Namaku Risky. Aku mempunyai sahabat bernama Gilang. Dari kecil sampai kelas 4 SD aku masih bersahabat dengannya, tetapi beberapa tahun ini kami bertengkar bahkan bermusuhan. Oh iya, aku tinggal bersama Ibuku. Ayahku sudah lama meninggal gara-gara kecelakaan, sedangkan Gilang, dia hanya sendiri di rumah, karena orang tuanya sibuk dengan pekerjaan mareka. Sudah sepuluh hari mareka tidak pulang ke rumah. Bahkan sekarang mareka akan pergi ke Hongkong.
Aku dan Gilang kelas 1 SMP dan di sekolah yang sama. Aku masih ingat pada saat kami masih bersahabat. Waktu itu…
Aku menunggu Gilang di taman. Rencananya jam 20.00 WIB aku akan memberi Gilang ketapel dan akan main sepeda. Yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang.
“Hai Ris, maaf ya aku telat?” kata Gilang yang ngos-ngosan.
“Iya gak apa-apa. Eh Lang ini buat kamu” Kataku sambil mamberi.
“Terima kasih ya, ngomong-ngomong siapa yang buat?” katanya.
“Ayah aku” kataku dengan santai.
“Kamu enak Ris punya papa yang mau buatin, kalau aku gak pernah dibuatin selalu dibelin. Papa Mamaku sibuk terus.” Katanya sambil menunduk.
“Sudah-sudah Papamu kan kerja untuk kamu, biar kamu bisa beli mainan yang banyak” Kataku menasehatinya.
“Tapi kan tetap saja kasih sayang orangtua gak bisa dibeli” Ujarnya.
“Udah-udah, kita main yuk! ntar kemalaman nih” kataku, sudah menaiki sepeda.
Jep… ingatanku seketika itu menghilang, dan teringat masa pada saat kami putus persahabatan. Waktu itu Gilang lagi makan somay di tempat yang biasa kami datangi, malam itu aku janji dengan Gilang mau bermain sepeda.
“Ni Bang, sekarang jam berapa ya?” kata Gilang, memberi uang kepada abang penjual somay sambil melihat jam yang ada ditangannya itu.
Lalu aku pun datang.
“Sorry Lang, aku tadi habis nganterin Fitri ke toko buku” Kataku.
“Ah kalau cewek kamu duluin terus” kata Gilang.
“Tapi kan aku Cuma temenan sama dia” Kataku.
“Diam kamu, banyak alasan” kata Gilang yang marah.
“Loh kamu mau ngapain sekarang?” kataku sambil membelokan sepeda.
“Aku mau kabur” kata Gilang menaiki sepedanya.
“Eh, kamu mau kemana?” kataku menahan langkahnya.
“Aku mau kabur, soalnya Papa sama Mamaku udah gak pentingin aku lagi. Mareka lebih pentingin pekerjaan daripada aku” katanya membentakku.
“Eh, kamu jangan asal ngomong ya. Kamu harus bersyukur masih punya dua orang tua. Sedangkan aku, aku udah ditinggalin Ayah” kataku membalas amarahnya.
“Tapi kamu masih punya Ibu yang sayang banget sama kamu” ucapnya menunjuk kearahku.
“Tapi kan kamu punya aku, sahabat kamu” Ujarku sambil menarik bajunya.
“Kamu, sahabat aku?, gak!!” kata Gilang yang pergi berlalu.
“Gilang, kamu mau kemana??” Aku menjerit.
Pada saat itulah aku dan gilang bermusuhan.
Hari ini aku akan pergi ke sekolah. Sesampainya di sekolah, aku bertemu dengan Gilang. Dia melihatku tanpa berkata apa-apa.
ooOoo
Waktu telah berlalu, sekolahku sudah selesai belajar mengajar. Aku pulang, saat sampai di rumah aku bertemu Gilang bersama Ibu.
“Bu, kenapa dia ada di sini sih?” kataku kesal.
“Risky kalau gak ada Gilang pasti hari ini Ibu sudah mati” kata Ibu menjelaskan.
“Tapi kenapa harus dia?” Ucapku.
“Eh, Tante aku pulang dulu ya?” kata Gilang berlalu pergi.
“Yaudah, terima kasih ya, hati-hati ya Nak Gilang!!” kata Ibuku dengan lembut”
“Iya Tante” katanya.
“Ya sudah Risky, ayo kita masuk!!” kata Ibu merangkulku.
Aku membawa Ibu ke kamar dan Ibu minta diambilkan air putih. Aku pun mengambilkannya. Lalu ibu berkata padaku,
“Risky, Ibu dengar kamu berantem ya sama Gilang? Kenapa Risky?” kata Ibu.
“Gak apa-apa kok Bu” kataku memalingkan pandangan.
“Risky ingat, cari musuh itu gampang, tapi kalau cari sahabat itu susah. Jadi Ibu mau, kamu sama Gilang baikan lagi seperti dulu” kata ibu menjelaskan.
Saat Ibu bilang cari musuh itu gampang, tapi kalau cari sahabat itu susah, aku berfikir sebentar. Masa Cuma gara-gara cewek persahabatan kami putus? Ternyata gak ada orang yang sama seperti Gilang, dia memang sahabatku.
Lalu di sekolah aku bertemu lagi dengan Gilang. Dan aku memberi surat yang isinya:
Lang, aku sadar apa yang kuperbuat selama ini salah. Aku baru tau kalau tidak ada orang yang sama seperti kamu. Kamu memang sahabatku, benar-benar sahabatku yang sejati. Terima kasih Gilang, kamu mau kan baikan lagi sama aku? dan menjalani saat-saat persahabatan kita seperti dulu. By: Risky.
Lalu Gilang berkata
“Jadi kita baikan nih?” kata Gilang sambil tertawa.
“Iya dong, kita ini kan Best Friend Forever” kataku sambil memukul bahunya.
Sejak saat itulah kami tidak pernah bertengkar atau bermusuhan. Kami sudah seperti adik dan kakak saja, kemana-mana tidak bisa dipisahkan. Kami akan menjadi sahabat yang setia dan sejati untuk selamanya. Ingat ya? Cari musuh itu gampang, tapi kalau cari sahabat itu susah sekali. Jadi berbaik hatilah kepada teman, agar mareka bisa menjadi sahabat yang setia.
[Wigati, santriwati angkatan ke-2, jenjang SMP, Pesantren Media]
Catatan: Tulisan ini sebagai tugas di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media
KOMENTAR: Ceritanya sederhana. Namun untuk ukuran sebagai penulis pemula, Wigati sudah cukup bagus menyampaikan pesan dalam cerita fiksinya ini. Masih ada beberapa kesalahan penulisan ejaan, meski tak sebanyak pada tulisan-tulisan sebelumnya. Penulisan judul tidak perlu menggunakan tanda kurung yang dimaksudkan sebagai singkatan. Dalam menulis cerita fiksi sebenarnya juga diperlukan logika (nalar), sehingga cerita mengalir secara natural. Nah, menurut saya, ada yang janggal, “bermaian sepeda jam 8 malam? Rasanya jarang ada orang tua yang membolehkan anaknya main sepeda di malam hari”. Meski cerita fiksi itu khayalan, tetapi perlu juga nalar. Terus berlatih menulis!