Karya: Novia Handayani
Keindahan alam yang terpancar di Curug (air terjun ) Cihurang membuat masyarakat yang melihat menjadi senang. Kesejukanpu tidak bisa lepas dari mereka yang merasakan. Jalan berliku-likupun tak menyurutkan semangat mereka, demi melihat keindahan alam di Curug Cihurang.
Pesantren Media, Gunung Salak – Jumat (30/12/2011), Pencarian Vila untuk Pemilik Yayasan Mutiara Ummat dan SMP Khoirul Ummah yakni Bapak Mono dan keluarga, harus melewati jalan kecil yang berliku dan dekat dengan jurang. Sebelum pencarian vila dimulai, terlebih dahulu kami mencari Mbak Yuni yang sedang menunggu di Jalan Cinangneng, setelah itu kami juga mengajak salah satu warga (teman Mbak Yuni) yang tinggal di daerah sana sebagai penunjuk jalan dan juga informasi.
Saat kami sudah menemukan orangnya, kami langsung pergi menuju Gunung Bunder, Tenjolaya sambil melewati pasar Jumat yang artinya, hanya ramai di hari Jumat saja. Belum lagi macet yang mengganggu kami membuat kami sabar menunggu kemacetan selesai. Setelah lumayan lama kami menyusuri jalan demi jalan, akhirnya sampailah kami ke Gunung Bunder. Tapi sebelum kami masuk, terlebih dahulu kami membayar uang masuk seharga 6 ribu rupiah untuk satu orang, sedangkan kami berjumlah 11 orang (Ustad Umar, Ustadzah Lathifah Musa, Fatimah, Abdullah, Taqi, Muhammad, Novi (saya), Neng Ilham, Mbak Yuni, dan Mbak Rahma).
Selesai mengurus pembayaran, kami langsung melihat-lihat dan mengawasi nama tempat wisata yang ada disana sambil sesekali melihat ribuan pohon pinus yang ada di sebelah kiri kami.
Mencari vila
Semakin jauh kami berjalan, semakin kecil jalan yang kami lewati, belum lagi dengan jalan yang semakin lama semakin berliku. Di mulai dari situlah, rasa kewaspadaan dan keberanianpun harus menjadi kunci utama dalam melewati jalan yang sangat berbahaya. Belum lagi dengan kabut dan hujan yang bisa saja menghalangi penglihatan para masyarakat yang menyetir mobil ataupun motor. Gunung Salak 2 yang memiliki 7 Curug ini, di antaranya Curug Cihurang, Curug Luhur, Curug Sewu, Curug Cigane dan Curug Ngumpet.
Setelah kami lewati satu-persatu demi mencari vila. Meskipun kami tidak masuk ke satu demi satu curug yang ada disana. Kamipun tidak pernah lepas untuk bertanya kepada warga yang tinggal disana. Selama kami berusaha mencari, vila demi vilapun berhasil kamu temukan, sebelum kami temukan di daerah gunung salak ini. Kami terlebih dahulu menemukan vila yang bernama vila “ Dicky”, saat kami sudah masuk ke dalam gunung salak, kami menemukan vila yang kebetulan berdekatan dengan salah satu curug yang berada disana. Kadang kami juga menemukan vila yang jauh jaraknya dari curug.
Selesai mencari-cari vila, kami langsung bermain di salah satu sungai di depan pintu masuk Curug Cihurang ditemani gorengan yang tadi kami beli, setelah itu kami langsung melanjutkan perjalanan kami untuk pulang sekaligus untuk mengantar Mbak Rahma dan Mbak Yuni pulang. Setelah itu, kami langsung menuju kampus IPB, saat sudah sampai kami masuk ke dalam IPB untuk mencari masjid. Saat sudah ketemu, Ustad Umar dan anak laki-lakinya pergi ke masjid untuk shalat sedangkan santri akhwat “ Pesantren Media “ dan istri serta anak perempuan Ustad Umar, menunggu mereka di mobil.
Saat mereka sudah selesai shalat kami langsung pergi meninggalkan Masjid dan berhenti di dekat dekat Fakultas Peternakan dan Kedokteran Hewan IPB untuk membeli es susu, saat sudah beli, kami lagsung langsung pergi menuju Hotel di pinggir jalan raya untuk bertanya-tanya soal penginapan.
Minggu, (01/12/2011), kami (Santri Pesantren Media (Novia, Neng Ilham, dan Kak Farid), Pemilik Yayasan (Pak Mono dan keluarga), dan Pemimpin Direktur Pesantren Media (Ustad Umar Abdullah dan keluarga), pergi ke tempat Rihlah SMP Khoirul Ummah dalam rangka pengambilan rapot kelas 1 dan 2 SMP.
Rihlah yang diadakan di Curug Cihurang, Pamijahan, Bogor ini sudah berjalan sejak tanggal 30 November. Rihlah yang diisi dengan penghafalan ayat al-Qur’an, Games, lomba masak dan lain-lain itu, disambut baik para peserta ikhwan ( laki-laki ) dan akhwat ( perempuan ).
Meskipun hujan lebat mengguyur tenda mereka yakni tenda khusus akhwat dan ikhwan, tapi mereka tetap semangat dan saling bersenda gurau bersama. Sebelum hujan lebat mengguyur wilayah tempat rihlah mereka, mereka dan gurunya sedang asik bermain games, dan kebetulan guru yang mengajar mereka itu adalah calon guru “ Pesantren Media “ yakni bernama Ustad Iwan Januar.
Proses pengambilan raport
Satu-persatu orang tua siswa mulai berdatangan dan sebagian dari mereka membawa payung dan jas hujan karena hujan waktu itu sangat lumayan besar, sedangkan guru-guru sibuk mengurus raport yang sebentar lagi akan dibagikan, salah satunya wali kelas dari kelas 2 SMP Khoirul Ummah yang bernama Ustadzah Ir. Lathifah Musa (Pemimpin Redaksi Voice Of Islam sekaligus istri Ustad Umar, Pemimpin Direktur Pesantren Media).
Karena pembagian raport di tenda akhwat, para akhwat salah satunya anak dari pemilik yayasan SMP Khoiru Ummah, diminta oleh salah satu gurunya untuk berkumpul di tenda ikhwan untuk menyaksikan games yang dilakukan para ikhwan. Saat para akhwat sudah tidak ada di tenda, pembagian rapotpun mulai dilakukan, acara pertama adalah, sambutan dari Kepala Sekolah Khoiru Ummah sekaligus memberitahukan perkembangan akhwat dan ikhwan selama proses rihlah berlangsung ditemani dengan hidangan kue yang dibawa oleh wali murid, lalu dilanjutkan kembali dengan materi pelajaran yang ada di SMP Khoiru Ummah, dan lain-lain.
Saat penyambutan dari Kepala Sekolah sudah selesai, pembagian rapot pun mulai dilakukan dengan cara mencari wali kelas masing-masing seperti kelas 7 dengan wali kelas 7 dan 8 dengan wali kelas 8. Karena kebetulan akhwat dan ikhwan dipisah, maka wali kelasnyapun dipisah.
Selama proses pengambilan rapot berlangsung, para wali kelas berusaha menjelaskan perkembangan sang anak selama sekolah di sana. Sedangkan santri akhwat Pesantren Media memutuskan untuk pergi ke Curug Cihurang agar bisa mendapatkan foto dari dekat, belum lagi para santri mendapatkan tugas membuat reportase tentang Curug Cihurang dan proses Rihlah. Maka dari itu, para santri akhwat harus mengambil foto yang ada di sana. Santri ikhwan pun sama.
Saat foto-foto selesai, kami langsung kembali ke tenda. Saat kami sudah sampai tenda, kami melihat anak-anak yang masih kecil sedang berusaha menawarkan barang dagangannya. Rasa pegal di leher ( untuk membawa barang dagangannya yang mereka gantung di leher mereka sambil memakai tali ) mereka tidak dipedulikan oleh mereka. Meskipun hujan mengguyur tubuh mereka, tapi mereka tetap semangat menjajakkan barang dagangannya. Meskipun cuekan dan tolakkan telah mereka dapatkan, memang mereka kecewa dan sakit hati, tapi itulah manusia, ada yang peduli ada juga yang tidak peduli dengan orang susah.
Tidak terasa, satu-persatu wali murid dan anak-anaknya mulai berhamburan pulang setelah mereka sudah mendapatkan rapotnya. Ada juga anak murid yang tidak bareng dengan orang tuanya, tapi mereka bareng dengan guru dengan cara naik angkot.
Sedangkan kami ( Santri Pesantren Media dan keluarga Ustad Umar ) memutuskan untuk ke Curug Cihurang sebentar untuk foto-foto dan main air. Tapi karena akhwat dan ikhwan bercampuran disana, akhirnya kami hanya mengambil foto saja, setelah itu, kami langsung pulang ke rumah, meskipun kami agak sedikit tersesat. Tapi untungnya, setelah kami mengikuti jalan demi jalan, akhirnya kami sampai ke rumah.[]
Catatan: tulisan ini sebagai tugas menulis feature di kelas Menulis Kreatif Pesantren Media