Mimpi itu masih terbayang dibenakku. Mungkin mimpi itu tak akan pernah hilang dari bayangkanku. Rasanya aku muak dengan mimpi itu. Mimpi itu selalu menghantuiku ketika aku ingin beristirahat sejenak. Bisakah mimpi itu tidak menggangu tidurku? Ataukah, mimpi itu hilang dari kehidupanku. Atau ini pertanda, bahwa mimpi itu akan menjadi kenyataan. Tidak. Tidak mungkin. Dan tak akan pernah. Dan aku tak akan mau mimpi itu menjadi kenyataan.
“Help me….” Teriakanku terdengar menggempar seisi rumah mewah itu. Semua orang bergegas menuju kamarku. Kecuali, seorang berbadan tinggi, besar dan tua. Ya, Papahku. Mungkin kata papah tidak pantas untuknya. Tapi, kakek tua yang sudah buta.
“ Fina!” Ibu yang langsung duduk di atas kasur milik kesayanganku. Aku terbangun dari mimpiku. Sebenarnya aku sangat bersyukur karena mimpi itu bisa hilang dari benakku. Aku tersentak melihat semua orang yang ada di rumahku berkumpul di depan pintu kamarku.
“Apa yang terjadi? Ibu?” kataku yang langsung memeluk ibu dengan erat. Kasih sayang ibu memang tidak ada bandingnya di dunia ini. Aku kembali menutup mataku dalam dekapaan seorang ibu.
“Ibu. Aku merindukanmu!” Mataku masih tertutup. Mungkin karena belekku yang banyak, sehingga aku sangat susah untuk membuka mataku.
“Iya sayang. Bunda akan selalu di samping kamu! “ Aku merasa ada yang aneh dengan panggilan bunda. Setahuku ibuku tidak pernah menyebut dirinya sebagai bunda. Aku mulai melepaskan pelukkan itu. Aku tersentak melihat seseorang yang membuat hatiku menjadi hancur. Dan membuat lubang selama ini berada di hatiku semakin mendalam. Dengan cepat aku memundurkan tubuhku ke dinding dan meloncat dari kasurku menuju kamar mandi.
Aku tidak tahu kenapa orang itu bisa berada di rumah ini? Bodohnya aku telah memeluknya. Padahal, pelukanya itu adalah neraka bagiku, bukan surga. Aku segera menyiramkan air membasahi tubuhku.
oOoOo
“Mas, Fina kok tadi aneh sekali ya?” Kata seorang wanita yang turun dari neraka itu.
“Biasalah diakan memang rada-rada. Sudah, jangan dipikirkan lagi.” Laki-laki itu tetap dengan gaya dinginnya. Aku turun dari tangga dengan hati yang masih sakit. Mungkin, kalo aku hanya di kamar saja itu akan lebih menyakitkan. Lebih baik, aku menghibur diri. Menghabiskan uang si tua bangka ini.
“Fina, gak sarapan dulu?” Suara sok lembut, sok manis, sok perhatian terdengar oleh telingaku.
“Fina? Fina makan sama dalang dari semua masalah. Sorry, gak banget. Lebih baik makan sama pemulung atau pengemis . Dari pada makan sama orang PENGHANCUR KELUARGA ORANG!” Tukasku dengan tajam. Ayah hampir saja berdiri dari tempat duduknya dan mungkin akan memukulku. Tapi, di tahan oleh tante-tante genit itu. Bagiku sudah biasa. Sudah biasa aku merasakan pukulan tahi dari tua bangka ini. Bagiku itu tidak terlalu sakit, karena sakit hatiku lebih sakit.
“Bela saja terus istri kesayanganmu. Ingat pesan Fina. Karma selalu berlaku. Hati-hati. Ok? Bye.. Pasangan tak berguna!” Aku langsung pergi dan meninggalkan tua bangka itu dan menaiki mobil kesayanganku. Ku rasa ada yang tertinggal. Aku kembali memasuki rumah.
“Fina! Gak jadi sekolah?” Tante. Ah, sepertinya tidak cocok. Mungkin cabe-cabean yang pantas untuk perempuan neraka itu. Perempuan neraka itu memang sok cari perhatian sekali dihadapanku.
“Sekolah. Cuman perasaan ada yang ketinggalan saja!” Kataku sambil mengorek-ngoreek isi tas.
“Apa Fin? Biar bunda yang ngambilin?” Tante itu berdiri dari tempat duduknya. Dan mendekatiku. aku menempelkan mulutku ke telinggannya.
“Hati-hati ya? Hati-hati tua bangka itu selingkuh!” Kata yang berbisik. Aku segera pergi meninggalkan tempat itu dan menaiki mobil. Ketika, aku melihat ke arah perempuan itu. Dia hanya terdiam, seperti patung.
Beginilah kehidupanku setiap hari. Walaupun kelakuanku seperti itu, tua bangka itu tidak pernah hentinya memberikan aku uang. Mungkin karena dia sadar. Anaknya yang malang ini, berbuat seperti itu karena ulah dia semua. Mungkin dia pikir dengan memeberikan uang sebanyak-banyak dia bisa menebus kesalahannya.
Hari-hariku memang terlihat tampak suram. Tapi, cerita seram itu hanya ada di dalam rumahku. Tidak ada yang lain.
oOoOo
“Fina Angelina Topan!” Nama yang aneh. Itu adalah namaku. Yang tidak ketahui apa maksud dari pemberian nama tersebut. Yang aku tau Topan itu adalah nama si tua bangka itu.
“Jangan panggil nama gue ada Topannya!” Aku yang memandangi sisiwa SMK Bina Didik dari balik kaca mobilku.
“Opss. Makanya lo keluar dong!” Kata Verli yang menenpelkan wajahnya ke kaca dinding mobilku.
“Ih. Jangan nempel-nempel ke kaca. Hancur abis muka lo!” Sebenarnya, ini bukan yang pertama kali lagi Verliana menunjukkan wajahnya hancurnya.
Verliana Restya adalah sohidku disekolah. Verli juga anak tajir. Tapi, keluarganya agak-agak berantakan. Tapi, tidak separah keluargaku. Verli mempunyai kakak yang bisa menjaganya. Walaupun orang tuanya sering berantem.
Aku turun dari mobilku dengan tas yang terbuka. Verli tersenyum melihatku. Verlia. Gadis ini memang manis. Jadinya aku tidak bosan-bosanya berteman dengannya. Selain asik diajak ngobrol, dia juga manis, pandai berteman dan sopan. Yang terakhir ini beda sekali dengan sifatku. Mungkin, kalo aku tidak berteman dengan Verli. Tambah parah lagi sifat-sifat jelekku. Pasti tambah banyak.
“Aduh Non. Tasnya ke buka! Jadi cewe yang feminim dikit dong! Ingat Fen, lo perempuan. Bukan laki-laki!” Verli yang membaiki dandananku. Seperti biasa akau hanya bisa pasrah kalo Verlia yang berbicara. Kalo udah debat sama yang nama Verlia, udah deh nyerah aja! Makanya kalo di sekolah sedang ada lomba cerdas cermat. Verlia selalu yang di tunjuk menjadi ketuanya. selain Verlia jago debat, dia juga pintar. Tapi, dalam bidang sejarah. Kalo udah ulangan sejarah Verlia jagonya.
oOoOo
Awan mendung menyelimuti hati Fina. Entah kenapa hari ini Fina sangat tidak berminat untuk belajar. Apalagi hari ini ada pelajaran kesukaan Fina. Fina melangkahkan kakinya keluar.
“Fin. Lo mau ke mana?” Tanya Verli yang mendekatiku.
“Kantin.” Cetusku. Tak tau kenapa hari ini rasanya aku lagi bête. Tumben sebenarnya, bête di sekolah. Kalo di rumah sih. Itu sudah langanan. Verli mengikuti dan berjalan di sampingku. Dia hanya diam dan tetap berjalan. Aku mulai risih dengan kelakukaan Verli.
“Woy!” Kataku dengan nada tinggi. Yah, cukuplah untuk untuk membuat bola mata yang di sekitarku terpaku kepadaku. Verli, tetap saja diam. Bahkan dia menunduk.
“Ver.. Lo kenapa sih?” Kataku yang menatap wajah yang semakin menunduk.
“Lonya yang kenapa?” Kata-kata itu membuatku bingung. Aku kenapa?
“Gua?” Kataku. Verli menganggukkan kepalanya. Aku merasa tambah bingung.
“ Gua. Gua kenapa?” Kataku dengan dengan kebingungan. Aku mulai berpikir. Mungkin..
“Ya, elah Ver. Gua bentak dikit doang. Udah kaya orang apa aja lo?” Kataku yang kembali berjalan menuju kantin.
“Habisnya, kira guekan lo marah sama gue. Yah gue takut lah. Kalo lo ngamuk di sekolah. Gimana? Bisa di panggil sama Pak Yanto lagi gue!” Pak Yanto adalah guru yang genit kepada siswi-siswi SMK Bina Didik. Apalagi sama Verli. Heh! Memang sih Verli cantik, makanya banyak yang naksir. Termasuk Pak Yanto.
“Santai aja..” Kataku dengan gaya santaiku.
“ Eh, di sekolah kita ini katanya ada…
Bersambung….
[Saakah Reza Putri, santriwati Pesantren Media, jenjang SMP, angkatan ke-!]