Loading

Kemarin, tanggal 5 Maret 2014. Aku dan teman-teman di Pesantren Media pergi ke Islamic Book Fair Senayan, Jakarta. Selama 12 jam perjalanan dari Bogor ke Jakarta kemudian pulang kembali ke Bogor, tentunya banyak sekali yang terjadi. Banyak hal yang unik dan banyak hal yang menarik.

Salah satunya adalah pengalaman pertamaku menaiki ular besi Jakarta. sudah hamper dua tahun aku berada ditanah jawa tapi belum pernah menaikainya. Ular besi yang aku maksud adalah kereta api. Sebelumnya, aku hanya bisa melihat kereta ketika pulang siaran siaran disalah satu radio di Bogor, kereta itu melintas dihadapan kendaraan ketika palang kereta ditutup.

Semua kendaraan yang tadinya lalu-lalang seolah berhenti ketika kereta datang. Kendaraan-kendaraan itu seakan menyambut kedatangan kereta dan tidak mau menghambat lajunya jalan kereta.

Tapi, aku senang sekali ketika melihat kereta melintas di depanku. Seketika aku menjadi seperti adek Muhammad. Memperhatikan kereta yang lewat dari ujung sampai ujung. Bagiku itu hal yang menyenangkan. Dan tak jarang teman-teman yang melihatku memperhatikan kereta meledek karena aku belum pernah naik kereta. Dan membuatku sangat ingin menaiki kereta.

Keinginanku akhirnya terwujud, sebelum pulang pimpinan pesantren mengumumkan “kita Insya Allah pulang dengan kereta nggak naik Bis atau APTB seperti berangkat tadi”. Saat itu, rasanya senang banget karena tujuan utama aku ikut ke IBF bukan untuk beli buku atau apa. Aku pergi ke IBF itu sebenarnya karena mau naik kereta. Soalnya, hari-hari sebelumnya dikatakan berangkatnya naik kereta.

Tapi, karena ada pertimbangan yang harus diperhatikan maka pihak pesantren mengganti dengan menggunakan APTB. Dan sebelum berangkat dari pesantren juga dikatakan kemungkinan pulangnya naik APTB juga.

Hmm, senang banget pokoknya. Akhirnya aku bisa merasakan rasanya naik kereta. Sekita jam 4 lewat aku  dan teman-teman akhwat masuk kedalam gerbong khusus wanita. Kata orang-orang gerbong itu tidak ada laki-lakinya yang ada hanya wanita. Bahkan, petugasnya juga wanita. Tapi, saat aku masuk ada juga lho laki-lakinya. Ia adalah petugas kereta. Jumlahnya ada 4 orang, 2 petugas kebersihan dan 2 petugas keamanan.

Saat di kereta, aku nggak menyangka kalau ternyata rasanya seperti naik transmerto. Tadinya aku kira, kereta itu mempunyai suara yang sangat memekakkan, tapi tidak. Tadinya aku kira kalau naik kereta dari Jakarta ke Bogor Cuma sekitar 15 menitan, ternyata tidak. Dan tadinya aku kira sempit dikereta itu seperti sempitnya naik angkot penuh, ternyata tidak.

Nggak pernah terfikir sebelumnya olehku, kalau sempi-sempitannya di kereta itu seperi masuk angkot yang kapasitasnya hanya 11 orang tapi dimasukkan 30 orang. Masuk nggak masuk dipaksakan. Semua penumpang nggak akan bisa bergerak. Seluruh tubuh terjepit diantara tubuh-tubuh orang yang terjepit juga.

Bagi orang-orang yang ada di gerbong ini mungkin ini hal yang biasa, karena mereka sudah sering dan terbiasa dengan kondisi seperti ini. Tapi, ini pengalaman pertamaku naik kereta dan bersempit-sempit ria didalam angkutan umum.

[Nurmaila Sari, Santri Angkatan ke-1, Jenjang SMA, Pesantren Media]

By Fathimah NJL

Santriwati Pesantren Media, angkatan ke-5 jenjang SMA. Sudah terdampar di dunia santri selama hampir 6 tahun. Moto : "Bahagia itu Kita yang Rasa" | Twitter: @FathimahNJL | Facebook: Fathimah Njl | Instagram: fathimahnjl

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *