Loading

Episode 2 ( Lanjutan dari cerita “Anak Malah Yang Selalu Mendapat Musibah” )

Di perjalanan pulang mereka mendapatkan musibah. Yang tidak pernah mereka duga. Faisal teman Bambang. Dia tertabrak mobil, saat mereka sedang menyebrang jalan. Mobil menabrak dengan kecepatan tinggi. Menghamtam Faisal yang sedang Melintas. Faisal terlempar jauh dari mobil yang menabraknya, Kira-kira 5 meter. Semua yang berada di sekitar Kejadian. Langsung melihat kejadian itu. Semua orang penasaran ingin melihat. “Aku bingung mau ngapain!…Pikir Bambang…Pikir” Bambang berbicara di dalam hatinya sambil melihat-lihat sekitar.

Aku  menghampiri Faisal yang Terbaring dijalanan dengan berlumuran darah. Aku meneteskan air mata kecil dari mataku mengalir, ke pipiku. Laluku usap air mata itu dengan tangan ku.

“Faisal…Faisal…!” Bambang hanya bisa menyebut nama Faisal dengan sedih.

“ehm…..ehm…!” Faisal menahan sakit di bagian kepala.

“Kau, tidak apa-apa?” Bambang bertanya lagi ke Faisal dengan mengusap air mata, yang berada di pipinya.

“Ehm-…ehm!” tapi Faisal menyebut “ehm” ketika Bambang bertanya kepada faisal. Akhirnya Bapak-bapak yang menabrak itu bertanggung jawab. Dan membawa Faisal ke rumah sakit terdekat.

Akhirnya Faisal di bawa ke rumah sakit terdekat dengan Bapak-bapak yang menabraknya . Faisal di gotong ke mobil. Dan Bambang menemani Faisal yang digotong denga tak sadarkan diri. Mobil itu melaju dengan kencang seperti pesawat. Di dalam perjalanan Faisal hanya bisa tertidur di pangkuan salah satu orang yang membantu Faisal. Di dalam kondisi seperti itu Aku berfikir “Gimana ini bisa terjadi..!” Bambang berkata dengan suara kecil. “Nak, ini temanmu..?” salah satu orang yang membantu faisal bertanya kepada Bambang.

“Iya..!” “Bapak siapa ya..?” Bambang bertanya denga pedenya di saat kondisi seperti ini.

“Perkenalkan saya pak Ratno..! saya pedagang baso yang berada di dekat kejadian tadi!” kata Pak ratno yang membantu Faisal.

“Oh, terimakasih ya pak sudah ikut membantu?” seruan Bambang terdengar di telingan Pak Ratno.

“Oh, iya sama-sama. Sesama orang lain yang sedang terkena musibah, kitakan dianjurkan membantu!” kata Pak Ratno sambil menghadap Bambang yang menundukkan kepala ke bawah.

“ehm..!” Jawab Bambang dengan satu kata.

Setelah beberapa menit kemudian. Akhirnya Faisal, Bambang, Pak Ratno dan Bapak-bapak yang menabrak Faisal. Sudah sampai di rumah sakit Kartina, rumah sakit terdekat dari kejadian. Faisal langsung di bawa ke ruang UGD. Faisal di bawa di kasur berjalan. Faisal hanya bisa merintih kesakitan. Dan Aku hanya bisa menyemangatinya di pinggil Kasur berjalan. Kasur berjalan itu membawa Faisal dengan cepat. Akhirnya Faisal sampai di ruangan UGD. “Maaf, kalian tidak boleh masuk?” jawab seorang Suster dengan memegang gagang pintu.

“emank kenapa, Sus?” Jawab Bambang dengan jutek.

“Nanti ngeganggu Dokter, yang meriksa Temanmu.!” Jawab Suster dengan bijak.

Akhirnya Faisal, pak Ratno dan Bapak-bapak yang menabrak. menunggu di ruang tunggu sambil melamun menunggu Faisal di periksa oleh Dokter. Bapak-bapak yang menabrak bertanya ke Bambang “Nak, yang tertabrak itu siapa?” Bapak-bapak itu bertanya kepada Bambang sambil melihat ke wajah Bambang.

“Teman saya, Bapak siapa ya?” Tanya Bambang sambil merapikan rambut dengan jari-jarinya.

“Saya Pak Hasan, yang menabrak teman kamu itu!” jawab Pak Hasan sambil melihat jam.

“Oh, bapak yang nabrak.!” Bambang melihat pandangan ke arah Pak Hasan.

“Oh, tenang saja dek, nanti semua biayanya saya tanggung! Tenang saja dek!” kata pak Hasan sambil berdiri dari tempat duduknya. Akhirnya Faisal pun tenang mendengar omongan dari Pak Hasan tadi. “Dek, pak, saya ada rapat di kantor. Jadi saya tinggal dulu, maaf saya menabrak teman adek, nanti semua pembayaran saya yang tangggung. Adek tenang saja.

“Yasudah!” jawab Bambang sambil lemas.

Beberapa menit kemudian, Dokter yang memeriksa Faisal keluar ruangan. Lalu Bambang bertanya kepada. “Bagaimana, keadaan teman saya Dok?” Tanya Bambang sambil berpegangan tangan Dokter.

“Kondisi teman kamu sekarang, sedang parah. Jadi dia harus di rawat, disini!” jawab Dokter dengan serius.

“Oh..!” Bambang hanya bisa berkata “Oh”.

Dokter meningalkan Bambang dan Pka Ratno. Beberapa menit kemudian Pak Ratno Pamit pulang. Dari rumah sakit itu. Karena ingin menjual basonya yang sangat enak itu. Akhirnya Bambang memasuki ruangan Faisal. Saat Aku masuk Faisal sedang berbaring di kasurnya. Kepalanya di perban, entah berapa lapis. Aku mendekati Faisal, Yang sedang berbaring. Aku hanya bisa melihat dia berbaring di kasur. Aku hanya bisa mendo’akannya di pinggir temapat kasur Faisal.

Setelah itu Aku mencari telepon umum yang ada di rumah sakit. Aku berkeliling di sekitar rumah sakit dan akhirnya Aku menemukan telopon umun itu di rumah depan. Aku muli memasukan coin ke dalam telepon umum itu. Dan Aku mulai memencet angka-angka. Aku mengambil gagang telepon itu, denga penuh keringat. Aku sempilkan gagang telepon itu di bahu dan telingaku. Telepon itu berbunyi “Tut…tut…tut…” berulang-ulang. Sekian lama Aku menunggu jawaban dari Ibunya Faisal. Akhirnya teleponku dijawab oleh suara Ibu-ibu. “Asalamu’alaikum wr.wb. Apa benar ini dari ibu Faisal?” Tanya Bambang sambil memegang perutnya yang kosong.

“Iya, benar saya Ibunya Faisal, ini siapa ya?” Tanya ibu Faisal dengan penasaran.

“Saya, temannya Faisal bu, maaf menggangu?” Tanya Bambang dengan rasa bersalah.“Tidak apa-apa, emangnya ada apanya?” Tanya balik ibu itu dengan tersedak-sedak.

“Begini bu? Fai-s-al bu?” kata Bambang berbicara dengan gagap.

“Ada apa dengan Faisal nak?, Apa apa?” ibu itu menjawab dengan sangat keras.

“ Faisal bu, Faisal!” jawab Bambang dengan takut. Bambang takut sekali bilang ke ibu itu bahwa nak ibu sedang berada di rumah sakit.

“Faisal kenapa dek?, kenapa?” jawab ibu itu dengan ketakutan, dengan kondisi anaknya. Akhirnya Bambang memberanikan diri untuk bilang.

“Begini bu, sekarang Faisal sedang berada di rumah sakit!” jawab Bambang dengan sangat cepat. Bambang tidak kondisi Ibunya Faisal saat mengetahui Faisal yang sedang berada di Rumah sakit.

