Oleh Umar Abdullah
Tak terasa kalimat tersebut meluncur dari bibir saya. Bagaimana tidak, seumur-umur sejak saya pertama kali menginjakkan kaki di Bogor, baru kali ini saya melihat Ciliwung sedahsyat itu. Airnya penuh hampir menyentuh bibir sungai. Air mengalir dengan kecepatan tinggi membelah Kebun Raya Bogor. Bergidik saya melihatnya. Saya berteriak ke Fathimah, putri saya, yang duduk di sebelah saya. ”Fathimah! Fathimah! Lihat itu! Ciliwung meluap! Ciliwung meluap! Ya Allah! Ya Allah!
Ya, tadi pagi Selasa 15 Januari 2012 jam 06.30 saya, Fathimah, dan dua temannya, Putri, dan Wigati, melewati Jembatan Sempur yang di bawahnya Sungai Ciliwung mengalir. Rasa ngeri menggantung di pelupuk mata membayang apa yang akan terjadi di bagian hilir Ciliwung: Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara. Sejak tadi malam hujan di Bogor tidak berhenti. Tadi pagi ketika kami siaran di Mars FM, dari gedung lantai dua pun kami melihat Bogor mendapat hujan lebih deras lagi.
Sampai di rumah dengan agak panik saya langsung mengirim SMS ke kakak ipar dan kawan-kawan yang saya perkirakan akan ke Jakarta atau melewati Jakarta. SMS kekhawatiran apa yang akan terjadi di Jakarta beberapa jam lagi.
Jam 06.45 saya baca di textline di sebuah tv: Katulampa 140 cm Siaga 3. Jam 06.55 data dikoreksi: Katulampa 160 cm Siaga 3. Siang jam 12.30 saya dengar dari RRI Pro 1 Bogor di Cibinong terjadi banjir karena Ciliwung meluap. Waah.. kalau Cibinong banjir, bagaimana daerah di bawahnya?
Jam 13.00 dari TV One diberitakan ketinggian air di Bendung Katulampa mencapai 210 cm. Dan sekarang saat saya mengetik tulisan ini (jam 14.00) Bogor hujan lagi. Ya Allah.. Ciliwung! Ya Allah.. Ciliwung!
Ya Allah hanya Engkaulah yang mengatur segalanya. Hanya Engkaulah yang menyelamatkan hamba-hambaMu. Selamatkan orang-orang yang beriman di Jakarta sebagaimana Engkau telah selamatkan pengikut-pengikut Nuh as! []