Novia Handayani (Santri Pesantren Media)
Pertemuan Ikhwan dan Miko yang berbeda karakter maupun sifat, tak menyurutkan niat mereka untuk berteman dan bersahabat. Ikhwan yang berkebangsaan Sunda dan Miko yang berkebangsaan Melayu Jakarta, saling berbagi satu sama lain. Bahkan saling mengajari bahasa mereka masing-masing. Seperti lebay, aya naon, dan Bahasa Sunda serta bahasa gaul lainnya.
Miko yang baru beberapa bulan tinggal di Desa Sidomulyo, masih sulit mengucapkan bahasa yang berbobot Sunda, karena keluarganya itu berbicara dengan bahasa Melayu Jakarta.
Meskipun Ikhwan sering mengerjai Miko dengan logat Sundanya, tapi dia berusaha jujur dengan Miko, apa arti dari yang dikatakan Ikhwan tadi. Begitupun sebaliknya.
Awal Pertemuan Inko
Awal pertemuan Ikhwan dan Miko, saat mereka sedang ada di suatu tempat yang jauh dari orang banyak, dan saat itu, Miko sedang diganggu oleh beberapa preman yang menguasai tempat itu. Awalnya Miko berusaha melawan, tapi sayang, ia berkali-kali terkena tonjokkan dari si preman tersebut, saat ia berusaha menyelamatkan handphone juga uang yang ada di dompetnya. Melihat keadaan Miko yang terkulai lemas, Ikhwan langsung menolong Miko terbebas dari preman tersebut.
Dan Alhamdulillah, setelah preman itu berusaha menyerang Ikhwan, Ikhwan langsung menghabisi preman tersebut dengan jurus-jurus silatnya, karena kebetulan, Ikhwan mengikuti Eskul Silat di sekolahnya.
Saat preman-preman tersebut sudah lari tunggang langgang karena takut, Ikhwan langsung membawa Miko ke rumahnya untuk mengobati Miko yang sedari tadi berlumuran darah di samping bibirnya, juga luka memar yang ada di wajahnya.
Saat hampir satu setengah jam Ikhwan memapah Miko, akhirnya ia sampai ke rumahnya dan langsung membaringkan tubuh Miko di kamarnya, sedangkan ibundanya, sibuk menyiapkan obat, kompresan, minuman dan makanan untuk Miko.
Lalu setelah itu, Ikhwan langsung membersihkan darah segar yang mengalir dari samping bibirnya dan mengompres luka memar yang ada di wajah Miko.
Tapi saat Ikhwan berusaha mengompres luka memar yang ada di wajah Miko, Miko langsung bangun sambil menahan rasa sakit juga perih dari luka memarnya.
Melihat Miko sudah sadar, Ikhwan mulai merasa tenang dan lega karena Miko baik-baik saja.
“ Afwan akhi, apakah akhi baik-baik saja. .? “ tanya Ikhwan sambil tersenyum.
“ Maaf lu siapa, dimana gua sekarang. . ?” tanya Miko dengan bahasa sedikit kasar.
“ Ana Ikhwan, sekarang akhi sedang di rumah ana. Akhi sendiri siapa. . sepertinya akhi orang baru di Desa Sidomulyu. . ?” Jawab balik Ikhwan sambil balik bertanya.
“ Nama gua bukan akhi, jelek amat, emang gua akhi-akhi apa.Gua Miko. . gua memang baru pindah dari Jakarta, ” jawab Miko berusaha menjelaskan asal-usulnya.
“ Maaf Miko, akhi adalah sebutan untuk laki-laki muslim. . Akhi Muslim bukan?” jawab balik Ikhwan berusaha menahan tawa.
“ Owh, ya iyalah gua muslim. . “ Jawab Miko santai.
Selesai mendapatkan jawaban dari Miko, Ikhwan langsung memberikan bubur yang dibuat oleh ibundanya.
“ Akhi. . sekarang makan yah. . ?” pinta Ikhwan ke Miko.
“ Ini apa. . ?” Tanya Miko bingung.
“ Ini bubur, coba deh akhi coba, pasti akhi suka. . “ bujuk Ikhwan ke Miko.
Saat Ikhwan berusaha membujuk Miko untuk makan, akhirnya Miko langsung memakan bubur nasi yang ibunda Ikhwan buat.
Ikhwan kira, Miko tidak menyukainya, tapi apa yang difikirkan Ikhwan salah besar, saat Ikhwan melihat Miko memakan bubur buatan ibundanya sampai 3 mangkok.
“ Gimana akhi buburnya. . enak tidak. . ?” tanya Ikhwan sambil tersenyum.
“ Enak. . Gua suka bubur ini. . baru pertama kali gua merasakan bubur senikmat ini. . “ jawab Miko sambil memuji kelezatan bubur ibundanya.
Mendengar pujian yang Miko berikan, Ikhwan merasa senang, karena ia telah memuji bubur bundanya.
Dan setelah itu, Miko langsung bergegas pulang ke rumahnya diantar oleh Ikhwan.
***
Tidak terasa, adzan Maghrib mulai berkumandang indah di telinga Ikhwan. Karena ia tidak mau menunda-nunda waktu, akhirnya iapun langsung bergegas mandi.
Saat selesai mandi, ia langsung memakai rapih-rapih untuk shalat Maghrib di Masjid yang tidak jauh dari rumahnya.
Setelah kira-kira 15 menit ia berjalan, akhirnya sampailah ia ke Masjid dan langsung mengambil wudhu dan langsung shalat berjamaah.
Selesai shalat Maghrib, ia langsung mengambil Al-Qur’an dari rak buku yang tersedia di Masjid Al-Fajri, setelah itu ia langsung membaca Surah Al-Baqarah sambil menunggu adzan isya.
Dan setelah beberapa menit menunggu, adzan Isya mulai dikumandangkan oleh seorang muadzin yang kebetulan masih berusia remaja. Karena ia tidak mau menunda-nunda waktu lagi, akhirnya ia langsung menyudahi baca Al-Qur’annya dan langsung bergegas mengambil air wudhu dan langsung shalat Isya berjamaah dengan tetangga, saudara, juga beberapa keluarganya, begitupun orang-orang yang memutuskan untuk shalat di Masjid Al-Fajri.
Setelah beberapa menit ia shalat, iapun langsung pulang kerumah untuk mengerjakan PR yang belum ia kerjakan. [bersambung]
Catatan: cerita bersambung ini adalah tugas dari mata pelajaran Menulis Kreatif di Pesantren Media.