“Rumah sakit apa? Dek tunggu di sana ya, ibu mau ke sana!” jawab Ibu Faisal dengan mendesah kasihan.

“Rumah sakit Kartina!, ya saya tunggu!” kata Bambang dengan menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Terimakasih yah dek.!” Seruan Ibu Faisal dengan tersendak seperti mengeluarkan air mata.  Sudah begitu suara telepon terputus. Aku menaruh telepon itu di tempatnya. Bambang berjalan di ruang tunggu dengan menundukkan kepala. Aku duduk di kursi besi panjang. Dengan beberapa orang yang ada di sebelahnya. Aku melamun seketika, entah memikirkan siapa. Tiba-tiba saja Aku memikirkan seseorang. Seseorang itu adalah seseorang gadis sekelasku. Gadis itu sangat rapih, rajin, dan cantik. Kemana-mana dia selalu memakai kerudung. Tidak ada yang berani seorang pria yang mendekati mereka karena dia anak kepala sekolah yang galak. Nama gadis itu adalah Tania. Anak dari Pak Sugeng kepala sekolah.

oOoOo

Setelah beberapa lama Aku duduk di kursi yang tidak empuk. Datanglah Ibu Faisal, yang menghampiri Bambang dengan mengelap air matanya mengalir ke bagian pipi.

“Nak, kamukan yang tidak menelpon ibu?” kata seorang ibu-ibu yang meneteskan air mata.

“Tunggu dulu, ibu siapa?” kata Bambang dengan menggaruk kepala yang tidak gatal.

“Saya Ibu Jesika, ibunya Faisal!” kata Ibu Jesika dengan mengelus dadanya.

“Oh, Ibu Jesika, mari saya antarkan ke ruang Faisal! Kata Dokter Faisal harus di rawat!” jawab Bambang dengan tidak melihat kondisi.

“Apa..!Anakku” jawab Ibu Jesika dengan teriakkan pelan. Membuat para pengunjung rumah sakit melirik ke arah Aku dan Ibu Jesika.

“Sudah ibu Jesika, minum dulu  dan duduk dulu sesudah itu kita ke ruangan Faisal” jawab Bambang sambil mengambil air minum di dalam tasnya.

“Iya” Jawab Ibu Jesika dengan mengelus dadanya. Setelah bebeapa menit kemudian duduk dan menenangkan hati Ibu jesika. Akhirnya  Bambang menbawa Ibu Jesika ke ruangan Faisal. Sudah sampai di depan pintu ruangan Faisal. Aku berpamitan karena sudah menemani Faisal terlalu lama.

“Ibu Jesika ini ruangan Faisal, Bu saya pamitan dulu ya karena saya sudah terlalu lama menemani Faisal. Takut di cariin orang tua!” seruan Bambang sambil menatap wajah ibu Jesika.

“Oh iya, terimakasih ini sudah menemani Faisal! Ini ada sedikit uang untuk membeli makan?” jawab Ibu Jesika dengan berhati mulia.

“Oh ibu, jangan ngerepotin!. Uangnya disimpa saja!, siapa tahu di ada kebutuhan lain!” seruanku membuat Ibu jesika menjadi terharu melihat temannya yang baik hati dan suka menolong ini. Sebenarnya Aku ingin sekali mengambil uang itu. Tapi gimana lagi, Ibu Jesiak lebih membutuhkan dari padaku.

Akhirnya Bambang Pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki. Di perjanan pulang kembali menemukan  preman kampung. Kali ini Preman kampung sedang nongkrong di warteg. Sambi merokok dengan asap di sekelilingnya. Aku berlahan-lahan berjalan.

“Heh, anak mana lu?” jawab Preman itu dengan melotot. Aku melihat ke arah Preman itu.

