Sabtu, 26 Maret 2016
Aku tidak sekali pun terpikir bahwa aku akan berwisata dalam pekan ini. Terkadang aku merasa pekan ini adalah tugas yang harus aku dan Abdullah jalani. Tapi kenyataannya aku sesekali masih bisa bersantai.
Aku masih ada di Magelang. Menemani Eyang Kakung bersama Abdullah. Rabu kemarin Tante Nina dan Derryn juga telah tiba. Dan baru semalam, Pakde Mono dan Mbak Ayya sampai di rumah Eyang Kakung.
Hari ini adalah hari Sabtu. Kemarin, Tante Nina mengajak aku, Abdullah dan Derryn untuk pergi ke suatu tempat. Tante Nina bilang kami akan pergi ke Ketep Pass. Saat pertama kali mendengarnya, aku pikir namanya itu Ketepas. Terpikir olehku adalah seperti kata ketebas. Awalnya aku sama sekali tidak terpikir tempat apa itu. Setelah sampai pastilah itu tempat yang menarik. Karena menurutku, tempat-tempat yang direkomendasikan Tante Nina biasanya adalah tempat yang menarik.
Tidak ada rencana sebelum hari itu. Hari Kamis sebelumnya, kami bersama Eyang Kakung pergi ke Magelang Kota untuk membeli beberapa keperluan. Ada satu tempat yang menarik menurutku. Namanya kalau tidak salah Kios Roti Lezat. Di sana banyak sekali makanan-makanan yang biasa kutemui saat Hari Raya. Wah, senang sekali kalau aku mengetahui toko seperti itu di Bogor.
Kami juga membeli bunga untuk pergi ke makam besok paginya. Yang aku dapatkan dari perjalanan ke Magelang Kota adalah bahwa Derryn sepertinya senang bermain bersama Abdullah. Oh iya. Derryn adalah sepupu kami. Dia adalah anak ketiga Tante Nina. Dia juga seumur dengan adikku Muhammad.
Kembali lagi di hari yang aku ceritakan. Jum’at pagi, kami pergi ke makam. Kami telah mempersiapkan bunga. Aku juga mempersiapkan air do’a yang Umi sarankan. Kami pergi ke makamnya Yang Ti dan makam-makam kerabat yang lain. Kami menaburkan bunga dan berdo’a.
Pulang dari makam, aku mengambil beberapa objek foto di sawah di sekitar makam. Lalu kami pulang ke rumah untuk mandi.
Awalnya aku masih kurang yakin bahwa kami akan pergi hari ini. Tapi setelah Sholat Jum’at dan makan siang, akhirnya kami keluar dari rumah. Di perjalanan, aku mengingat waktu berangkat kami adalah sekitar jam 2 siang.
Kami memulai perjalanan dengan mobil ke arah Muntilan. Tante Nina memasang sebuah aplikasi penunjuk arah di smartphone-nya. Aku bisa mendengarnya, “In 500 m, turn left”. Dan benar. Ada papan penunjuk arah yang mengatakan bahwa Ketep Pass belok ke kiri.
Aku sama sekali tidak terpikir seperti apa Ketep Pass itu. Yang jelas kata Tante Nina, di sana ada museum gunung merapi. Wah, bakalan seru, nih. Setelah belokan kiri pertama, kami belok kiri lagi menuju jalan yang lebih kecil.
Setelah belok kiri, jalan raya yang besar berubah menjadi jalan biasa yang berkapasitas dua mobil. Di kiri kanan jalan juga ada beberapa sawah dan ladang. Di depan kami, sebuah gunung terlihat jelas dan sangat gagah. Aku bertasbih sambil melihat gunung itu. itulah gunung merapi. Keadaannya kini terlihat sangat dekat dan besar. Dan aku akhirnya menyadari bahwa jalan yang sedang kami lalui perlahan-lahan menjadi lebih menanjak.
Suasana langit sejak kami berangkat memang telah gelap. Tetapi perjalanan menanjak menuju Ketep Pass tidaklah hujan. Memang aspal yang kami lewati telah basah. Tetapi hujan yang sekarang turun hanya hujan rintik-rintik saja.
