Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT. Berkat rahmad dan karunia-Nya saya masih bernafas dan dapat mengerjakan tugas tafsir yang telah diamanahkan kepada saya. Sholawat dan salam tercurah kepada nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing dari jalan jahiliyah ke jalan yang benar penuh ilmu kepengetahuan ini. Saya juga berterima kasih kepada orang-orang yang telah membantu saya mengerjakan tugas makalah ini. Makalah yang saya tulis dan susun ini berjudul “ASBABUN NUZUL”. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri maupun orang lain yang membacanya, amiin yaa rabbal ‘alamin. Saya sadar makalah ini masih banyak memiliki kekurangan atau istilahnya ‘tak ada gading yang tak retak’ begitulah makalah saya. Saya mengharapkan saran-saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca guna memperbaiki pembuatan makalah saya yang lainnya.
Bogor, 07 Oktober 2014
Penyusun Makalah
Ela FajarWati Putri
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
- Latar Belakang
- Rumusan Masalah
- Tujuan Penulisan
- Manfaat Penulisan
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Asbabun Nuzul
2.2 Macam-Macam Asbabun Nuzul
2.3 Redaksi Asbabun Nuzul
2.4 Satu Ayat dengan Sebab Banyak
2.5 Banyaknya Nuzul dengan Satu Sebab
2.6 Beberapa Ayat yang Turun Mengenai Satu Orang
2.7 Turunnya Surat Al-Qur’an Yang Pertama Sampai Yang Terakhir
2.8 Defini Ilmu Makiyah dan Madaniyah
2.9 Cara Mengetahui periwayatan dalam Asbab an-Nuzul
2.10 Kaidah Penetapan Hukum dikaitkan dengan Asbabun Nuzul
2.11 Urgensi dan Faedah (Manfaat) dari mempelajari Asbabun Nuzul
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Bab I Pendahuluan
- Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci bagi umat beragama Islam, dan juga merupakan mukjizat nabi Muhammad SAW. Al-Qur’an itu petunjuk bagi umat islam dalam menjalani kehidupan di dunia. Hal itulah yang menjadi landasan untuk mempelajari al-qur’an secara keseluruhan. Mempelajari al-qur’an secara keseluruhan tidak hanya memahaminya secara bahasa saja, jika demikian akan salah menafsirkan isi al-qur’an tersebut. Untuk memahaminya secara utuh kita harus tahu sejarah atau latar belakang turunnya ayat-ayat al-qur’an tersebut.
Sejak zaman sahabat ilmu tentang asbabun nuzul dianggap sangat penting untuk memahami penafsiran al-qur’an yang benar, karena hal ini mereka berusaha mempelajarinya. Mereka bertanya kepada nabi Muhammad SAW tentang sebab-sebab turunnya ayat, atau bertanya kepada sahabat yang menyaksikan peristiwa turunnya ayat al-qur’an. Demikian pula para tabi’in yang datang kemudian, ketika mereka harus menafsirkan ayat-ayat hukum, mereka memerlukan asbabun nuzul agar tidak salah mengambil kesimpulan.
Pengaruh asbabun nuzul yang sangat besar terhadap pemahaman makna ayat-ayat al-qur’an, hal ini dibuktikan dalam sebuah ayat al-qur’an yang akan sulit menafsirkannya jika kita tidak melihat latar belakang turunnya ayat tersebut. Seperti firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah : 115 yang berbunyi :
ولله المشرق و المغرب فأينما تولوا فثم وجه الله
“Dan bagi Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kalian memalingkan muka, maka disana pula wajah Allah”. Bila dipahami secara umum, dapat disimpulkan bahwa sholat kearah mana saja tanpa menghadap kiblat dibenarkan. Tentu saja pemahaman ini salah, karena salah satu syarat sah sholat adalah menghadap kiblat. Jika kita melihat asbabun nuzul ayat ini, maka akan menjadi jelas bahwa ayat ini diperuntukkan untuk para musafir yang tidak mengetahui arah kiblat, setelah berij’tihad dan melaksanakan sholat setelah itu ia baru mengetahui kesalahannya, dalam kasus ini sholatnya tetap sah dan ia tidak perlu mengulangnya. Contoh lainnya terdapat dalam QS.Al-Maidah : 93.
