Tanya:
Aslm. Fidiyah untuk orang yang tidak puasa karna hamil, brapa kg beras dan kalo uang jumlahnya berapa? (0852478 XXXX Karmila, pendengar Radio al-Hikmah, Berau-Kalimantan Timur)
Jawab:
‘alaikumussalam
FIDYAH, JIKA TAK KUAT PUASA
Aslinya, wanita hamil pengganti puasanya adalah puasa juga. Ini disetarakan dengan pengganti puasa karena safar (perjalanan jauh). Rasulullah saw bersabda:
InnallaaHa [Sesungguhnya Allah) wadha’a [mengangkat] ’anil musaafiri [kewajiban terhadap orang yang melakukan safar] nishfash shalaati wa shawma [setengah shalat dan puasa] wa ’anil hublaa [dan dari wanita hamil] wal murdhi’i [dan wanita yang menyusui]. (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Adi)
Kecuali jika sampai akhir bulan Sya’ban wanita tersebut tidak sanggup mengganti puasa dengan puasa. Misal, ketika bulan Ramadhan dia hamil. Bulan Muharram tahun berikutnya dia melahirkan lalu menyusui. Maka sepanjang dua tahun sembilan bulan, setiap kali bertemu Ramadhan dia selalu tidak berpuasa dan di luar Ramadhan pun tidak kuat mengganti puasanya dengan puasa. Dalam kondisi seperti inilah puasa pengganti bisa diganti dengan fidyah (memberi makan seorang miskin). Allah SWT berfirman:
Wa ’alallaziina yuthiiquunaHu fidyatun tha’aamu miskiin
[Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin] (QS. Al-Baqarah [2]: 184)
Sa’id bin al-Musayyab memasukkan wanita hamil sebagai orang yang bisa membayar pengganti puasanya dengan fidyah.
Ibnu Jarir ath-Thabari meriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyab, dan beliau adalah sesepuh para tabi’in, dimana dia berkata: Firman Allah ”fidyatun tha’aamu miskiin” [membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin] berkenaan dengan orang tua yang sebelumnya biasa berpuasa lalu karena ketuaannya dia tidak mampu lagi berpuasa, dan wanita hamil yang tidak ada kewajiban puasa atasnya, maka bagi setiap orang dari kedua golongan ini ada kewajiban memberi makan seorang miskin sebanyak 1 mud tepung gandum (hinthah) untuk setiap hari yang dilewatinya dalam bulan Ramadhan.
UKURAN FIDYAH
Mengenai ukuran fidyah, ternyata para sahabat dan tabi’in berbeda pendapat. Sa’id bin al-Musayyab menyatakan ukurannya 1 mud, sedang Ibnu Abbas ra menyatakan ukurannya ½ sha`.
Dari Mujahid dari Ibnu Abbas ra, bahwa dia ketika membaca ”Wa ’alallaziina yuthiiquunaHu fidyatun tha’aamu miskiin” [Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin] maka dia berkata: seorang tua yang tidak mampu lagi berpuasa, maka dia berbuka dan yuth’imu [memberi makan] ’an kulli yawmin [dari setiap harinya] miskiinan [seorang miskin] nishfa shaa`in [sebanyak ½ sha`] min hinthaH [gandum] (HR. Ad-Daruquthni)
Yang lainnya mengatakan bahwa ukuran fidyah adalah 1 sha’. Ada juga yang ¼ sha’. [1 Sha’ gandum setara dengan 2.175 gram gandum. 1 Mud gandum = ¼ sha` = 543 gram gandum]. Perbedaan ini karena memang nash al-Qur`an tidak menentukan ukurannya. Jadi, ukuran fidyah masuk dalam ranah ijtihad masing-masing shahabat nabi dan para tabi’in. Yang penting adalah ”membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” Berapa ukurannya, terserah kita mengukur berapa layaknya makanan bagi seorang miskin pada saat ini di tempat kita berada.
MAKANAN SIAP SAJI
Paling afdhal, fidyah diberikan dalam bentuk makanan siap makan. Misal satu porsi makanan si miskin: nasi, telur, sayur, plus air putih. Si miskin makan 2 atau 3 kali sehari. Maka jika misalnya puasa yang ditinggalkan sebanyak 30 hari maka 30 hari x 3 porsi makanan/ hari = 90 porsi makanan. Jumlah orang miskinnya juga tergantung kondisi. Fidyah bisa diberikan ke 1 orang miskin selama 30 hari, atau bisa juga diberikan ke 5 orang miskin selama 6 hari. Yang penting totalnya 30 hari.
Teknisnya, bisa kita sendiri yang memasaknya, bisa juga kita bayar sejumlah uang ke warung makan lalu orang-orang miskin mengambil makanan ke warung tersebut. Misal 1 porsi harganya Rp 7.000. Maka 90 porsi = Rp 630.000. Tentu menunya harus berbeda, agar tidak bosan.
Perlu diperhatikan bahwa harga per porsi makanan bisa berbeda-beda untuk setiap daerah. Misalnya harga untuk satu porsi makanan di Kota Bogor dengan menu telur dan sayur Rp 7.000, namun bisa jadi harga di Kota Jogja lebih murah, dan di Kota Magelang jauh lebih murah lagi. Sementara di Kota Balikpapan dan Samarinda lebih mahal daripada di Pulau Jawa. Bahkan di Papua jauh lebih mahal lagi. Untuk itu, konversi harga harus melihat harga kebutuhan pangan masing-masing daerah. [Umar Abdullah]