Kim Yun Oh merapatkan syal ke wajahnya. Tudung jaket masih setia di atas kepala bersama kacamata bulat besar bertengger di hidungnya. Dia melompat ke dalam bus yang sudah ditunggunya sejak tadi. Ah, musim dingin tahun ini membuat seluruh tubuhnya menggigil kedinginan.
Yun Oh duduk di kursi dekat jendela. Kursi di sebelahnya kosong. Penumpang hari ini memenuhi hampir semua kursi di bus. Hampir saja tadi ia tidak mendapatkan kursi. Tapi untungnya ada dua penumpang yang turun, menyisakan dua kursi kosong. Satu Yun Oh duduki, sisanya masih tak berpenghuni.
Oh, salju tampaknya sudah turun lagi. Ini kedua kalinya salju turun minggu ini. Ah, pasti akan lebih dingin lagi.
Kim Yun Oh tidak suka dingin. Cuaca dingin bisa membuatnya flu berkepanjangan dan mengharuskannya terus menelan pil obat. Dia lebih tidak suka obat.
Bus berhenti di sebuah halte. Beberapa penumpang memasuki bus. Yang pertama masuk adalah seorang perempuan dengan rok panjang berwarna hitam dan coat berwarna putih yang cantik. Kepalanya tertutupi tudung coatnya yang memiliki bulu berwarna putih di sekitarnya. Dia langsung berdiri di belakang supir bus. Meskipun Yun Oh yakin perempuan itu melihat kursi kosong di sebelahnya.
Orang ke dua yang masuk adalah seorang perempuan berambut panjang dengan syal biru laut yang melingkari lehernya. Jaket cokelatnya menutupi badannya. Dengan tangan yang ia masukkan ke dalam saku.
Orang terakhir adalah seorang pria yang berpakaian serba hitam. Hanya neck clothes-nya saja yang berwarna putih. Pria itu datang hampir berbarengan dengan penumpang ke dua dan tampak ingin duduk di kursi kosong di samping Yun Oh.
“Silahkan,”
“Terimakasih.”
Kim Yun Oh mengabaikan obrolan singkat mereka, lebih memilih melihat salju yang turun di luar sana. Ah, Yun Oh selalu menyukai warna salju yang putih. Sangat indah sekali. Meskipun ia tidak menyukai cuaca dingin, tapi salju yang lebih putih dari susu selalu membuatnya jatuh cinta.
Pemberitahuan halte selanjutnya diumumkan. Sadar bahwa ia akan turun di halte itu, Yun Oh buru-buru menekan tombol merah di samping kursinya. Lalu bergegas berjalan ke arah pintu. Dilihatnya sekilas, perumpang pria yang berdiri di dekat kursinya tetap berdiri padahal kursi yang Yun Oh duduki sudah kosong. Mungkin dia akan duduk nanti, siapa peduli.
Ketika pintu terbuka, penumpang perempuan pertama ternyata turun di halte yang sama dan melangkah mendahului Yun Oh. Ah, ingatkan Yun Oh untuk selalu membawa payung saat keluar rumah di musim dingin. Salju bisa turun kapanpun, dan mereka akan hinggap di atas kepalanya yang tanpa payung. Membuat tubuhnya akan lebih menggigil lagi.
Aspal halte sudah terbalut putihnya salju. Saat itulah ia melihat sebuah benda kecil berwarna hitam tampak mencolok di antara putihnya salju. Yun Oh mengambilnya, itu terlihat seperti sebuah dompet kecil bersleting. Tapi bentuknya yang kotak tanpa sudut dan isinya yang berat meragukan Yun Oh. Milik siapa, ini?
Ah, penumpang perempuan pertama itu!
“Nona, permisi, nona! Nona bercoat putih!”
Ck, Yun Oh berharap ia tidak pernah menemukan benda itu. Sungguh merepotkan baginya untuk berlari kecil menghampiri perempuan itu, mengembalikan benda aneh miliknya yang terjatuh. Seperti yang ia lakukan sekarang.
“Nona!” kata Yun Oh setelah menepuk pundak perempuan itu, dan syukurlah ia langsung berbalik menghadapnya. “Apa ini milikmu? Tadi terjatuh,”
Perempuan itu menjulurkan tangannya, meraih benda yang disodorkan Yun Oh. Tangannya terlapisi sarung tangan berwarna putih, sama putihnya dengan coat miliknya. Wajahnya yang menunduk perlahan terangkat. Saat itulah ia merasa alam sedang berkompromi dengannya.
Perempuan itu memakai semacam masker berwarna hitam yang menutupi semua bagian wajahnya dari hidung ke bawah. Yun Oh hanya dapat melihat matanya. Matanya yang bulat besar, dengan lensa mata hitam jernih dan bola mata yang seputih salju. Ia merasa bisa melihat pantulan dirinya sendiri dalam mata besar itu.
Angin berhembus cukup kencang, menerbangkan salju yang turun. Yun Oh melihat perempuan itu mengedipkan matanya di antara hembusan angin dan salju yang lewat di antara mereka. Begitu… cantik.
Alam memang sedang berkompromi dengannya. Cuaca hari itu sangat dingin bagi Yun Oh. Ditambah salju yang turun dan angin kencang yang berhembus. Tapi ia tidak merasakan kedinginan. Entah kenapa hatinya terasa hangat, terus… dan terus… menghangatkan tiap sisi tubuhnya.
“Terimakasih.”
Perempuan itu berjalan menjauh, bersamaan dengan tubuh Yun Oh yang perlahan mulai menggigil.
“Hatchi!”
Kim Yun Oh mengusap ujung hidungnya. Ah, dia kena flu lagi untuk yang ketiga kalinya bulan ini. Dia harus segera sampai rumah, menyalakan penghangat ruangan dan memasukkan tubuhnya dalam selimut. []
Cerita ini udah lama ada di draft. Mungkin dibuat sejak setahun yang lalu (?) entah, lupa. Yang jelas memang udah cukup lama ada di draft, ngga berniat untuk post di manapun karena rencananya mau bikin lanjutan ceritanya yang ngegantung. Tapi setelah sekian lama, akhirnya cuman bisa kasih judul Prolog di bagian atas, tanpa judul resmi. Blah… pada akhirnya, part 2 cerita ini cuman jadi setengah, belum dilanjutin karena karakter utama emang belum mateng deskripsinya. Sip. Walhasil, saya post cerita ngegantung ini aja…
Semoga temen-temen yang baca cukup ngeh kalo dari awal cerita ini bertema Islami yang berlatar Korea. Awalnya saya mau bikin ff tentang si itu masuk Islam…tapi…yaudah ngga usah tentang si itu, tapi tokoh imajinasi aja… Blah…
Well, enjoy!
NB. Jangan terlalu mengharapkan lanjutan dari cerita ini
willyaaziza