Karena pentingnya ilmu asbabun nuzul ini, banyak ulama yang menaruh perhatian khusus pada kajian ini bahkan menuliskan buku khusus tentang asbabun nuzul seperti Ali bin Al-Madini, gurunya Imam Al-Bukhori, lalu al-Wahidi menuliskan kitab asbabun nuzul yang kemudian dirangkum oleh al-Ja’bari dengan menghilangkan sanad-sanad haditsnya, tanpa menambahkan ataupun mengurangi isinya. Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Hajar, yang sayangnya bukunya tidak lengkap sampai kepada kita, dan yang paling populer adalah Al-Suyuthi dengan kitabnya Lubabunnuqul fi asbabinnuzul.
- Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan asbabun nuzul?
- Berapa macam asbabun nuzul?
- Apa redaksi asbabun nuzul itu?
- Apa yang dimaksud dengan satu ayat dengan sebab banyak?
- Apa yang dimaksud dengan banyaknya nuzul dengan satu ayat?
- Apa maksud dari ayat yang turun mengenai satu orang?
- Bagaimana turunnya surat pertama sampai terakhir?
- Apa yang dimaksud ilmu makiyah dan madaniyah?
- Bagaimana cara mengetahui periwayatan dalam asbabun nuzul?
- Bagaimana kaidah penetapan hukum yang dikaitkan dengan asbabun nuzul?
- Apa urgensi dan faedah mempelajari ilmu asbabun nuzul?
- Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui pengertian asbabun nuzul
- Mengetahui macam-macam asbabun nuzul
- Mengetahui redaksi asbabun nuzul
- Mengetahui maksud dari satu ayat dengan sebab banyak
- Untuk mengetahui maksud banyaknya nuzul dengan satu ayat
- Untuk mengetahui maksud ayat yang turun mengenai satu orang
- Untuk mengetahui perihal bagaiman turunnya surat al-qur’an yang pertama sampai yang terakhir
- Mengetahui ilmu makiyah dan madaniyah
- Mengetahui bagaimana cara periwayatan dalam asbabun nuzul
- Mengetahui urgensi dan faedah mempelajari asbabun nuzul
- Dan untuk memenuhi tugas pelajaran tafsir yang telah diamanahkan kepada saya
- Manfaat Penulisan
Memberi pengetahuan baru dan cakrawala mengenai asbabun nuzul kepada saya dan para pembaca makalah ini.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asbabun Nuzul
Menurut bahasa (etimologi), asbabun nuzul berarti sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Kalimat Asbabun Nuzul berasal dari gabungan dua kalimat atau dalam bahasa arab disebutnya kalimat idhafah. Kalimat ‘Asbab’ jamak dari ‘Sababa’ yang artinya sebab-sebab, dan nuzul berarti turun. Yang dimaksud disini adalah ayat-ayat Al-Qur’an.
Menurut istilah (terminologi) asbabun nuzul memiliki banyak pengertian, diantaranya :
- Muhammad Abdul Azim al-Zarqani, seorang ahli tafsir, mendefinisikan asbabun nuzul adalah suatu peristiwa yang terjadi di masa Rasulullah SAW yang kemudian turun ayat yang membicarakan atau menjelaskan ketentuan hukum mengenai peristiwa itu,
- Definisi menurut Dr. Subhi Shaleh ialah
ما نزلت الآية اواآيات بسببه متضمنة له او مجيبة عنه او مبينة لحكمه زمن وقوعه
asbabun nuzul itu suatu perkara yang menyebabkan turunnya ayat, baik berupa jawaban ataupun sebagai penjelasan yang diturunkan saat peristiwa itu terjadi.
- Ash-Shabuni mendefinisikan asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya beberapa ayat yang berhubungan dengan kejadian itu, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi SAW ataupun kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
- Manna’ Al-Qattan mendefinisikan asbabun nuzul adalah suatu hal yang karena hal itu Qur’an diturunkan untuk menjelaskan hukumnya pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa ataupun pertanyaan.
- Nurcholis Madjid menyatakan bahwa asbabun nuzul adalah konsep, teori, atau berita tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-qur’an kepada nabi saw, baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat atau satu surat.
Dari semua pengertian atau definisi di atas dapat disimpulkan bahwa asbabun nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi apa-apa yang turun dalam al-qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan atau memberikan keterangan tentang persoalan ataupun peristiwa.
Mengutip pengertian dari Dr. Subhi Shaleh, kita dapat mengetahui ada kalanya asbabun nuzul berupa peristiwa atau juga berupa pertanyaan. Asbabun nuzul berupa peristiwa itu terbagi menjadi 3, yaitu :
- Peristiwa berupa pertengkaran
Kisah turunnya surat Ali-Imran : 100 , yang bermula dari adanya perselisihan antara Suku Aus dan Suku Khazraj, Perselisihan ini timbul dari intrik-intrik yang ditiupkan orang –orang Yahudi, sehingga mereka meneriakkan “Senjata, Senjata”.
- Peristiwa berupa kesalahan yang serius, contohnya peristiwa seseorang yang mengimami sholat dalam keadaan mabuk, sehingga salah dalam membaca surat Al-Kafirun. Peristiwa ini menyebabkan turunnya surat An-Nisa’: 43.
- Peristiwa berupa cita-cita dan keinginan, contohnya keinginan Umar bin Khattab ingin menjadikan makam nabi Ibrahim sebagai tempat sholat yang dikemukakan kepada Nabi SAW dan dijawab dengan turun ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 125 :
و تخذوا من مقام ابرا هيم مصلى
Hai ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Anas ra.
Asbabun Nuzul dalam bentuk pertanyaan ada 3 macam, yaitu :
- Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti :
وَيَسْأَلُونَكَ عَن ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْراً
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain. Katakanlah : Akan kubacakan kepadamu kisahnya.” (QS. Al-Kahfi : 83).
- Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang terjadi pada saat itu, contohnya ayat : وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah : Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85)
- Pertanyaan tentang masa yang akan datang
Allah menurunkan surah al-Nazi’at (79) ayat 42 yang berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah SAW tentang masa yang akan datang, yaitu hari kiamat
2.2 Macam-Macam Asbabun Nuzul
- Dilihat dari sudut pandang redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul
- Sarih (Jelas), maksudnya riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab an-nuzul dengan indikasi menggunakan lafal (pendahuluan).
سبب نزول هذه الآية هذا… …sebab turun ayat ini adalah
Telah terjadi.. maka turulah ayat حدث هذا… فنزلت الآية
- Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti), artinya riwayatnya belum dipastikan sebagai asbab an-nuzul karena masih terdapat keraguan.
(ayat ini diturunkan berkenan dengan) نزلت هذه الآية فى كذا…
- Dilihat dari sudut pandang terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbab an-nuzul.
- Beberapa sebab yang melatarbelakangi turunnya satu ayat
- Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat
Menurut Al-Zarqoni dan Al-Ja’bari, dilihat dari peristiwa yang terkait dapat dikelompokkan sebagai berikut
- Ayat yang diturunkan dengan mubtada’an – tanpa ada peristiwa yang terjadi saat ayat itu diturunkan Allah SWT. Turunnya ayat ini semata-mata karena Allah memberikan petunjuk kapada manusia. Kehendak-Nya untuk memberikan petunjuk inilah yang menjadi asbabun nuzul dari ayat atau beberapa ayat tersebut. Ayat-ayat ini lebih banyak jumlahnya terutama mengenai prinsip-prinsip keimanan, keislaman, dan akhlak yang luhur.
- Ayat yang diturunkan Allah SWT dengan sebab khusus atau peristiwa tertentu. Ayat ini jumlahnya tidak banyak. Misalnya, Allah SWT menurunkan surah al-anfal (8) yang menjelaskan berbagai persoalan mengenai perang, surah al-tholaq (65) yang membicarakan masalah yang berkaitan dengan talaq. Peristiwa sebelum atau saat ayat turun itu para mussafir menganggapnya sebagai asbabun nuzul.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul terbagi menjadi
- Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu, dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu)
- Ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid ( ini persoalan yang terkandung dalam satu ayat atau kelompok ayat lebih dari satu, sedangkan sebab turunnya satu)
- Redaksi Asbabun nuzul
Yang dimaksud dengan ungkapan (redaksi) ini terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang pula kandungan hukum ayat.
Peristiwa atau pertanyaan yang disebut sebagai asbabun nuzul itu terjadi pada masa Rasulullah SAW atau pada masa saat ayat al-qur’an diturunkan. Jadi kita mengetahui asbabun nuzul itu dari penuturan para sahabat Nabi yang menyaksikan peristiwa itu. hal ini berarti asbabun nuzul haruslah berupa riwayat yang dituturkan para sahabat. Para sahabat dalam menuturkan sebab nuzul menggunakan ungkapan (redaksi) yang berbeda dari satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Perbedaan ungkapan itu tentunya mengandung perbedaan makna yang memiliki impikasi pada status sebab nuzulnya.
Macam-macam ungkapan (redaksi) yang digunakan para sahabat untuk menuturkan sebab nuzulnya , antara lain :
- Kata سبب (sebab) , contohnya
سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا (sebab turunnya ayat ini)
Ungkapan (redaksi) ini disebut ungkapan (redaksi) yang sharih (jelas/tegas). Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi ini, menunjukkan betul-betul sebagai latar belakang turunnya ayat tidak mengandung makna yang lain.
- Kata فـــ (maka) , contohnya
حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ
(telah terjadi peristiwa ini dan itu maka turunlah ayat)
Ungkapan (redaksi) ini sama pengertiannya dengan penggunaan kata sababu, yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
- Kata في (mengenai/tentang) , contohnya
نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيْ كَذَا و كَـذَا
(ayat ini turun mengenai ini dan itu)
Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menyebutkan sebab turunnya ayat. Masih terdapat kemungkinan terkandung makna lain.
- Satu Ayat dengan Sebab Banyak
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih mengenai sebab turunnya ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis. Permasalahannya ada empat bentuk, yakni :
- Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan yang lainnya tidak.
- Kedua, kedua riwayatnya shahih akan tetapi salah satunya memiliki penguat (Murajjih) dan yang lainnya tidak
- Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak memiliki penguat (Murajjih). Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.
- Keempat, keduanya shahih dan keduanya tidak memiliki penguat (Murajjih),akan tetapi keduanya tidak mungkin diambil sekaligus.
- Banyaknya Nuzul dengan Satu Sebab
Terkadang banyak ayat yang turun sedangkan sebabnya hanya satu. Karena itu banyak ayat yang turun dalam berbagai surat mengenai satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-Tharbani, dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata :
“Wahai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebut kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah Menurunkan QS. Ali-Imran :195 untuk menjawabnya.”
Begitu pula dengan hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah, ia berkata : “Aku telah bertanya, Wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalam Al-Qur’an seperti kaum laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau membacakan: “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata: “Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Di samping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian dibanding laki-laki. Maka Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah Dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32)
Ketiga ayat di atas diturunkan karena satu sebab.
- Beberapa Ayat yang Turun Mengenai Satu Orang
Terkadang seorang sahabat mengenai peristiwa lebih dari satu kali dan Al-Qur’an turun mengenai satu peristiwa,maka dari itu kebanyakan al-quran turun sesuai dengan peristiwa yang terjadi, misalnya seperti apa yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab al-adahi mufiat tentang berbakti kepada orang tua, dari Saad bin Abi Waqos ada empat ayat al-quran turun berkenaan dengan aku :
Pertama, ketika ibuku bersumpah dia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad lalu Allah menurunkan ayat, ” Dan jika memaksamu untuk mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergilah keduanya di dunia dengan baik.”(luqman:15)
Kedua, ketika aku mengambil sebuah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada Rasulullah, ”berikan aku pedang ini” maka turunlah ayat. Mereka bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang (al-anfal:01).
Ketiga, ketika aku sedang sakit Rasulullah mengunjungiku dan aku bertanya kepada beliau: ”Rasulullah aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan separuh nya?” Beliau menjawab: ”tidak” aku bertanya: ”bagaimana jika sepertiganya?” Rasulullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu diperbolehkan.
Keempat, ketika aku sedang minum minuman keras (khomr) bersama kaum ansor, seorang memukul hidungku dengan tulang rahang unta, lalu aku datang kepada Rasulullah , maka Allah swt melarang minum khomr. Dalam hal ini telah turun wahyu yang sesuai dengan banyak ayat.
2.7 Turunnya Surat Al-Qur’an Yang Pertama Sampai Yang Terakhir
A.Para ulama berbeda pendapat tentang surah yang pertama kali turun:
- Dikatakan bahwa tertib surah itu tauqifi dan ditangani langsung oleh Nabi sebagaimana diberitahukan Jibril kepadanya atas perintah Tuhan. Dengan demikian, Qur’an pada masa Nabi telah tersusun surah-surahnya secara terib sebagaimana terib ayat-ayat nya, seperti yang ada di tangan kita saat ini, yaitu mushaf Usman yang tidak ada seorang sahabat pun menentangnya, ini telah menunjukan terjadi kesepakatan( ijma) atas tertib surah, tanpa suatu perselisihan apapun.
Yang mendukung pendapat ini ialah, bahwa Rasululloh telah membaca beberapa surah secara tertib di dalam shalat nya, Ibn Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Nabi pernah membaca beberapa surah mufassal (surah-surah pendek) dalam satu rokaat shalat.
Telah di riwayatkan melalui Ibn Wahab berkata : “aku mendengar Rabi’ah di tanya orang, ‘mengapa surah al-baqarah dan ali-imran didahulukan , padahal sebelum kedua surah itu telah diturunkan delapan puluh sekian surah makkiyah, sedang keduanya di turunkan di madinah” ia menjawab: kedua surah itu memang didahulukan dan Al-Qur’an di kumpulkan menurut pengetahuan dari oraang yang mengumpulkannya. ‘kemudian katanya: ini adalah sesuatu yang mesti terjadi dan tidak perlu di pertanyakan.
- Dikatakan bahwa tertib surah berdasarkan para ijtihad para sahabat, mengingat adanya perbedaan tertib di dalam mushaf-mushaf mereka, misalnya mushaf Ali disusun menurut tertib nuzul yakni dimulai dengan iqra’, kemuin mudatsir lalu nun , Qalam kemudian muzammil, dan seterus nya hingga akhir surah makkiyah dan madaniyah.
- Dikatakan bahwa sebagaian surah itu terbitnya tauqifi dan sebagian lain nya berdasarkan ijtihad para sahabat, hal ini karena terdapat dalil yang menunjukan tertib sebagian surah pada masa nabi. Misalnya, keterangan yang menunjukan tertib as-sab’ut tiwal dan al-mufassol pada masa hidup Rasulullah.
Di riwayatkaan,
Bahwa Rasulullah berkata: bacalah olehmu dua surah yang bercahaya, al-baqarah dan ali-imran
Di riwayatkan lagi:
Bahwa jika hendak pergi ke tempat tidur, Rasulullah mengumpulkan kedua telapak tangannya kemudian meniup lalu membaca Qul huwallahhua ahad dan mu’awwidzatain.
Dengan demikian, tetaplah tertib bahwa surah-surah itu bersifat taufiqqi, seperti halnya tertib ayat-ayat Abu Bakar Ibnu Hambali menyebutan: “Allah telah menurunkan Al-Qur’an seluruhnya ke langit dunia, kemudian ia menurunkannya secara berangsur-angsur selam dua puluh sekian tahun. Sebuah surat turun karena suatu urusan yang terjadi dan ayat pun turun sebagai jawaban bagi orang yang bertanya, sedangkan jibril senantiasa memberitahukan kepada nabi dimana surah dan ayat tersebut harus di tempatkan. Dengan demikian susunan surah-surah, seperti halnya susunan ayat-ayat dan gaya bahasa al-qur’an, seluruhnya berasal dari nabi, oleh karena itu barang siapa mendahulukan sesuatu surah atau mengakhirkannya, ia telah merusak tatanan al-qur’an.
- Ayat yang terakhir turunnya
Ayat yang pengabisan turunnya menurut pendapat jumhur ialah:
Surah al-ma’idah yang artinya;pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku telah cukupkan untukmu nikmat-Ku dan telah Aku pilih islam menjadi agamamu.
Apa yang kami terangkan ini adalah pendapat yang masyhur dalam masyarakat. Pendapat ini memberi pengertian bahwa akhir turun al-Quran, ialah pada hari arafah. Menurut sebagian ahli, bahwa ayat yang tersebut di atas ini turun di arafah. Diantara hari arafah dengan wafat Rasul masih lama lagi yaitu 81 malam.
Al-kirmani dalam al-burhan mengatakan: tertib surah seperti kita kenal sekarang ini adalah menurut Allah pada lauh mahfudz, Qur’an sudah meniru tertib ini , dan menurut tertib ini pula nabi membacakan di hadapan jibril setiap tahun apa yang di kumpulkannya dari jibril itu, nabi membacakan di hadapan jibril menurut tertib ini pada tahun kewafatanya sebanyak dua kali. Ayat yang terakhir kali turun ialah surah al-baqarah ayat 281: dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi) hari yang pada waktu itu semua dikembalikan pada Allah. Lalu jibril memerintahkan kepadanya untuk meletakan ayat ini di antara ayat riba dan ayat tentang utang-piutang.
Surah-surah Al-Qur’an itu ada empat bagian:
1) At-tiwal
2) Al-mi’un
3) Al-masani
4) Al-mufass
Jumlah surah al-Qur’an ada 114 surah. Dan di katakan pula 113, karena surah anfal dan bara’ah dianggap satu surah, adapun jumlah ayat nyasebanyak 6.200.ayat terpanjang adalah ayat tentang utang-piuang, sedang surah terpanjang adalah surah al-baqarah.
