Tiada habis-habisnya kita bersyukur kepada Allah subhanahu wa taala karena ata limpahan rahmatnya yang telah mengizinkan kita untuk bisa berkumpul di majelis ilmu ini dan senantiasa menjaga keimanan kita.
Kepada teman-teman juga saya sendiri yang telah memimpin tubuh kita ke sini untuk mendapatkan wawasan ilmu, marilah kita senantiasa menjaga, mempertahankan, dan meningkatkan ketakwaan agar kita selamat di hari pengadilan kelak.
Teman-teman pernah diajak bermain? Pasti pernah. Banyak orang dengan mudah mengajak bermain dan yang ketika diajak kita ikut-ikut saja. Coba bandingkan dengan saat kita mengajak orang untuk sholat, belum tentu mereka semua mau. Kenapa bisa begitu? Karena kita tidak mengerti konsep kepemimpinan.
Di Indonesia, persebaran Islam paling cepat karena Wali Songo. Dalam tiga generasi selama tiga ratus tahun, mereka menyebarluaskan agama Islam dengan cepat. Dibalik cepatnya persebaran Islam selalu ada strategi di dalamnya, seperti Rasulullah SAW yang awalnya hanya menyebarkan kepada karib kerabat. Apa strategi Wali Songo sehingga Islam berkembang pesat?
Jawabannya, dengan menjadi raja. Coba pikirkan, dengan menjadi seorang raja yang menganut suatu paham atau agama, rakyatnya pasti akan menganut hal yang sama pula. Tapi Wali Songo bukanlah raja, jadi mereka mendekati para raja untuk menyebarkan agama Islam.
Beralih ke waktu yang lebih lampau, Ratu Asiah, istri Raja Firaun. Dia merupakan pemimpin yang fenomenal, kenapa karena Firaun yang kejam nurut kepadanya. Buktinya, ketika Nabi Musa as ditemukan dan Asiah ingin merawatnya, Firaun menyanggupinya.
Wali Songo dan Asiah bisa melakukan itu karena mereka mengerti konsep kepemimpinan. Apa? Mengarahkan dan menggerakkan potensi yang ada agar berjalan bersama-sama menuju apa yang diinginkan.
Tapi seorang pemimpin tidaklah harus memiliki jabatan. Presiden pertama Indonesia, Soekarno. Dia pemimpin yang hebat. Tapi ada yang lebih hebat darinya. Hos Cokro Aminoto, guru besar Soekarno. Beliau bukanlah pejabat tinggi, tapi beliau adalah pemimpin yang sesungguhnya karena, Soekarno nurut kepada Hos Cokro.
Mari bayangkan jika Hos Cokro yang bukan siapa-siapa menyuruh Soekarno, presiden Indonesia untuk mewajibkan semua warganya masuk Islam, saat ini pasti semua orang di Indonesia adalah muslim.
Bisa disimpulkan kalau setiap orang, yang memiliki jabatan ataupun tidak, memiliki potensi kepemimpinan. Selalu ada konsep, cara dan action dalam memimpin. Dimana ketika seorang pemimpin tidak mengerti dari dasar maka akan hancur, hilang, musnah. Tapi, seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan, tidak akan hilang meski dia adalah anggota.
Ada satu cerita. Kita berinama orang ini, Tiga. Dia bukan siapa-siapa, hanya mahasiswa di salah satu universitas. Suatu hari ketua BEM menemuinya, padahal Tiga ngga deket dengan ketua BEM. Ketua BEM ini tiba-tiba nanya apa tema yang unik untuk acara BEM nanti. Tiga menyuarakan pendapat yang dia pikirkan. Ketika hari-h ternyata tema yang diusung adalah apa yang dipikirkannya.
Inilah dampak seorang pemimpin yang tidak menjabat apa-apa tapi bisa mengendalikan pejabat sesungguhnya.
Lalu apa kunci besar dalam kepemimpinan? Hanya ada dua. Pertama komunikatif, yang kedua, apresiatif.
Seorang pemimpin haruslah komunikatif. Ketika berbicara, seorang pemimpin haruslah menggunakan kalimat yang mudah dimengerti oleh yang mendengarkan agar mereka paham. Sesuaikan pemilihan kata atau kalimat yang akan digunakan dengan para pendengar. Kalau pendengar setingkat pelajar, maka gunakan bahasa yang sederhana. Kalau pendengar dari kalangan mahasiswa atau pekerja, gunakan kata atau istilah yang sesuai dengan mereka.
Hal kedua yang menjadi kunci seorang pemimpin adalah apresiatif. Kepada anggota atau orang lain, pemimpin harus mengapresiasikan, menghargai, setiap usaha atau kreasi yang dilakukan mereka. Ini penting karena seorang pemimpin, sehebat apapun dia, tanpa anggotanya atau orang lain yang membantunya, dia tidak bisa melakukan apa-apa.
Tugas Public Speaking
willyaaziza [ZMardha]