Dalam dekap kecewa, kau pasang senyum semu
Mengatakan, bahwa kau adalah guru
Dalam dekap kecewa, kau berteguh dada
Mengatakan, ini demi muridmu
Hari-hari berlalu, dalam konsisten waktunya, kau masih pasang senyum semu
Dengan berani berkata, ini demi muridmu
Kau telan kecewa, kepada mereka kau berkata, “Hari-hari kalian akan selalu jadi babak penentuan, akan bagaimana kalian di panggung kemenangan.”
Tatapanmu penuh harapan, seolah mengatakan, “Kalian harus berjalan ke depan. Tak apa menginjak kerikil sekarang. Lukanya sembuh perlahan, jalannya akan lapang membentang. Itulah masa depan.”
Guru
Tak ada yang tahu kau pasang senyum semu
Tak ada yang tahu kau kecewa pada kami yang berperilaku
Buang santun pada sikap, malah kami injak-injak kau, guru yang abdi
Oleh kami yang generasi tanpa adab ini
Ringan hujan
Tapak kaki melompat di antara genangan
Gelap tanpa sinar bulan sementara bohlam-bohlam keras kepala ingin benderang
Kelas di tengah malam tampak temaram
Sosokmu melangkah di antara bayang, kemudian diam
Guru, di antara lorong, dipisah pohon, kau tatap kami
Ini sudah jauh dari tepat waktunya. Kutanya, “Kapan mulai kelasnya?”
Guru. Dalam dekap kecewa, kamu pasang senyum semu. “Ngga ada, yah.”
Guru. Seharusnya kami tahu, kau menunggu
Menanti kami, generasi ini, menemuimu
Dalam kesadaran bahwa kami butuh kamu
Yang malah lalai akan sosokmu
Lagi, kau pasang senyum semu
Dalam dekap kecewa, mengatakan: kau adalah guru
Dalam dekap kecewa, kau berteguh dada
Mengatakan, ini demi muridmu
Dengan harapan, kami akan tumbuh melampauimu
11/29/2018 willyaaziza