Loading

Euphoria Games, Patient from Others

Beberapa orang beranggapan bahwa bermain game adalah hiburan atau sebatas menghabiskan waktu semata. Tapi seiring berjalannya waktu anggapan itu melebar jadi suatu candu bagi para gamers di penjuru dunia. Kebanyakan gamers menyangkal kalau mereka sudah kecanduan game beralaskan hal-hal tidak masuk akal seperti keseruan dalam bermain game. Padahal tidak banyak orang pula yang mempertanyakan apa yang seru dari bermain game.

Sebagai contoh, dalam bermain game perang-perangan atau baku tembak, para gamers diharuskan untuk fokus pada permainannya. Saat itulah mereka terjerat candu game. Ketika game dimulai para pemain harus fokus agar target yang harus dicapainya berhasil didapatkan. Untuk melakukannya mereka harus fokus pada satu titik saja dan mengabaikan hal-hal yang dianggap tidak perlu.

Dalam bermain game, kegagalan merupakan hal biasa. Karena biasa mereka justru mempelajarinya dan semakin berambisi untuk melampaui kegagalan itu hingga berhasil. Ketika sudah berhasil euphoria yang dirasakannya membuat ambisi lain untuk bisa lebih dari yang sebelumnya, maka tingkat kecanduan pun semakin tinggi dengan adanya kenaikan level. Hal ini terus terjadi seperti siklus. Jumlah para gamers bahkan meningkat 4 : 1 dengan para programmers. Peningkatan jumlah ini bisa terus bertambah seiring berjalannya waktu, apalagi ketika isu bermain game menghasilkan uang menarik banyak orang.

Dalam banyak sisi jumlah gamers yang dominan bisa merusak banyak hal, salah satunya diri gamers itu sendiri. Fokus yang dibutuhkan dalam bermain game memaksa para gamers untuk selalu stand by dengan game mereka, membuat kesehatan tubuh yang penting pun terbengkalai. Ini bisa berdampak lebih buruk lagi ketika gamers melawan kantuk untuk game mereka.

Dikatakan oleh salah seorang imam besar Syafi’i, ada 4 hal yang menguatkan badan: makan daging, mandi, mencium wangi-wangian, dan berpakaian katun. Makan daging adalah bagian dari kesehatan tubuh, dimana ketika seseorang memakannya maka kebutuhan akan energi pun terpenuhi. Jika makan daging tidak dilakukan bisa digantikan dengan makanan yang berkarbohidrat. Tapi fokus yang dibutuhkan para gamers cenderung mengabaikan hal tersebut.

Tidak banyak orang yang menyadari bahwa mandi bisa menguatkan badan. Biasanya setelah mandi tubuh akan merasa lebih segar, dari situlah kekuatan tubuhpun didapatkan. Namun jika para gamers pun mengabaikan mandi maka kekuatan tubuh mereka melemah. Jika makan dan mandi terlewatkan banyak energi yang hilang dari tubuh para gamers. Tubuh yang tidak dicuci akan menghasilkan bau tidak sedap, maka para gamers pun tidak bisa mencium wewangian yang dibutuhkan untuk menguatkan tubuh. Itu sudah terbilang cukup untuk merusak diri mereka sendiri, belum terhitung dengan dampak radiasi PC yang diterima mata mereka jika kerusakan saraf otak yang tidak terasah.

Lalu bagaimana dengan dampak yang gamers timbulkan untuk lingkungannya? Kecenderungan bermain game membuat gamers anti-sosial, menjauhkan diri dari masyarakat dan terkungkung dalam ruang lingkupnya sendiri. Gamers bahkan cenderung menghindari berjauhan dengan ruang lingkupnya karena kurangnya rasa percaya diri. Rasa percaya diri gamers bisa hilang karena fokus mereka pada dunia game tidaklah sama dengan dunia nyata. Cara pandang antara seorang gamers dan non-gamers pun terbentuk, membuat rasisme yang tinggi di kalangan masyarakat.

Mengikuti tren game terkini adalah Pokemon Go yang marak dimainkan masyarakat dari berbagai kalangan. Beralaskan bisa keluar dari ‘sarang’ para gamers memainkan game ini dengan minat tinggi. Alasan-alasan yang terbilang klise itu hanya omong kosong belaka mengingat mudharatnya lebih banyak daripada manfaatnya. Pendapat-pendapat media pun beragam soal game ini padahal jika diperhatikan, meskipun gamers Pokemon Go keluar dan bersentuhan dengan banyak orang apa yang mereka bicarakan hanya seputar game saja. Beberapa bahkan berkelompok-kelompok yang menegaskan rasisme masyarakat. Dan intinya, ketika bermain game fokus lah yang berperan tinggi pada tingkat kecanduan game.

Jika ditilik lebih jauh lagi, gamers memberikan dampak yang lebih berat dari itu seperti pengangguran yang timbul akibat matinya SDM dari dalam diri gamers. Selain itu, gamers adalah konsumen sedangkan programmer adalah produsen. Ketika suatu negara terlalu banyak konsumen maka kehancuranpun tinggal menunggu waktu karena diperalat oleh negara-negara produsen. Hal ini pun bisa berakibat sama pada penyebaran agama khususnya Islam.

Pertanyaannya, bagaimana cara mengatasi kecenderungan bermain game online di kalangan masyarakat saat ini? Pertanyaan seperti ini seringkali menimbulkan pro dan kontra yang bias. Solusi umumnya adalah menyerahkan semuanya pada kebijakan gamers, tapi solusi ini tidaklah efisien mengingat fokus yang mereka punya dominan di game.

Para gamers yang sudah tenggelam terlalu jauh dengan gamenya butuh perhatian lebih. Perhatian lebih ini bisa diartikan sebagai perhatian sederhana, sabar tapi bertekad dari orang-orang disekitarnya. Sebagai contoh adalah keluarga. Keluarga dari seorang gamers haruslah sering-sering mengingatkan gamers untuk tidak tenggelam lebih dalam lagi pada game. Kesabaran pun dibutuhkan karena seringnya gamers mengabaikan lingkungannya. Yang dibutuhkan lainnya adalah tekad. Dibutuhkan tekad yang kuat agar bisa menarik seorang gamers keluar dari candunya.

Semua poin itu memang sulit dilakukan dan butuh proses yang lama. Tapi ketika sudah berhasil mengeluarkan seorang gamers, meskipun tidak bisa mengubah seluruh dunia, setidaknya kita bisa mengubah hidup satu orang. Dan tidak ada yang tahu satu orang itu bisa melakukan apa atau mengubah hidup berapa banyak orang nantinya.

 

willyaaziza

[ZMardha]

tugas menulis

By Zadia Mardha

Santri Pesantren Media kunjungi lebih lanjut di IG: willyaaziza Penulis dan desainer grafis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *