Rahasia Kelezatan Di Balik Masakan Aceh
Rintik hujan senantiasa membungkus langit Bogor. Hawa dingin dan menyeruak merasuki sel-sel saraf di tubuh. Tak ayal membuat perut semakin keroncongan. Telah berbulan-bulan merantau ke Ranah Pasundan, namun hak lidah asli Aceh ku tak terpenuhi dengan kelezatan masakan khas Pasundan. Demi memenuhi hak tersebut, ibuku memasakan masakan sederhana namun special untuk seleraku, selera khas ureueng Atjeh.
Di tengah teriknya siang mentari di Laladon Permai, terdengar kabar bahwa ada pengiriman paket untukku dari Aceh. Subhannallah, agaknya orang tua ku di sana tau akan kegalauanku akhir-akhir ini mengenai masalah makanan.
Kotak itu memang bertuliskan mpek-mpek Palembang. Namun alangkah terkejut dan bahagianya saya ketika isinya ternyata sebungkus Ikan Keumamah siap saji dan siap santap! Tak menunggu waktu lagi segera saja aku mencicipi dan membaui aroma asap yang menggugah selera. Rasa asam, pedas dan gurih menyatu dalam laukan nasi yang diaduk. Hmmm nikmat sekali.
Ternyata, rasa nikmat ini tak hanya dirasakan oleh lidahku. Rani, temanku yang berasal dari Lampung ini juga mengakui kelezatan rasa dan aroma yang bercampur-baur sehingga membentuk symphony citarasa yang sempurna.
Sejarah Ikan Keumamah
Eungkot Keumamah ini adalah salah satu dari sekian banyak masakan khas Aceh. Masakan ini sudah ada dari jaman baheula. Bahkan makanan ini andalan para pahlawan Aceh pada saat perang melawan kafir Belanda. Fungsi masakan ini sendiri hampir sama dengan rendang—makanan yang awet dan tidak mudah basi. Semakin dipanaskan/dihangatkan semakin enak. Disebut ikan kayu karena tekstur ikan ini keras akibat dari proses pengeringan di terik matahari dan melalui pengasapan. Hal ini dimaksudkan agar ikan lebih awet dan bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama. Setelah dijemur dan dipotong sepanjang pergelangan tangan, lalu dilanjuti dengan proses pelumuran tepung dan sekikit kapur.
Secara umum, sejarah masakan Aceh berkembang pada saat zaman hindu yang dibawa oleh orang India yang secara lokasi dekat dengan Aceh. Masakan Aceh sendiri pun sangat mirip dengan masakan India. Hal ini didukung pula karena ketersediaan rempah-rempah di daerah setempat yang mewarnai cita rasanya yang asam dan pedas serta gurih. Jenis makanan di Aceh pun beragam. Ada yang berkari kental, berkuah, dan bertumis seperti Eungkot Keumamah ini.
Harga ikan kayu yang masih mentah ini relative murah yakni berkisar Rp 7000,- per kilogramnya, sehingga dijadikan makanan merakyat di Aceh.
Jenis ikan ini sendiri adalah ikan tongkol yang sangat besar potensinya di Aceh karena lokasi geografis yang dikelilingi oleh lautan. Sehingga potensi yang berlimpah ini dimanfaatkan oleh masyarat pesisir Aceh untuk dijadikan oleh masakan yang nikmat.
Resep Ikan Keumamah
‘Gimana sih buat Ikan Keumamah?’ tenang, di tulisan feature saya kali ini, akan membeberkan rahasia resep Ikan Keumamah.Tata cara pengolahan masakan Aceh ini pun tak rumit dan sangat sederhana asal semua bahan tersedia dengan sempurna. Jika salah satu bahan yang tidak ada, maka citarasanya pun akan berbeda. Berikut resepnya.
Bahan-Bahan
• 1 potong ikan keumamah* (ikan kayu) rebus,lalu disayat tipis-tipis
• 30 buah asam sunti**
• 1 sdm cabe rawit giling
• 1½ sdm cabe merah giling
• 10 siung bawang merah
• 1 tangkai daun kapri pulai (teumurui)
• 1 cangkir minyak kelapa
Cara membuat:
Campur semua bahan lalu tumis dengan satu cangkir minyak yang telah dipanaskan, masak sampai kekuningan. kalau Anda suka pedas, bisa tambahakan cabe hijau yang dipatah tiga saat menumis.
Catatan:
* Tips membuat Keumamah
Rebus ikan tuna/tongkol/suree yang telah dibersihkan isi perutnya dalam keadaan utuh, beri perasan jeruk nipis atau asam jawa,rebus sampai kering airnya. Lalu dijemur sampai kering, boleh dilumur dengan tapioka untuk melindungi lapisan luar dan dijemur lagi sehingga keras, kelihatannya seperti potongan kayu kering.
** Tips membuat Asam Sunti
Dibuat dari belimbing wuluh yang dikeringkan, diberi garam lalu dijemur diterik matahari berkali-kali sehingga kering dan dapat disimpan lama.
***Disarankan untuk memasaknya dalam kuali yang terbuat dari tanah liat dan kompor kayu.
Selamat mencoba! [Ja. Woyla, nama pena Dini Purnama Indah Wulan, santeriwati angkatan ke-2, jenjang SMA, Pesantren Media]
Catatan: tulisan ini sebagai tugas menulis feature di Kelas Menulis Kreatif Pesantren Media