Setelah menempuh kurang dari satu jam perjalanan, kami akan tiba 6 km lagi di Ketep Pass. Namun, jalanannya sudah berubah. Aspal yang kami lalui banyak sekali lubang-lubang besar. Hal ini mengingatkan kami pada perjalanan kami ke Gunung Pancar beberapa minggu yang lalu. Saat itu bahkan lebih parah lagi. Mobil sampai harus didorong oleh beberapa orang dari Gunung Pancar. Apalagi tanjakannya itu sangat curam dan berbatu. Wah, umi saja kesusahan membawa mobilnya.
Setelah melewati banyak lubang besar, baru terdapat tulisan, “Hati-hati banyak lubang”. Yah, sudah banyak lubang dilewati. Kenapa tulisannya baru di sini? Ternyata di atas memang sedang ada perbaikan jalan. Mungkin kerusakan di situ lebih parah sebelumnya. Karenanya di jalur ini di adakan sistem buka tutup karena satu jalan sedang diperbaiki.
Alhamdulillah, kami bisa melewati jalan itu. Memang Tante Nina jadi harus lebih berusaha ketika mengemudi. Tetapi akhirnya kami bisa melihat tulisan besar “Ketep Pass”. Gunung Merapi terlihat lebih dekat di sini. Tapi ternyata ada dua gunung. Tepat bersebelahan. Yang sebelah kiri adalah Gunung Merbabu.
Kami memasuki parkiran. Tiket masuknya seharga Rp. 7.000. Wah. Ternyata Ketep Pass tidak jauh berbeda dengan di Puncak, Bogor. Udaranya sangat dingin dan banyak orang yang berjualan jagung bakar. Hanya saja dari sini, kami dapat melihat gunungnya. Kalau di Puncak Bogor, kami tepat berada di atas gunungnya.
Abdullah dan Derryn menyewa Teropong seharga Rp. 5000 per buah. Aku bisa melihat, di kaki Gunung Merapi, suasananya masih asri. Kebanyakan warna hijau. Aku teringat ketika aku sedang berada di Bogor Trade Mall. Tetapi bedanya dari atas BTM, Bogor terlihat padat dengan rumah-rumah dan gedung. Kalau di kaki Gunung Merapi, hijau sekali. Ada banyak sawah dan ladang. Subhanallah..
Kami turun lebih ke bawah. Di sana ada beberapa penjual makanan. Balai-balai mereka berwarna biru. Ketika berada di atasnya, agak menyeramkan. Karena di bawahnya tinggi sekali dan karena balai itu terbuat dari bambu, maka ketika melangkah bambu-bambu itu akan berderik.
Tante Nina memesankan jagung bakar untuk kami. Kami juga memesan minuman hangat. Udara di Ketep Pass memang sangat dingin. Sehingga ketika tanganku menyentuh gelas yang hangat, rasanya nyaman sekali.
Tentu saja kami mengambil beberapa foto. Visiting ke tempat yang indah memang kurang pas kalau tidak diabadikan.
Kami kembali ke atas. Kami masuk ke dalam Ketep Volcano Centre. Itu adalah sebuah museum yang isinya adalah tentang Gunung Merapi. Di dalamnya juga ada sebuah replika Gunung Merapi. Tapi kebanyakan memang hanya pigura-pigura tentang informasi mengenai Gunung Merapi.
Kami berada di dalam museum tidak terlalu lama. Setelah itu kami pergi ke tempat yang lebih atas lagi. Di sana ada sebuah Teropong Besar. Harganya Rp. 3000 untuk 3 menit. Selanjutnya kami hanya berkeliling ke tempat-tempat di … Tapi memang benar. Tempat ini dingiiiin sekali. Tapi indaaaah sekali.
Perjalanan pulang terasa lebih cepat dibanding saat berangkat. Tante Nina sebenarnya berencana untuk membeli durian yang kami lihat saat berangkat tadi. Tapi ternyata penjualnya sudah tidak ada dan hanya menyisakan kulit-kulit durian saja. Yah memang bukan rezekinya. Dan kami tiba di rumah tepat sebelum Maghrib. Sehingga Abdullah dan Derryn bisa bersiap pergi ke masjid bersama Eyang Kakung.
Magelang berada di kaki lima gunung. Dan hujan baru saja berhenti.
[Fathimah NJL, Kelas 1 SMA, Santriwati Angkatan ke-5 Jenjang SMA, Pesantren Media]