Kenapa Asrama-asramaku? Karena memang tidak hanya satu. Biar kuceritakan. Begini.
Aku dibesarkan oleh ibu yang sangat perhatian. Sejak kecil, Aku sekolah di rumah. Dari kelas 1 sampai kelas 6 aku sekolah homeschooling atau sekolah di rumah. Ibuku khawatir jika aku bersekolah di sekolah negeri atau swasta. Mengapa? Soal pengawasan. Ya, memang sangat kurang jika di sekolah umum, dikarenakan jumlah murid yang sangat banyak, ibuku khawatir aku menjadi anak yang nakal.
Di kelas 5, ibuku menyuruhku belajar ke pesantren dengan menjadi santri. Walaupun bukan santri dalam dalam arti betulan, maksudku aku juga sering pulang kerumah tetapi tidur atau belajar di Pesantren.
Pesantren itu memiliki 3 asrama, 2 ikhwan, 1 akhwat. Saat kelas 5, pertama Aku menempati asrama yang paling dekat dengan kelas. Asrama itu berada di lantai 2 rumah kepala sekolah. Santri SMP dan aku tinggal di asrama itu.
Saat aku kelas 6, santri akhwat bertambah, sehingga asrama ikhwan digabung semua. Kelas 6 aku menempati asrama kedua, yaitu asrama yang paling jauh dengan kelas dan masjid. Asrama itu sebuah rumah yang mempunyai 5 kamar dengan santri kurang lebih 17 orang.
Cerita tadi, itu ketika Pesantren Media masih di Laladon, Ciomas. Belum pindah ke Parung seperti saat ini. Ketika Aku SMP kelas 1 (Pesantren Media sudah pindah ke Parung), aku bersekolah di Pesantren itu, dan sekarang menjadi santri yang sebenarnya. Oh iya, ketika Aku SMP Pesantren sudah pindah ke Parung, sehingga Asramaku pindah kembali. Asramaku saat itu hanya meiliki satu ruangan, kami menyebutnya Bedeng. Semua kegiatan santri, dari makan, mengerjakan tugas, tidur, semua di kerjakan di satu tempat tersebut.
Sekarang Aku SMP kelas 3, dan asramaku pindah kembali. Saat ini, santri Ikhwan lebih banyak dari santri akhwat, sehingga asrama akhwan dan akhwat ditukar. Ikhwan menempati asrama yang lebih besar, dan akhwat di Bedeng atau asrama ikhwan dulu.
Jadi ya, aku sudah menempati 4 Asrama, lumayan banyak.
Itulah ceritaku tentang Asrama. [Taqiyuddin Abdurrahman Leboe, kelas 3 SMP]