Loading

Rabu, 16 Desember 2015

Menjenguk Yang Ti

Kami akhirnya akan menjanguk Yang Ti di rumah sakit. Aku lupa jam berapa kami berangkat. Setelah semua siap, kami berangkat bersama Mas Nur, supir Eyang Kakung. Di mobil ada Mas Nur, Eyang Kakung, Tante Nina, Umi, aku, Maryam, Muhammad, dan Derryn. Umi menjanjikan balon untuk Maryam sepulang dari ruah sakit. Maryam senang sekali.

Kami sampai di Rumah Sakit Tentara. Tempat Yang Ti dirawat. Yang Ti beberapa hari yang lalu baru saja melakukan operasi usus buntu dan kini sedang mengalami masa pemulihan. Tetapi kata umi kondisi Yang Ti masih kritis.

Aku masuk ke kamar nomor 9 tempat Yang Ti dirawat. Masya Allah. Yang Ti kasihan sekali. Ada selang masuk ke hidung Yang Ti. Yang Ti kelihatan lemas sekali. Aku mendatangi Yang Ti dan mencium tangannya. Aku tidak pernah sama sekali pun membayangkan akan begini keadaannya. Aku tidak tahan melihat kondisi Yang Ti dan hanya duduk memangku Maryam. Maryam juga anehnya hanya diam saja. Hanya Muhammad dan Derryn yang lari-larian di koridor rumah sakit.

Aku pulang bersama Maryam, Muhammad, Derryn, Mbak Atul dan Mas Nur. Kami mampir sebentar ke alun-alun untuk membeli balon. Aku membeli 3 balon untuk Maryam, Muhammad, dan Derryn. Kemudian kami mampir ke Giant karena aku harus membeli beberapa keperluan. Setelah itu kami kembali ke Rumah Eyang Kakung.

Seperti hari kemarin di rumah. Hanya saja balon Masha milik Maryam yang melayang-layang karena pemberatnya lepas membuatku takut sendiri. Hari ini Om Andre dan Devin datang. Om Andre adalah ayah Devin dan Derryn. Dan juga suami Tante Nina. Aku menggorengkan naget lagi untuk makan siang.

Menjelang Ashar Maryam terlihat mengantuk. Aku menggendong dan memangk Maryam di ruang tamu. Akhirnya Maryam tertidur dan aku menaruhnya di tempat tidur.

Maryam tidur agak lama. Tetapi kemudian ia bangun dan mencari umi. Langit hujan di luar rumah. Maryam terus menangis. Hingga aku mengajaknya melihat kembali Enthog dan Ayam di belakang rumah. Om Andre sudah berangkat ke rumah sakit siang tadi. Setelah melihat Enthog yang sedang basah-basahan di kubangan air, Maryam bilang ia ingin menonton film. Aku membawanya ke kamar. Dan ia menonton di sana. Sesekali ia menangis. Tetapi menjelang Maghrib ia tidak menangis lagi. Bahkan sampai umi pulang Maryam tidak menyadarinya. Begitu ia sadar. Ia menangis dan mencari umi lagi.

Malam Yang Panjang

Petang ini Eyang Kakung kembali ke rumah sakit karena Yang Ti masuk ICU. Aku mengerti bahwa keadaan Yang Ti bertambah parah. Aku mulai memikirkan hal-hal yang aneh-aneh. Tetapi aku tetap mendo’akan yang terbaik untuk Yang Ti.

Aku tidur beberapa waktu kemudian.

Tengah malam umi membangunkan aku. Umi mengatakan bahwa Yang Ti telah meninggal. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami Allah-lah kembalinya. Sejenak aku tidak tahu harus bersikap bagaimana selain mengucap Innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Aku mengingat ketika abi meninggal 3 tahun yang lalu. Aku juga merasa bingung waktu mendengar kabar itu.

Aku duduk diam di atas tempat tidurku. Aku benar-benar tidak mampu memikirkan apa yang harus aku lakukan. Yang aku pikirkan adalah apakah ini semua nyata? Ini adalah kali kedua dalam hidupku Allah mengambil orang terdekatku.

Aku merasa sedih, bingung, terkejut, dan mungkin syok. Tetapi aku hanya diam. Aku tidak bicara atau pun menangis. Sampai Mbak Atul datang dan menangis kepada umi. Baru air mataku tumpah dalam diamku. Aku menyadari satu hal. Aku sedang memikirkan ketidak adanya Yang Ti. Dan siang tadi adalah saat terakhirku bertemu Yang Ti di dunia ini.

