Loading

Kata pepatah hidup ini nggak selamanya bisa memilih. Adakalanya kita harus rela menerima, sepahit apa pun kenyataannya. Nikmati saja. Nggak usah bingung, nggak usah jadi beban. Anggap saja kegagalan ini bagian dari dinamika hidup. Orang-orang yang lebih sentimentil suka bilang, ini seninya hidup. Duilee.. kedengarannya indah banget ya? Tapi bagus tuh, selain menghibur diri, juga belajar menikmati dengan senang hati terhadap sesuatu yang sebenarnya tak kita inginkan dan tak kita harapkan.

Kamu pernah nggak dapetin angka delapan ngakak alias dapet nilai 3 pas ulangan matematika? Hehehe.. saya sendiri pernah dapet angka “0?. Ini bukan ketawa bangga lho. Tapi berusaha untuk dinikmati saja sambil gondok tentunya. Saat itu saya tentu kecewa berat. Saya sempet down dan nggak mood jalanin hidup. Waktu dapet angka “0? itu saya masih kelas 1 SD. Nggak seperti anak-anak lain yang lebih rileks meski dapet angka yang kurang bagus, saya malah kecewa karena pasti kena marah ortu.

Begitu nyampe rumah, di luar dugaan ortu saya nggak marah. Ia cuma berkata, “Kamu masih punya harapan esok hari.” Ya, kalimat itu mampu membuat saya tegar. Saya mulai bisa menerima kenyataan bahwa tak selamanya yang kita impikan bisa dengan mudah diraih sesuai rencana dan harapan.

Dalam kondisi seperti ini, yang diperlukan adalah keterlibatan orang lain. Bisa ortu, bisa teman, bisa juga guru kita di sekolah. Sebab, kalo kita punya masalah, maka kita tentunya terlibat secara emosi dan sangat boleh jadi akan sangat berpengaruh kepada tindakan kita. Itu sebabnya, kalo kita lagi punya masalah, bawaannya uring-uringan mulu, bete, nggak enak ati. Kalo dibiarin bisa tambah runyam tuh. Coba deh, kamu bisa lihat bahwa ada orang yang gagal terus kecewa berlarut-larut. Sampe males makan, males belajar, ogah bergaul, dan tak enak tidur. Kayaknya madesu alias masa depan suram deh.

Kondisi yang ‘mengkhawatirkan’ itu, biasanya karena kaget bin shock aja sih. Nggak rela dan nggak terima dengan kenyataan yang dihadapi. Bisa dibilang wajar. Karena tiap orang emang berbeda dalam cara meresponnya. Itu semua bergantung kepada pengalamannya dalam menikmati hidup ini. Bagi mereka yang kurang ‘terampil’ dan selalu lurus-lurus aja dalam hidupnya, maka bisa dipastikan, ia akan kaget berat. Beda ama yang udah biasa “pahit”, ia akan lebih dewasa dan bijak dalam bersikap.

Tapi yakinlah sobat, bahwa kalo kamu menghadapi persoalan sulit seperti itu, jika kamu harus menelan rasa kecewa yang emang pahit itu, nikmati sajalah sebagai bagian dari dinamika hidup kita. Nikmati apa adanya. Jangan ada apanya ya. Yakin saja bahwa kamu bisa lolos dari tekanan itu. Terus terang saja, saya sering lho ngalami peristiwa yang bikin saya kecewa berat. Selain kejadian dapetin angka nol itu, saya masih punya cerita lain. Pengen tahu? Yup, ini sekadar berbagi pengalaman aja ya.

Sobat muda muslim, waktu sekolah dulu, saya bukanlah anak yang pinter-pinter amat. Utamanya waktu sekolah di SMAKBo. Meski waktu SMP prestasi saya dalam bidang akademik nyaris selalu berada di jajaran 5 besar, tapi tidak di sekolah kejuruan ini. Saya memble total. Kecewa? Tentu saja dong. Tapi saya suka menghibur diri, meski rangking di sekolah angkanya kepala 3, saya nikmati saja sambil bilang dalam hati: “Rangking 30-an nggak masalah deh. Toh saya harus bersaing dengan jawara-jawara dari seluruh Indonesia.”

Duileee.. sampe segitunya ya? Ehm, dan prinsip saya waktu itu, ingin pertahankan apa yang selama ini diraih, sambil memperbaiki untuk hari esok. Yakinlah, bahwa kita masih selalu bisa memperbaiki. Jangan takut gagal. Karena kegagalan bukanlah aib. Tapi cambuk bagi kita untuk terus melaju. Ya, anggap saja kegagalan sebagai batu sandungan yang akan memperkaya emosi kita. Siapa tahu “ketahan-malangan” itu akan berguna di masa depan. Yakin saja sobat! Suatu saat kita akan terbiasa, dan terus mencari solusinya.

Rasa kehilangan akan harapan, rasa ketidakpastian, dan rasa kecewa karena gagal meraih harapan kudu kita jadikan sebagai hiasan dalam kehidupan ini. Suatu saat kita bisa menjenguknya, mempelajari dan memahami kenapa bisa terjadi. Itu akan memperkaya batin kita.

Sobat muda muslim, satu hal yang perlu ditanamkan dalam diri kita adalah, rasa pasti bahwa kehidupan ini akan normal kembali, meskipun mungkin dalam beberapa kondisi kayaknya bisa dibilang tak menentu. Tapi yakinlah, itu hanya sementara waktu saja. Ibarat penyakit mah, dalam tahap pemulihan.