“Heh, loe!” Kata Preman tadi dengan mengeluarkan asap rokok dari mulutnya. Bambang pun berlari cepat dengan perlahan. Preman itu pun membuang rokoknya lalu mengejar Bambang. Kembali terjadi kejar-kejaran antara Bambang dengan Preman.

“Heh, tunggu loe!” kata Preman dengan berlari kencang. Aku hanya berlari dengan cepat tanpa memikirkan omongan Preman itu. Saat terjadi kejar-kejaran, Bambang menabrak seorang pedagang siomay.

“Dar…” terjadi tabrakan antara Bambang dengan Pedagang siomay. Bambang terjatuh di got. Sedangkan Pedang siomay jatuh dan dagangannya pun jatuh berantakkan. Preman pun semakin dekat.

“Aduh anak kecil, punya mata di mana sih! Di kepala atau di mata kaki! ” kata pedagang siomay. Bambang berdiri dan naik ke atas got.

“Maaf Pak, maaf!” jawab Bambang sambil berlari, karena Preman itu masih mengejar. Pedagang siomay itu malah ikut mengejar Bambang dan dagangannya di tinggalkan berceceran di jalanan. Aku terus berlari sekencang mungkin dan mencari jalan sempit dan kerkelok-kelok. Supaya Preman dan pedagang siomay itu kebingunan mencari Bambang.

“Hei, jangan lari lo!” kata Preman sambil menunjuk tangan ke arah Bambang. Tetapi Bambang tetap berlari dengan kencang dan berbelok-belok. Bambang menghiraukan omongan Preman yang ada di belakanganya. Bambang terus berbelok-belok dari gang sempit ke gang yang lain agar mengecohkan Preman dan Pedang siomay. Setelah beberapa lama Aku berlari, Aku beristirahat di bawah pohon tinggi dengan angina sepoy-sepoy. Aku duduk di akar pohon sambil melihat-lihat di sekelilingnya. Aku beristrahat sambil berjaga-jaga, kalo Preman dan Pedagang siomay tidak lagi mengejar-ngejar Aku.

Tenggorokanku terasa kering. Lalu Aku melihat masjid. Aku hampiri masjid itu dengan berjalan perlahan ke arah masjid. Aku masuk ke masjid dengan lewat pintu gerbang masjid yang sangat tinggi. Aku menuju ke arah tempat Wudhu pria. Aku membuka keran air, lalu air keran itu Aku minum tanpa Aku rasakan Air keran yang belum bisa di minum.

Setelah Aku minum air keran masijid itu. Adzan ashar pun tiba. Aku berwudhu untuk melaksanakan sholat ashar berjama’ah di masjid tersebut. Aku berwudhu dari Tangan hingga ke kaki dengan berurutan. Berwudhu pun selesai Aku berdo’a setelah berwudhu. Lalu Aku beranjak naik tangga ke dalam masijid. Sebelum masuk masjid, Aku berdo’a  masuk masjid. Aku mengambil sahf yang paling depan ujung kanan. Aku sholat sunnah dua rokaat. Iqomah di kumandangkan oleh Mua’dzin. Aku berdiri di shaf pertama. Aku berdiri di samping kiriku Bapak-bapak berjenggot dan berkumis tebal. Di samping kananku ada dua anak kecil umurnya sekitar 6 thn. Saat sholat sedang berjalan, anak kecil di sampingku ribut ga bisa diam. Sholatku terganggu bising.

oOoOo

Sesudah sholat Aku berdiam sendiri di batas suci masjid sebelum perjalanan pulang. Aku beristirahat sejenak mengademkan badan dengan angin sepoy-sepoy. Saat Aku menikmati angin sepoy-sepoy. Preman dan Pedagang siomay melihat Aku sedang duduk di teras masjid luar. Preman dan pedagang siomay itu menangkapku dari belakang.

“Hahaha….. akhirnya loe tertangkap juga anak semut yang tidak tahu diri” kata preman dengan memegang pergelangan tanganku.

“Iya, kita ini sudah capek mengejar-ngejar kamu!” seruan pedagang siomay dengan bermuka masam.

