan saya juga penasaran dengan Coto Makasar.” Entah kenapa tahu-tahu keluar ucapan itu dari mulut saya.

Ah, mungkin itu sudah tertanam di otak bawah sadar saya. Sejak dulu, tepatnya sejak di Malang, saya sangat penasaran ingin mencicipi soto khas Makasar berkuah santan ini. Namun itu hanya sebatas keinginan karena terkendala duit dan kesempatan. Pas ada duit, eh kesempatannya yang tidak ada. Pas kesempatan ada, eh, lagi bokek. Ya sudahlah.

Maka di hari lebaran ini saya juga harus bersyukur. Meskipun tidak berlebaran di kampung halaman, lebaran di sini juga penuh dengan kejutan. Mencicipi jamuan lebaran khas Makasar dengan koki orang Makasar asli adalah salah satu kejutannya. [Farid Ab, santri angkatan ke-1, jenjang SMA, Pesantren Media]

Catatan: tulisan ini sebagai tugas menulis feature di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media

*gambar dari sini

KOMENTAR: Judul dan detil informasi yang disampaikan menarik. Harus terus diasah, sehingga menulis bukan pada saat ditugaskan saja. Semangat!

O. Solihin
Instruktur Kelas Menulis Kreatif

By Farid Ab

Farid Abdurrahman, santri angkatan ke-1 jenjang SMA (2011) | Blog pribadi: http://faridmedia.blogspot.com | Alumni Pesantren MEDIA, asal Sumenep, Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *