CINTA. Kata yang satu ini memang sudah sangat lekat dengan kehidupan remaja jaman sekarang ini. Remaja dan cinta, keduanya seolah telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam keseharian. Tak ada yang salah dengan cinta, juga tidak ada yang salah dengan remaja. Namun hal yang perlu untuk diperhatikan adalah kesalahan remaja dalam mengelola rasa cinta yang mereka miliki.
Jika kita hendak melihat sekitar, sedikit mengintip ke dalam kehidupan bebas remaja. Kita akan menemukan fakta yang menyimpang mengenai cinta di kalangan remaja. Secara tidak sadar mereka telah tergiring menuju sebuah kesimpulan yang beranggapan bahwa cinta yang benar adalah kasih sayang besar kepada pacar, atau pun kekasih.
Namun mereka tidak menyadarinya, cinta yang seperti itu hanyalah bersifat semu. Cinta yang benar adalah pengesaan terhadap Dzat yang dicintai Yang Maha Tinggi, Allah. Dan kecintaan terhadap Allah dan cinta yang semu tidak akan pernah bisa bersatu. Kedua bentuk cinta tersebut saling bertolak belakang sehingga tidak akan pernah bertemu, bahkan salah satunya pastikan akan mengalahkan yang lain.
Maka semua itu kembali kepada diri kita sendiri, bagi mereka yang seluruh kekuatan cintanya ditujukan kepada Dzat Yang Maha Tinggi, maka ia pasti akan memalingkan cintanya dari selain-Nya. Kalaupun ia mencintai seseorang, pasti hal itu karena didasari kecintaannya kepada Allah.
Sebaliknya, kecintaan semu hanya akan menghilangkan kecintaan terhadap apa yang lebih bermanfaat baginya. Bahkan cinta semua juga dapat menghilangkan kecintaan terhadap sesuatu yang sebenarnya memiliki kebaikan dan kenikmatan.
Maka, sudah seharusnya kita dapat memilih satu dari dua cinta tersebut. Karena keduanya tidak akan mungkin dapat bergabung. Semuanya tergantung diri kita, apakah kita akan dengan bijak memilih yang baik, ataukah dengan nafsu setan kita memilih cinta semu yang sudah jelas tidak bermanfaat.
Sungguh, seseorang adalah budak dari apa saja yang dicintainya, bagaimanapun keadaannya.
Maka, jika kita tidak dapat mengelola cinta dengan benar, maka kita adalah korban pembunuhan dari semua yang kita cintai. Maka ambillah untuk dirimu dalam cinta yang engkau pilih. Seperti itulah yang pernah dikatakan dalam sebuah sya’ir.
Kita juga perlu mengetahui bahwa cinta adalah dasar seluruh amal, baik yang benar maupun yang salah. Dan, dasar segala perbuatan dalam Islam adalah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Sudah jelas sekali, bahwa bentuk cinta yang paling agung dan terpuji adalah Mencintai Allah semata sekaligus mencintai segala sesuatu yang Allah cintai.
Dan untuk mewujudkannya tentunya memerlukan usaha. Karena cinta bukanlah kata sifat atau pun kata benda, melainkan kata kerja yang harus terus diusahakan untuk bisa mendapatkannya.
Kita harus mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya. Kita harus menempatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW melebihi kecintaan kita dari siapapun yang ada di dunia ini, karena hal itu sudah jelas diperintahkan oleh Allah SWT di dalam al-Quran.
24. Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS at-Taubah; 24)
Maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak mencintai Rasul. Apa lagi yang menjadi alasan kita untuk tidak mencintainya? Sedangkan Beliaulah yang telah membawa ajaran Islam kepada kita, sehingga kita terbebas dari kegelapan, dan merasakan nikmatnya Islam.
Apa lagi yang menjadi alasan kita untuk tidak mencintainya? Sedangkan Beliau sangat menyangi kita, bahkan beliau masih mengingat-ingat dan memanggil-manggil umatnya di akhir hidupnya. Tak terhitung lagi jasanya terhadap kita, bahkan Rasulullah SAW juga bertanggung jawab terhadap umatnya hingga hari kiamat kelak, hanya syafaatnya lah yang dapat menyelematkan kita di hari kiamat.
Disebutkan dalam ash-Shaiihain, dari Anas, dari Nabi SAW belaiu besabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah beriman salah seorang diantara kalian hingga aku lebih dicintai daripada anaknya, bapaknya, dan seluruh manusia.
Maka bagaimana jika kita bandingkan dengan realitas cinta yang terjadi pada remaja saat ini. Mereka sudah benar-benar jauh dari ketentuan dalam Islam. Sudah seharusnya dan selayaknya kita lebih mencintai Rasul SAW dari pada seluruh manusia. Dan semua cinta itu kita tujukan tentu semata-mata karena didasari kecintaan kita kepada Allah SWT.
Seperti yang telah dikatakan di atas, cinta adalah dasar dari seluruh perbuatan. Maka seharusnya seluruh perbuatan kita harus didasari dengan kecintaan yang benar. Kita harus melakukan suatu perbuatan karena Allah, kita membenci karena Allah, memberi karena Allah, mencintai seseorang karena Allah, dan melakukan semuanya karena Allah. Atas dasar cinta kita kepada Allah.
Disebutkan juga dalam hasits yang tercantum dalam as-Sunan: “Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan mencegah karena Allah maka dia telah menyempurnakan imannya.”
Maka, di akhir tulisan ini, saya hanya ingin berpesan kepada siapapun termasuk kepada diri saya pribadi agar mengintropeksi diri. Sudahkah kita merasakan benci dan cinta karena Allah. Sudahkah kita mencintai Rasulullah SAW lebih dari siapapun, sudahkah kita menempatkan rasa cinta ini dengan semestinya, atau sudahkah kita melakukan segalanya atas dasar kecintaan kepada Alllah.
Jika sudah, Insya Allah kita akan merasakan manisnya iman. [Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke-2, jenjang SMA, Pesantren Media] @anam_tujuh