Judulnya pas dengan tragedi akhir-akhir ini di Indonesia. Sebenernya, saya juga bingung, sekarang ini kita lagi ada di musim apa? Kemarau? Atau hujan? Atau malah musim es? Lah, kok musim es?
Iya, jadi pas ba’da sholat Ashar hari Jum’at 30 Oktober lalu, Bogor diberkahi dengan rahmat Allah yang turun dengan suaaaangat derasnya. Sampe genteng asrama akhwat Pesantren Media terbang mengikuti gerak angin yang berhembus #huft. Angin ini sampe bawa sebanyak 3 buah genteng yang letaknya berjarak lumayan. Bisa dibilang, setiap atap kamar santri langsung tembus ke langit. Walaupun gak semuanya. Walhasil, karena atap yang gak pada tempatnya, asrama kami kebanjiran. Kalo boleh lebay, istilah kata hujan di dalam rumah.
Ya, hujan es.
Saya juga sempat meragukan itu, teman. Sanking paniknya, karena kebocoran hebat, dan banyak barang saya yang kotor dan basah karena runtuhan tembok-tembok yang ambrol, saya tidak sempat elihat secara langsung apakah itu memang bener hujan es. Banyak santri yang melihat langsung kejadiannya. Besoknya juga, para guru heboh membicarakan hujan es yang bercampur dengan badai angina yang kencang juga. Walaupun gak kayak ibu-ibu yang suka nggosip di warung-warung belanja juga sih.
But, itulah yang terjadi. PM heboh dengan jeritan-jeritan ketakutan santri akhwat yang barang-barangnya sebagian besar basah karena kebocoran atap. Belum lagi rembesan air hujan lewat celah-celah tembok yang terbelah(entah karena apa) dan jendela yang gak tertutup rapat.
Kejadian ini sering terjadi. Sangat sering. Dari awal mula asrama kami dibangun. Memang sudah seperti itu. Kalo menurut sudut pandangan penulis, kesalahan ada pada proses pembuatan bangunan awalnya. Gak mungkin dong, kalo rumah baru, kemudian langsung merembes air hujan dari celah tembok, yang sama sekali tidak pernah terjadi gempa hebat, kalo bukan karena kesalahan pembangunan awalnya.
Mungkin ini bisa menjadi koreksi bagi semua pembaca, tanpa kecuali. Kalo mau bangun rumah atau apapun yang itu bentuknya bangunan, harus diperhatikan betul pondasi, bahan, dan proses pembangunannya. Bisa saja, tukang yang membangun gak tau gimana hasil yang kita mau. Atau bahan yang diperlukan kurang, sehingga hasil bangunannya kurang baik untuk jangka waktu lama.
Gak ketinggalan, sepanjang pengamatan penulis dan banyak warga Bogor lainnya, banyak sekali pohon-pohon dari yang kecil sampai yang ukuran diameternya setinggi anak SD, tumbang menutupi sebagian muka jalan. Hampir di sepanjang jalan yang terdapat pohon di sana, pasti dikotori dengan bekas robohan pohon yang menimpa apa saja yang disekitarnya. Sepanjang ini, sudah lebih dari 3 kali listrik mati akibat kejadian hujan angin di Bogor sejak kurang lebih sepekan ini. Sepengetahuan saya, sampai detik ini, belum ada korban jiwa yang disebabkan hujan es atau angin ini.
Mungkin saya di sini cuma bisa mengajak pembaca semuanya, supaya bisa terus mendo’akan turunnya hujan yang barokah di tempat-tempat di belahan bumi lainnya, termasuk di Indonesia sendiri. Walaupun, kabut asap di Kalimantan dan Sumatera kabarnya sudah menurun, namun, tetap saja, hujan merupakan rahmat Allah yang patut kita syukuri. Dan saudara-saudara kita di sana, pasti sangat butuh air yang cukup, karena sudah lama menghirup dan diselimuti dengan udara yang penuh dengan racun berbahaya.
[Zahrotun Nissa, santriwati jenjang SMA angkatan ke-3| @nissaniza98]