“Saya tahu diri bang, nama saya Bambang sugroto, lahir di Belanda maksud saya belakang salabenda, tahun 2000, tanggal 12 Agustus. Tuh kan saya tahu diri bang! Lagian juga abang siomay ngapain ngejar-ngejar jadi capekkan, ngapain salahin saya abang, yang salahkan abang ngapain juga abang ngejar-ngejar saya!” jawab Bambang dengan jiwa pemberani.

“Aha.. tahu ah, anak kurang ajar, jangan coba-coba ngelawan orang tua yh!” kata Preman sambil melotot.

“Iya juga sih, ngapain gue ngejar-ngejar anak kecil. Tapi ga apa-apalah sudah terlanjur!” ujar Pedagang siomay dengan bingung.

“Saya ga ngelawan sama orang tua bang, saya cuman menasehati dengan baik dan jelas!” Kata Bambang sambil menatap Preman itu.

“Ga usah banyak bacot! Kalo lo ngeyel Kepala benyut, masih kalo ngeyel kepala bocor, tetap ngeyel rawat inap/mati/mutilasi. Ngerti loe?” Seruan Preman itu menbuat burung-burung yang ada di halaman masjid menjadi berterbangan ke arah pohon rindang.

“Ngerti kau anak kecil!” kata Pedagang siomay dengan sok-sok sangar.

“Isnya Allah, Bang saya ngerti!” jawab Bambang dengan sok alim.

“Akukan punya pisau pramuka plastik siapa tahu Aku bisa menakuti mereka.” Kata Bambang berbicara di dalam hati. Aku langsung mengambil pisau pramuka yang ada di tali pinggangku. Aku ambil pisau itu lalu Aku ancam meraka dengan pisau itu. Supaya bisa terkecoh Aku palingkan mereka.

“Bang..bang lihat itu ada cewek seksi!” kata Bambang dengan serius. Akhirnya merka melepaskan tanganku sambil melirik-lirik di sekitar masjid.

“Mana..mana?” kata Preman dan Pedagang siomay dengan tergiurnya omongan Bambang. Aku todongkan pisau itu. Lalu mereka menjauh dari Aku. Aku berlari ke halaman masjid. Aku berhenti di gerbang masjid itu. Melihat ke arah mereka.

“Dasar otot besar, nyali STM tapi kok takut sama pisau bohongan.” Kata Bambang sambil memasukan pisau itu ke dalam tasnya. Mereka menengok ke arah ku. Aku berlari kencang lagi ke arah rumah ku. Alhamdulilah Aku bisa menghindari dari Meraka yang nyalinya STM tapi kok takut sama pisau bohongan doang.

Aku berlari menuju rumahku. Aku buka pintu gerbang rumahku . Aku masuk berlari ke depan pintu depan rumahku. Aku ketok pintu rumahku sambil berkata “Assalamu’alaikum wr.wb”. Aku berulang sampi tiga kali seperti itu. Pintu itu membuka setelah salam ke tiga. Ibuku yang membukakannya. Aku bersalamman kepada ibuku lalu Aku langsung ke kamar ku yang ada di sebelah ruang tamu. Aku buka pintu kamarku dengan lelah. Aku lempar tas yanga ada di punggungku ke arah kasurku. Aku berbaring di tempat tidurku. Ibuku melihat dari sela-sela pintu kamarku yang belum tertutup rapat. Ibuku tadinya ingin bertanya “Dari mana saja setelah pulang sekolah”. Tapi ibuku melihat anaknya yang lelah kecapean. Ibuku langsung meninggalkan pintu kamarku.

Bersambung…

[M Qois Abdul Qowiy, santri jenjang SMP, Pesantren Media]

By Farid Ab

Farid Abdurrahman, santri angkatan ke-1 jenjang SMA (2011) | Blog pribadi: http://faridmedia.blogspot.com | Alumni Pesantren MEDIA, asal Sumenep, Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *