Loading

Setiap manusia dilahirkan spesial. Tak peduli dia keluar dari rahim seorang budak hina yang hitam legam sekalipun, dia tetaplah manusia, tetaplah spesial. Bahkan meskipun dia dilahirkan dalam keadaan hitam putih – kulit hitam gigi putih – dia tetaplah spesial. Diciptakan dan dilahirk
an bukan karena Tuhan iseng, melainkan ada tujuan pasti di balik semuanya.

Namun demikian, ternyata tak sedikit manusia yang tumbuh menjadi peragu. Ragu atas dirinya sendiri. Tenggelam dalam pertanyaan, benarkah saya spesial? Bukankah ketika cermin memantulkan bayangan wajahnya, wajah itu penuh dengan jerawat? Bukankah ketika ia berdirii bersisian dengan orang lain, dia selalu yang paling pendek? Bukankah ketika disodorkan soal-soal, otaknya selalu buntu bahkan kadang heng? Lalu di mana letak istimewanya?

Entah pernah membaca atau mendengar, yang jelas, saya pernah menjumpai perumpamaan ini; kemarau setahun, sirna oleh hujan sehari. Sesuatu yang besar, hilang hanya oleh sesuatu yang remeh. Seseorang mungkin punya segudang kelebihan. Tapi semua kelebihan itu seolah sirna oleh setitik kelemahan yang tiba-tiba disadari ada di dalam diri.

Hanya karena setitik jerawat batu di hidung misalnya, seorang remaja putri bahkan ada yang enggan bertemu siapa pun. Tak ada yang dilakukannya selain berdiam di kamar. Menatap bayangan diri di cermin kamar sambil memencet-mencet jerawatnya. Lalu bilang, “kenapa jerawat sialan ini harus hinggap di wajahku. Aaah! Aku merasa telah menjadi orang terjelek sedunia.”

Begitu pula ketika seseorang lambat atau bahkan tidak menguasai suatu pelajaran tertentu, maka belum tentu dia itu orang yang bodoh. Banyak sekali penemu hal-hal besar di dunia ini yang awalnya begitu disepelekan karena kebodohannya.

Di sini saya angkat satu orang saja, Thomas Alva Edison. Siapa sangka penemu bola lampu modern dan pemegang 1.093 paten atas namanya ini, dulunya adalah orang yang dianggap sangat bodoh oleh guru-guru di sekolahnya? Saking bodohnya, para guru meminta orang tuanya untuk mengeluarkan Thomas kecil dari sekolah.

Maka tak ada alasan untuk terpuruk. Bangkitlah. Karena sebodoh dan serendah apapun seseorang dalam pandangan manusia, pasti ada saja hal-hal istimewa yang melekat padanya.

Hanya saja, tinggal sejauh mana kegigihan kita untuk menggali dan melesatkan keistimewaan diri yang tersembunyi, itulah yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya.[]

[Farid Ab, santri jenjang SMA, Pesantren Media]

By Farid Ab

Farid Abdurrahman, santri angkatan ke-1 jenjang SMA (2011) | Blog pribadi: http://faridmedia.blogspot.com | Alumni Pesantren MEDIA, asal Sumenep, Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *