Oleh Umar Abdullah
Tulisan ini sebagai bantahan terhadap Fatwa MUI yang menyatakan bahwa bekicot itu haram.
PEMAHAMAN FAKTA YANG SALAH
Sekretaris Fatwa MUI, Asrorun Niam, menjelaskan, bekicot adalah jenis hewan yang hidup di dua alam. Sedangkan tutut (Keong/ Bellamya Javanica/ Viviparus Javanica) adalah hewan yang mirip dengan bekicot, namun hidupnya berasal dari air. ”Tutut itu masuk dalam kategori hewan air, itu boleh karena habitat asalnya di air. Kecuali dia memiliki habitat air dan darat,” ujar Asrorun saat berbincang dengan detikcom, Rabu (20/3/2013)
Ada kesalahan Asrorun Niam, Sekretaris Fatwa MUI, dalam memahami fakta. Fakta yang dipahami terbalik-balik. Pemahaman fakta yang benar adalah tutut (keong sawah) hidup di air dan di darat. Tutut biasanya di air yang tergenang dan berlumpur. Kadang di lumpur sawah atau kolam, kadang menempel di pematang sawah atau di tanaman yang ada di sawah. Sedangkan bekicot hidup di darat saja. Kadang memanjat tanaman darat, kadang di tanah, bahkan sering kita jumpai di tembok rumah. Dengan demikian Komisi Fatwa MUI telah salah mengeluarkan fatwa tentang sesuatu, karena berdasarkan pemahaman faktanya sudah salah.
MENGHARAMKAN TANPA DALIL
Sekretaris Fatwa MUI, Asrorun Niam, menjelaskan, berdasarkan dalil dan rujukan mayoritas kaum ulama fikih, hewan (yang hidup di dua alam) itu jelas haram. (detikcom, Rabu (20/3/2013))
Memang betul bahwa ada ulama yang mengharamkan hewan yang hidup di dua alam. Tapi tidak ditemukan dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah tentang pengharaman hewan yang hidup di dua alam. Jika ada, maka dalam al-Qur`an surat apa dan ayat berapa? Atau mungkin Hadits Rasulullah yang mana dan riwayat siapa?
Sejauh pengetahuan saya, wallaahu a’lamu, tidak ditemukan dalil tentang hewan yang hidup di dua alam. Katak, yang sering dijadikan contoh hewan yang hidup di dua alam, haram dimakan, karena katak memang termasuk hewan yang dilarang untuk dibunuh. Dengan memakannya maka otomatis akan membunuhnya. Keharaman membunuh katak ini karena memang ada dalilnya. Dalilnya adalah Hadits Rasulullah saw.:
Dari Abdurrahman bin Utsman al-Qurasyi bahwasannya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang katak yang dijadikan obat, lalu Rasulullah melarang membunuhnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa`i, al-Hakim, dan al-Baihaqi)
Jadi bukan dalil tentang hewan yang hidup di dua alam. Tidak ditemukan dalil tentang hewan yang hidup di dua alam. Yang ada hanyalah pendapat-pendapat dari ulama. Meski pendapat ulama boleh diikuti, namun pendapat ulama bukanlah dalil. Dan setelah diteliti pengkategorian hewan yang hidup di dua alam itu juga tidak perlu ada. Golongan Syafi’iyah yang memakai pengkategorian ini pun memilah hewan yang hidup di dua alam menjadi dua. Pertama, hewan yang hidup di dua alam yang ada larangan memakannya, seperti katak. Dan kedua, hewan yang hidup di dua alam yang tidak ada larangan memakannya, seperti burung laut, maka tetap halal dengan syarat harus disembelih. Jadi, hentikan saja pengharaman karena pengkategorian hewan yang hidup di dua alam. Tetapi langsung saja pada hewan ini dalilnya mana hukumnya apa, dan hewan itu dalilnya mana hukumnya apa. Lebih simple dan lebih jelas.
MENJIJIKKAN MANA DENGAN LORJUK DAN TERIPANG?
Kamis sore, 21 Maret di Metro TV saya mendengar bahwa pengharaman Bekicot karena bekicot itu menjijikkan. Pertanyaannya, menjijikkan mana bekicot dengan lorjuk/ kerang bambu (Solen grandis) yang mirip cacing. Saya sertakan foto-foto lorjuk.
Pertanyaan kedua, menjijikkan mana bekicot dengan teripang/ gamat (Holothuroidea) yang mirip (maaf) penis (alat kelamin laki-laki). Saya sertakan foto-foto teripang.
Dengan demikian Komisi fatwa MUI harus mempelajari lebih mendalam fakta tentang hewan-hewan yang terkategori Mollusca agar tidak salah mengeluarkan fatwa.
Hewan-hewan invertebrata memang begitulah adanya. Kerang, siput (termasuk tutut dan bekicot), teripang, memang bentuknya agak aneh dan bagi sebagian orang merasa jijik melihatnya. Tapi menjijikkan bagi sebagian orang itu tidak otomatis jadi haram dikonsumsi. Lihatnya bagaimana Rasulullah saw menanggapi dhab yang dihidangkan kepada beliau saw.
Beliau menahan tangan beliau dan tidak memakannya.
Lalu ada yang bertanya, ”Apakah itu haram, wahai Rasululullah?”
Beliau menjawab, ”Tidak, hanya saja hewan ini tidak ada di negeri kaumku sehingga aku merasa jijik terhadapnya.”
Berikut ini foto dhab.
FATWA ANEH, BEKICOT DIHARAMKAN, TAHI DIHALALKAN,
Akhir-akhir ini Komisi Fatwa MUI ini memang aneh. Bekicot yang tidak ada dalil yang mengharamkannya malah diharamkan MUI. Sementara biji kopi yang sudah asem dan beraroma wangi pandan yang ada di tahi luwak yang jelas-jelas sudah menjadi barang najis malah dihalalkan MUI. Tentang hukum mengkonsumsi kopi luwak bisa dilihat di tulisan saya berjudul EEK GORENG KOPI LUWAK.
BEKICOT ITU HALAL DIKONSUMSI
Tinggal persoalannya, apakah ada dalil tentang bekicot? Secara taksonomi, hewan ini kategori Molusca (bertubuh lunak), satu filum bersama kerang dan cumi-cumi. Kelasnya Gastropoda (siput-siputan) bersama tutut. Nama spesies bekicot adalah Achatina fulica.
Sepanjang yang saya tahu, tidak ada dalil khusus tentang siput-siputan. Oleh karena itu, kita harus merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur`an Surat al-Jaatsiyah [45] ayat 13 yang menyatakan bahwa apa yang ada di langit dan di bumi semuanya diperuntukkan bagi manusia:
”Dan Dia (Allah) menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir. ”
Dan jika suatu jenis hewan tidak sebutkan secara jelas apakah hewan tersebut halal atau haram, maka kita merujuk pada Hadits Rasulullah saw.
Dari Salman al-Farisi ra, ia berkata, ”Rasulullah saw pernah ditanya tentang lemak, keju, dan kulit, kemudian beliau menjawab, ’Yang halal yaitu apa saja yang dihalalkan Allah dalam KitabNya dan yang haram yaitu apa saja yang diharamkan Allah dalam KitabNya, sedang apa yang didiamkan terhadapnya maka itu termasuk yang dimaafkan (dibolehkan) bagi kalian.’ (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Jadi, bekicot termasuk hewan yang halal dikonsumsi. Wallaahu a’lam.[]