Kamis, 17 Desember 2015

Yang Ti

Orang-orang mulai sibuk di luar. Tetapi aku masih mengantuk. Dan aku tidak sadar kalau aku telah tertidur lagi.

Aku bangun ketika orang-orang telah memasang tenda dan lain sebagainya. Yang Ti sepertinya sudah sampai ke rumah. Karena Tante Nina sudah ada di kamar dan sedang menangis kepada umi. Umi tidak menangis. Umi juga tidak menangis ketika abi meninggal. Umiku adalah orang yang pintar dan kuat.

Sampai saat ini aku masih belum mendapatkan kesadaranku. Yang Ti dimandikan dan dikafani malam ini juga. Aku ikut menyolatkan Jenazah Tang Ti. Yang Ti akan di makamkan siang nanti di pemakaman desa. Tetangga dan keluarga mulai berdatangan. Aku sangat sedih melihat wajah orang-orang sedih pagi ini. Tante Nina masih menangis. Orang-orang mengucapkan turut berduka cita kepada kami. Aku berkali-kali keluar kamar, kemudian masuk lagi. Tetapi, aku masih belum benar-benar merasakan langkahku.

Aku ikut mengantar Yang Ti ke tempat istirahatnya yang terakhir. Tetapi masih banyak sambutan-sambutan dari orang-orang di desa ini. mungkin itu adalah tradisinya. Tetapi lama sekali. kasihan Yang Ti harus menunggu lama lagi. Umi dan Tante Nina berulang kali mengingatkan untuk segera memakamkan Yang Ti. Di saat terakhir aku melihat Eyang Kakung menangis. Kemudian aku menangis lagi. Kasihan Eyang Kakung. Telah lama sekali hidup dengan Yang Ti. Pasti Eyang Kakung merasa sangat kehilangan.

Umi dan Tante Nina menenangkan Eyang Kakung. Kata umi Eyang Kakung dan Yang Ti sebenarnya lebih siap menghadapi kematian dan kehilangan. Tetapi pasti ada rasa sedih dan syok ketika kematian itu datang. Eyang Kakung dan Yang Ti sudah sangat sepuh. Usia keduanya sudah kepala tujuh. Yang Ti meninggal di usianya yang ke-74. Januari nanti seharusnya menjadi ulang tahunnya yang ke-75. Tetapi Allah sayang kepada Yang Ti. Tidak membiarkan Yang Ti merasakan sakit terlalu lama lagi. Allah memanggilnya semalam.

Eyang Kakung juga sudah sangat sepuh. Eyang Kakung yang biasa hidup berdua bersama Yang Ti pasti merasa sangat kesepian. Umi bermaksud menemani Eyang Kakung dengan tinggal di Magelang lebih lama lagi. Aku menemani umi.

Ketika Yang Ti di kubur, aku menangis lagi. Aku sangat sedih mengingat aku tidak akan bertemu Yang Ti lagi di kehidupan ini. Aku melihat ke dalam liang kubur. Dalam sekali ternyata. Aku belum pernah mengikuti pemakaman sebelumnya. Aku tidak mengantar abi ke kuburnya. Dan aku sangat sedih melihat liang yang dalam tadi kini telah menjadi gundukan tanah dengan bunga-bunga di atasnya.

Orang-orang telah pergi. Tinggal tersisa Pakde Mono, Tante Nina, Om Andre, Devin, Derryn, Muhammad, dan aku. Om Andre membawa Derryn dan Muhammad pulang. Aku masih menemani Tante Nina di samping makam Yang Ti.

Ya Allah, ampunilah dosa Yang Ti, dan rahmatilah Yang Ti, terimalah amal Yang Ti, dan maafkanlah Yang Ti. Aku terus mendo’akan Yang Ti selama di makam. Pakde Mono menyuruhku untuk membacakan Al-Fatihah untuk Yang Ti. Aku membacanya kemudian. Kemudian kami pulang. Selamat jalan Yang Ti. Aku sangat menyayangi Yang Ti.

Kini hingga tulisan ini selesai, aku baru saja menangis untuk Yang Ti.

[Fathimah NJL, Kelas 1 SMA, Santriwati Angkatan ke-5 Jenjang SMA, Pesantren M

By Fathimah NJL

Santriwati Pesantren Media, angkatan ke-5 jenjang SMA. Sudah terdampar di dunia santri selama hampir 6 tahun. Moto : "Bahagia itu Kita yang Rasa" | Twitter: @FathimahNJL | Facebook: Fathimah Njl | Instagram: fathimahnjl

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *