Practice makes perfect.
Itu kata pepatah dalam Bahasa Ingris yang selalu saya temukan sejak dulu. Sebuah kalimat yang kurang lebih memiliki makna; jika ingin menguasai suatu keterampilan, maka berlatihlah. Semakin banyak berlatih, maka akan semakin terampillah menggunakan keahlian itu.
Kata pepatah ini, sejak dulu pula saya rasakan kebenarannya. Dalam segala hal, ketika saya mempelajari sebuah keahlian, apa pun itu, penguasaannya memang tergantung dari kualitas dan kuantitas dari latihan itu sendiri.
Begitu pula ketika saya harus belajar mengemudikan mobil. Melihat dan mengamati orang lain saja dalam mengendalikan benda berukuran kurang lebih 2×3 itu di jalanan, ternyata sangat jauh dari cukup. Kelihatannya saja mudah. Tinggal injak kopling, ganti gigi, injak gas, bla bla bla. Beberapa pengemudi bahkan sering saya lihat sambil melakukan aktifitas lain. Sambil menelepon atau sarapan bagi orang-orang yang berada di tengah kesibukan. Atau sambil menghitung uang, seperti yang sering dilakukan supir angkot. Amboi! betapa mudahnya.
Tapi kesan mudah itu sirna seketika ketika saya duduk di belakang kemudi dan menginjak gas mobil untuk yang pertama kali. Begitu kaki kanan saya menekan gas, mobil tidaklah berjalan sebagaimana semestinya. Tidak semulus kendaraan lain yang melintas mendahului. Mobil saya malah melaju bak orang mabuk; tersendat, sendat. Bahkan serasa seolah hendak meloncat ke depan. Membuat panik. Membuat hati berdebar-debar tak karuan.
Maka jika tidak kuat mental juga keinginan untuk bisa, mungkin saya sudah berhenti belajar nyetir mobil. Bilang gasnya sensitif sekali, atau kakinya tidak cocok dengan gas mobil, atau tidak punya bakat belajar nyetir mobil, atau alasan-alasan lain yang bahkan mungkin terasa tidak masuk akal.
Tapi, memang di sinilah kesabaran dan kesungguhan diuji. Karena kegagalan itu sebenarnya lumrah dalam sebuah proses pembelajaran. Karena sepahit apa pun sebuah kegagalan, itu sebenarnya hanyalah keberhasilan yang tertunda. Justru dengan menyerah, tidak mencoba lagi, itulah sebenarnya kegagalan yang sebenarnya.
Maka dengan sabar saya teruskan latihan ini. Dan benar saja. Ketika dilakukan lagi berulang-ulang, kaki saya ternyata lebih bisa ‘menjiwai’ dalam hal tekan menekan gas. Semakin banyak diulang, semakin haluslah pergerakan mobil. Tidak ada lagi mobil yang berjalan tersendat-sendat seperti jalannya orang mabuk. Lama-lama, untuk urusan menginjak gas, saya tak perlu lagi mikir panjang dan rumit.
Maka setelah urusan menginjak gas sudah di bawah kendali alam bawah sadar, konsentrasi saya pindahkan ke hal-hal lain yang masih dominan otak kiri yang menjalankannya. Hal selanjutnya yang masih harus saya latih adalah memindah gigi dari gigi satu ke gigi dua. Awalnya, sungguh tak mudah melakukan ini. Apalagi sebelumnya, saya belum terbiasa dengan ‘teknologi’ kopling. Sebenanya dulu pernah diajari teman belajar motor kopling. Tapi belum berhasil karena kurangnya kemauan dan kesabaran. Begitu saya ditertawai teman-teman karena tidak becus menarik kopling motor, saya langsung berhenti. Tidak mencoba lagi.
Namun sekarang, apa pun yang terjadi saya bertekad, bagaimana pun caranya saya harus bisa meggunakan kopling mobil ini dengan baik. Tak mudah memang, tapi harus saya lakukan hingga berhasil. Begitu kopling ditekan, gigi satu berhasil saya pindah ke gigi dua, ketika gas mulai ditekan, tak ayal, mobil langsung mogok. Hati pun tambah tak karuan.
Namun sekali lagi, apapun yang terjadi, saya harus bisa. Maka saya coba lagi. Ternyata bisa. Meskipun mobil kembali melonjak. Seolah hendak melompat ke depan.
Saya hentikan mobil. Saya ulangi lagi beberapa kali. Akhirnya, untuk yang pertama kali dalam sejarah hidup saya, saya berhasil memindahkan gigi satu ke gigi dua mobil dengan mulus. Hati saya pun bersorak gembira seiring dengan meningkatnya kepercayaan diri.
Setelah bersusah payah mencoba, akhirnya kemajuan yang pesat bisa saya dapatkan. Di pertemuan kedua belajar mobil, saya bahkan sudah diperbolehkan melaju di ‘jalan yang sebenarnya’. Keluar dari jalanan kampus IPB – tempat di mana pertama kali saya menginjak gas mobil – menuju jalan raya. Membawa pulang mobil. Melewati jalan raya yang selalu macet; penuh dengan motor, mobil pribadi, bahkan angkot yang identik dengan main serobot dan belok sembarangan.
Alhamdulillah, di pertemuan-pertemuan selanjutnya, saraf-saraf saya semakin menyatu dengan komponen-komponen pengendali mobil. Membuat saya semakin lincah melaju di jalanan. Tak ada lagi sebenarnya yang saya butuhkan sekarang kecuali satu; jam terbang. Sebuah istilah yang merujuk pada kata awal dari pepatah yang saya tulis di awal curhat ini; practice.
Ya, practice makes perfect, sebaris kalimat sakti yang mana tidak hanya dibutuhkan oleh saya yang belajar nyetir mobil, tapi oleh semua manusia di dunia ini yang berkeinginan untuk menjadi ahli.
Berikut cuplikan video di hari pertama belajar nyetir.
[Farid Ab, santri jenjang SMA, Pesantren Media | fardmedia.blogspot.com]