Assalamu’alaikum kawan… udah pada tahu kan nama saya? Itu tuh, yang nampang di atas tulisan ini dengan embel-embel ‘author’. Nah, kalo kepanjangan, sebut aja Nissa. Minggu ini, karena sudah menjadi kewajiban sebagai santri yang taat pada aturan pesantren (jiaaahh, narsis dikit ya) saya ingin share sedikit story bersama beberapa teman akhwat nih pas ikutan nampang di atas panggung Lomba Puisi Islamic Book Fair. Tepatnya sih tanggal 24 September 2014, Hari Rabu minggu kemarin. Sebenarnya ini juga request dari ustadz yang dengan sukarela mengantar kami. Siapa lagi kalau bukan Ustadz Oleh, guru menulis kreatif.
Jadi, sebenarnya saya dan Teh Via(peserta lomba) ‘sama sekali’ nggak tahu apa-apa tentang info lombanya. Baik dari segi tema, waktu, tempat, dan bagaimana tata cara pendaftarannya. Dengan modal ‘nekat’ dan ‘coba-coba’ itulah kami bisa sampai ke sana.
Saya masih ingat, waktu itu Hari Selasa (sehari sebelum opening IBF) saya mau belajar Fiqh Sholat dan Teh Via baru selesai pelajaran Tahfidz. Kami sama-sama ada di rumah Ustadzah Wita/Ustadz Rahmat. Nah di sanalah, kami ‘dipaksa’ untuk ikut oleh Ustadzah Wita. Shock, kami berdua awalnya sama-sama menolaknya. Sebenarnya itu pun kami bicara ‘empat mata’ dengan Ustadzah. Teh Via lebih dulu dari saya. Bingung, panik, entah apa yang harus dilakukan untuk menolak permintaan ustadzah.
Tapi apa daya, dengan berat hati dan tanpa persiapan terjadilah Hari Rabu itu kami ikut lomba. Beberapa teman akhwat yang kosong jam belajarnya, ikut mengantar naik mobil ‘kesayangan’ pesantren, ‘Si Biru’ Pather. Ada Ela, Mufiddah, Alifa, Daffa, dan tak ketinggalan Hanifa. Sebenarnya Hanifa dan Mufiddah hampir tertinggal. Namun, Allah berkehendak lain. Panther yang melaju sampai depan Pos Satpam Komplek Laladon Permai berhenti. Daffa dan Alifa yang duduk di jok belakang melihat mereka berdua berjalan dengan muka masam. Mereka mengira tidak boleh ikut atau ditinggal. Karena waktu itu kami juga takut terlambat. Belum lagi Ustadz Oleh ada jadwal on air di Mars Fm.
***
Cerita berlanjut saat sampai di Masjid Raya, tempat IBF diadakan.
Di sana, saya hanya mengikuti ke mana Teh Via bergerak. Saya benar-benar seperti perantau yang tak tahu arah. Linglung. Tapi, Alhamdulillah kami sampai di depan Masjid Raya Bogor.
Ada kursi yang tersusun rapi dan sudah penuh diduduki orang. Awalnya saya mengira itu acara kampus. Ternyata itu tempat lomba puisinya. Terpampang di depan, di dinding panggung yah… kira-kira tingginya selutut saya(silahkan bayangkan sendiri seberapa tingginya. Karena saya juga nggak ngukur dulu sebelum manjat ke panggung) poster ‘Lomba Puisi&Karaoke Islamic Book Fair (Syair lagu Edcoustic)’.
Feeling saya yang awalnya udah enakan, jadi down lagi pas tahu bahwa ter-nya-ta puisi yang dibawakan syair lagu Edcoustic.
“Ahh, udah Teh, aku nggak mau ikut,”
“Tapi kita udah terlanjur ke sini. Ayolah, Nis. Temenin aku,”
“Tapi aku nggak tahu sama sekali lagu Edcoustic kayak mana. Jarang banget aku dengerin lagunya.”
“Yaudah, biar aku cariin.” Teh Via cariin lirik lagunya pake tabletnya.
Kurang lebih seputar itulah saya dan Teh Via ‘adu-mulut’ di depan stan pendaftaran. Memang, saya tidak terlalu suka Edcoustic, hanya beberapa lagu yang saya tahu. Karena Teh Via udah daftarin diri, terpaksa aku nulis juga di kertas itu. Teh Via nomor ‘19’ sedang saya ‘21’. Selang satu orang.
Dengan hati yang sudah hancur. Kenapa? Karena seperkiraan saya, puisinya karya sendiri, atau setidaknya memiih puisi apa saja yang kita suka. Ternyata ‘TIDAK’.
Malas, kesal, bad mood, patah hati semua yang tidak enak saya rasakan. Tanpa harapan bisa menang, saya stay di sana sambil nemenin Teh Via yang semangat ikut lomba.
Masih banyak lagi cerita yang seru, tapi sayangnya saya sulit menggambarkannya dalam kata-kata. Hahaha… (alasan ajah sih sebenernya).
Intinya, di lomba puisi itu Teh Via berhasil mengantongi juara III. Selamat sebelumnya… *prok… prok… prok…
Memang benar ‘Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya’. Saya yang pesimis menang, akhirnya memang kalah. Tapi, saya tidak sedih dan kecewa. Lah, memang saya nggak niat ikut lombanya (salam dua jari…J). Jadi yah… begitu deh. Saya sudah merasa bangga, Teh Via sudah membawa nama Pesantren Media ke atas panggung IBF. Walaupun bukan perlombaan yang besar, setidaknya ada kebanggaan tersendiri buat pesantren dan Teh Via khususnya.
Mungkin, dari sana kita bisa belajar, bahwa yang namanya perlombaan pasti ada yang menang dan tidak. Sama seperti hidup ini. Kadang kita bisa menang melawan rasa takut menghadapi kenyataan. Sulit menerima apa adanya yang kita dapat. Dan belajar memberanikan diri menyampaikan pemikiran kita ke banyak orang. Semoga kita semua bisa lebih tegar menghadapi kesulitan dan tantangan hidup.
Masih ingatkan? firman Allah dalam Surah al-Insyirah 5-6 ‘Maka sesungguhnya, bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan adan kemudahan’…
*bonus foto saat lomba
Saya bacain Syair lagu ‘Mama, Bunda Ummi Apapun Namanya’ Teh Via(Noviani Gendaga) bacain Syair lagu ‘Muhasabah Cinta’
[Zahrotun Nissa, santriwati jenjang SMA angkatan ke-3, Pesantren Media | @zaninoshukyieYS