Bila kegagalan itu sangat membuatmu patah semangat dan patah hati, cobalah berani untuk membagi kesedihan dengan orang lain. Paling nggak dengan orang yang dekat denganmu. Insya Allah, dengan adanya shoulder to cry on-bahu untuk menangis, kita bisa menumpahkan segala kesedihan, amarah, termasuk emosimu yang lainnya setelah kegagalan itu kepada orang terdekat kita. Meskipun mungkin sangat sulit untuk memulainya. Tapi, cobalah lebih dekat dengan orang-orang yang spesial bagimu; kakakmu, ibumu, ayahmu, guru pengajian, guru di sekolah, atau bahkan dengan teman kamu yang kamu anggap cocok untuk curhat. Insya Allah bisa membantu.

So, jangan pernah terus mengurung diri dalam rasa kecewa yang amat dalam. Gagal itu biasa. Tapi berusaha terus, itu yang luar biasa. Yakin saja, bahwa peristiwa itu akan sirna seiring perjalanan waktu, kepedihan perlahan-lahan akan lenyap sejalan dengan berlalunya waktu. Karena emang kegagalan bukanlah akhir dari segalanya.

Oya, kamu juga bakal mengerti bahwa dalam upaya menghadapi sebuah kegagalan, kamu akan menjadi lebih kuat, lebih mudah beradaptasi, dan tentunya akan lebih pede menjalani hidup ini. Teruslah berusaha untuk berhasil. Lupakan kegagalan. Oya, kamu kudu berhenti juga mencari alasan untuk sebuah kegagalan.

Kenapa harus berhenti mencari alasan? Saya menemukan sebuah pernyataan bagus dalam sebuah artikel motivasi yang dikirim seorang teman via e-mail. Di situ disebutkan kalo kamu fokus mencari alasan untuk sebuah kegagalan, kamu bisa temukan berjuta-juta dengan mudahnya. Namun, alasan tetaplah alasan. Ia takkan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan. Kerapkali, alasan serupa dengan pengingkaran. Semakin banyak menumpuk alasan, semakin besar pengingkaran pada diri sendiri. Ini menjauhkan kamu dari keberhasilan; sekaligus melemahkan kekuatan diri sendiri. Berhentilah mencari suatu alasan untuk menutupi kegagalan. Mulailah bertindak untuk meraih keberhasilan.

Dalam artikel itu pun dijelaskan bahwa belajarlah dari penambang yang tekun mencari emas. Ditimbanya berliter-liter tanah keruh dari sungai. Ia saring lumpur dari pasir. Ia sisir pasir dari logam. Tak jemu ia lakukan hingga tampaklah butiran emas berkilauan. Begitulah semestinya kamu memperlakukan kegagalan. Kegagalan itu seperti pasir keruh yang menyembunyikan emas. Bila kamu terus berusaha, tekun mencari perbaikan di sela-sela kerumitan, serta berani menyingkirkan alasan-alasan, maka kamu akan menemukan cahaya kesempatan. Hanya mencari alasan, sama saja dengan membuang pasir dan semua emas yang ada di dalamnya.

Kita bisa mencontoh usaha tak kenal lelah Rasulullah saw. yang berjuang 13 tahun di Mekkah untuk menyebarkan Islam. Bukan tanpa kegagalan, tapi Rasulullah saw. selalu dapat bangkit kembali. Perjuangan beliau 10 tahun di Madinah pun, banyak menuai kegagalan. Tapi Rasulullah saw. tak gentar. Dakwahnya yang sering dicemooh kaum kafir Quraisy, beliau jadikan sebagai cambuk untuk terus melaju. Hasilnya? Sampai sekarang Islam menjelma menjadi sebuah kekuatan yang wajib diperhitungkan pejuang ideologi lain. Ayo, kamu bisa sobat![]

—–

Beberapa Tips:

  1. Jangan putus asa. Benar sobat. Nggak perlu untuk putus asa. Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya dalam hidup kita. Realistis saja. Ibarat dua sisi mata uang, kalo yang satu adalah kegagalan, maka sisi lainnya adalah keberhasilan. Jadi, masih ada kesempatan untuk mencobanya lagi. Maju terus pantang mundur. Putus asa? “Benci Aku!” (hihihi.. Tessy Srimulat banget neh gayanya!)
  2. Belajar dari kesalahan. Hidup ini penuh dinamika sobat. Kemarin kita boleh gagal. Tapi esok, jangan terulang lagi. Itu sebabnya, pelajari kenapa kita gagal. Mungkin ada kesalahan yang kita lakukan. Nah, pelajari dan perbaiki kesalahan itu. Kamu pasti bisa deh.
  3. Galang dukungan. Nggak usah malu untuk meminta dukungan dari pihak lain. Apalagi jika kekuatannya bisa memperbaiki kegagalan kita. Kita bisa lakukan itu untuk meningkatkan kinerja kita. Jadi gandeng teman, ortu, guru dsb. Oke nggak sih?
  4. Baca biografi orang beken yang sukses dalam hidupnya. Kamu bisa baca kisah para sahabat, dan juga orang-orang sukses jaman kiwari. Siapa tahu bisa tambah bikin semangat. Saya pernah merasakan manfaatnya kok dari membaca kisah-kisah mereka. Cobalah.

Salam,

O. Solihin

[diambil dari buku karya saya sendiri yang berjudul “Bangkit Dong, Sobat!” yang terbit di tahun 2005. Diterbitkan Gema Insani Press]

By osolihin

O. Solihin adalah Guru Mapel Menulis Dasar, Pengenalan Blog dan Website, Penulisan Skenario, serta Problem Anak Muda di Pesantren Media | Menulis beberapa buku remaja | Narasumber Program Voice of Islam | Blog pribadi: www.osolihin.net | Twitter: @osolihin | Instagram: @osolihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *