Selasa, 13 Maret 2012 merupakan hari di mana saya dan satu rombongan mobil berjibaku mencari arah jalan yang benar guna menemukan sebuah kawasan bernama Senayan, Jakarta. Di sana, tepatnya di sebuah gedung bernama Istora Gelora Bung Karno, sedang dilangsungkan 11th Islamic Book Fair 2012. Acara ini digelar sejak tanggal 8 Maret 2012 hingga 18 Maret 2012. Acara ini dihadiri oleh banyak penerbit yang memanfaatkan momen ini untuk mempromosikan dan juga meningkatkan penjualan mereka. Mereka nampak memenuhi stan-stan yang telah disediakan oleh panitia.
Kami memang harus berjibaku guna mencapai tempat ini. Pasalnya, ini baru pertama kalinya bagi Ustadz Umar, yang saat itu bertugas sebagai sopir, pergi ke Senayan dengan membawa mobil sendiri. Beliau memang sering ke Senayan, tapi dengan menggunakan angkutan umum yaitu kereta (KRL). Pencarian kami hanya mengandalkan petunjuk dua orang kerabat yang memang hafal jalur Bogor – Jakarta di luar kepala. Petunjuk ini ditulis di selembar kertas. Awalnya petunjuk ini saya yang memegangnya karena saat itu saya duduk di depan dan bertugas sebagai ‘co-pilot’. Namun, lama-lama kertas itu saya letakkan saja di dashboard mobil supaya Ustadz Umar juga bisa langsung melihatnya. Saya dan Ustadz Umar juga harus benar-benar membaca setiap petunjuk jalan yang ada di jalan. Petunjuk ini biasanya ada di hampir setiap percabangan jalan dengan warna latar hijau. Salah mengartikan petunjuk, pertanda tak akan sampai ke tempat yang dituju alias nyasar.
Jam 11 siang kami berangkat. Dan setelah melalui perjalanan yang mendebarkan karena takut nyasar, akhirnya kami pun sampai di area Gelora Bung Karno, yang mana sebelumnya saya hanya melihat stadion ini dari TV. Stadion ini ternyata mempunyai halaman dan area parkir yang luas. Kami pun segera mencari letak gedung Istora Senayan. Kami tak sabar untuk segera melihat suasana IBF tahun ini.
Pameran buku di Istora Senayan ini nampak ramai dipadati pengunjung. Ternyata apresiasi masyarakat terhadap buku-buku keislaman juga tak bisa diremehkan. Hampir tidak ada stan yang sepi dari kehadiran pengunjung. Mereka nampak antusias melihat-lihat buku yang ada. Banyak juga di antara mereka yang saya lihat tertarik dengan buku yang dilihatnya dan akhirnya memutuskan untuk membeli. Selain menghadirkan buku-buku berkualitas, pameran ini juga benjir dengan diskon. Buku-buku yang dihadirkan pun beragam, baik itu kitab-kitab, buku fiksi, nonfiksi, dan buku untuk anak-anak. Selain buku, para pengunjung juga dapat menjumpai barang-barang lain semisal al-Qur’an, CD keislaman, baju muslim, jilbab, kerudung, obat herbal, dan lain sebagainya.
Sebenarnya, selain mengunjungi pameran, tujuan utama kami ke tempat ini adalah dalam rangka menghadiri undangan Chio, pimpinan penerbit Anomali. Salah satu buku yang diterbitkan oleh penerbit ini, yang berjudul Riang Merapi karya Divan semesta, akan dibedah di pameran ini. Tiga anak-anak anggota rombongan, yakni Fathimah, Abdullah, dan Taqi rencananya akan bernyanyi di sela-sela acara, menghibur para peserta bedah buku. Judul lagu yang akan mereka nyayikan adalah Merapi 2010.
Awalnya, informasi yang kami dapatkan menyebutkan bahwa bedah buku Riang Merapi ini akan dilangsungkan di panggung utama pameran. Namun, setelah ditunggu sekian lama, tak ada tanda-tanda persiapan bedah buku ini dimulai. Yang kami lihat, panggung saat itu diisi oleh pihak lain, bukan penerbit Anomali. Namun setelah dikonfirmasi, ternyata acaranya dipindah. Bukan di panggung utama melainkan di panggung yang terdapat di Ruang Anggrek. Akhirnya, kami satu rombongan menuju ke sana. Dan sekitar jam 16.00 WIB acara bedah buku dimulai. Divan Semesta nampak antusias menjelaskan segala hal terkait novelnya. Dia juga mengakui bahwa masih banyak kelemahan terutama dalam hal bahasa yang digunakan.
Dan belakangan saya baru tahu bahwa ternyata di panggung utama, di jam yang sama sedang berlangsung bedah buku Cinta Suci Zahrana, yang tentunya dihadiri penulisnya, Habiburrahman el-Shirazy. Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin bertemu langsung dengan penulis novel fenomenal Ayat-Ayat Cinta ini. Namun, berhubung tujuan utama adalah mengikuti bedah buku Riang Merapi, keinginan untuk keluar dari Ruang Anggrek pun tak boleh saya turuti.
Saya memang mengagumi tulisan-tulisan beliau. Isinya sarat dengan hikmah dan pengetahuan Islam. Banyak teman-teman lama saya yang tadinya kurang ngeh dan tak peduli dengan Islam, dengan membaca karya beliau, sedikit-demi sedikit mereka bisa tau lebih banyak tentang indahnya Islam. Mereka mulai tahu bahwa sebenarnya pacaran itu tidak boleh. Mereka juga mulai familiar dengan istilah khitbah,istilah ikhwan-akhwat, afwan ,na’am, tata aturan pergaulan pria wanita, poligami dan lain sebagainya. Mereka nampaknya lebih menerima nilai-nilai yang disematkan pada jalinan cerita sebuah novel yang dikemas menarik daripada mengambilnya langsung dari ceramah atau pengajian.
Usai bedah buku Riang Merapi, iseng-iseng saya berjalan ke panggung utama. Dan ternyata, bedah buku Cinta Suci Zahrana belum berakhir. Masih tersisa sesi tanya jawab. Dan saat saya tiba, Kang Abik, begitu beliau dipanggil, sedang menjelaskan bahwa janganlah takut untuk nikah muda. Jangan khawatir masalah riski karena sesungguhnya orang yang menikah insya Allah ditambahkan jatah rejekinya, yaitu rejeki istri dan anak-anaknya kelak. Setalah itu ada beberapa pertanyaan luar biasa tentang kepenulisan yang diajukan peserta. Kang Abik menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut juga dengan penjelasan luar biasa dan memuaskan. Penjelasan beliau juga memberi amunisi baru bagi saya dalam dunia tulis menulis.
Usai Shalat Maghrib kami pun bergegas ke mobil dan bersiap-siap untuk pulang. Namun sebelum pulang, terlebih dahulu kami menghabiskan bekal nasi yang dibawa dari rumah.
Ternyata, mencari jalan pulang itu lebih sulit. Kami nyasar ke kawasan Jakarta Utara. Dan untunglah, berkat pertolongan Allah melalui penjelasan tukang ojek di pinggir jalan, kami dapat menemukan jalur yang benar menuju ke Bogor. Alhamdulillah. [Farid Ab|www.famedo.co.cc, Santri Pesantren Media]
Catatan: Tugas menulis reportase di Kelas Menulis Kreatif Pesantren Media