2.8 Defini Ilmu Makiyah dan Madaniyah
Ilmu Makiyy wal Madany adalah ilmu yang membahas tentang surat-surat dan ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan yang diturunkan di Madinah. Di kalangan ulama terdapat beberapa pendapat tentang dasar untuk menentukan Makiyyah atau Madaniyah suatu surat atau ayat.
- Ciri-ciri khas Surat Makkiyah
Sesuai dengan dhabit qiasi yang telah ditetapkan,maka cirri-ciri khas untuk surat Makkiyah ada 2 macam:
a.Ciri-ciri khas yang bersifat qath’I bagi surat Makkiyah ada 6, Sebagai berikut :
- Setiap surat yang terdapat ayat sadjah di dalamnya,adalah surat Makkiyah. Sebagian ulama mengatakan,bahwa jumlah ayat sajdah ada 16 ayat.
- Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata “kalla”adalah Makkiyah.
- Setiap surat yang terdapat di dalamnya lafal: dan tidak ada, adalah makkiyah, kecuali surat al-Hajj. Surat al-Hajj ini sekalipun pada ayat 77 terdapat, tetapi surat ini tetap dipandang Makkiyah.
- Setiap surat yang terdapat kisah-kisah Nabi dan umat manusia yang terdahulu, adalah Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah.
- Setiap surat yang terdapat di dalamnya kisah Nabi Adam dan iblis adalah makkiyah, kecuali surat al-Baqarah.
- Setiap surat yang di dahului dengan hurup Tahajji (hurup abjad), adalah Makkiyah, kecuali surat al-Baqarah dan Ali-Imran.
Tentang surat al-Ra’du masih dipermasalahkan, tetapi menurut pendapat yang lebih kuat, bahwa surat al-Ra’du itu Makkiyah, karena melihat gaya bahasa dan kandungannya. Karena ciri diatas dengan beberapa pengecualian merupakan cirri-ciri yang qath’i bagi surat Makkiyah, yang tepat benar penerapannya.
b.Ciri-ciri Khas yang bersifat Aghlabi bagi Surat Makkiyah
Ada beberapa ciri khas lagi bagi surat Makkiyah,tetapi hanya bersifat Aghlabi, artinya pada umumnya ciri tersebut menunjukan Makkiyah,yaitu:
- Ayat-ayat dan surat-suratnya pendek-pendek (ijaz),nada perkataannya keras dan agak bersajak.
- Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah dan hari Kiamat dan menggambarkan keadaan Surga dan Neraka.
- Mengajak manusia untuk berakhlak yang mulia dan berjalan diatas jalan yang baik.
- Membantah orang-orang yang Musyrik dan menerangkan kesalahan-kesalahan kepercayaan dan perbuatannya.
- Terdapat banyak lafal sumpah.
- Ciri-ciri khas bagi surat Madaniyah
Ciri-ciri khas yang membedakan antara surat Madaniyah dan Makkiyah ada yang bersifat Qath’I dan ada yang bersifat Aghlabi.
a.Ciri-ciri surat Madaniyah yang bersifat qath’I adalah sebagai berikut :
- Setiap surat yang mengandung izin berjihad atau menyebut hal perang dan menjelaskan hukum-hukumnya,adalah Madaniyah.
- Setiap surat yang memuat penjelasan secara rinci tentang hukum pidana,faraid,hak-hak perdata,peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata,kemasyarakatan dan kenegaraan adalah Madaniyah.
- Setiap surat yang menyinggung hal ikhwal orang-orang munafik,adalah Madaniyah, kecuali surat al-Ankabut yang diturunkan di Mekkah, hanya sebelas ayat yang pertama dari surat al-Ankabut ini adalah Madaniyah, dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik.
- Setiap surat yang membantah kepercayaan/pendirian/tata cara keagamaan Ahlul Kitab (Kristen dan Yahudi) yang dipandang salah, dan mengajak mereka agar tidak berlebih-lebihan dalam menjalankan agamanya,adalah Madaniyah. Seperti surat al-Baqarah,Ali-Imran,an-Ni’sa,al-Maidah dan Taubat.
- Adapun ciri-ciri khas yang bersifat Aghlabi untuk Madaniyah antara lain:
- Sebagaian surat-suratnya panjang-panjang,sebagian ayat-ayatnya pun panjang-panjang dan gaya bahasanya pun cukup jelas di dalam menerangkan hukum-hukum agama.
Menerangkan secara rinci bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukkan hakikat-hakikat keagamaan.
2.9 Cara Mengetahui periwayatan dalam Asbab an-Nuzul
Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah saw. Oleh karena itu, tidak boleh tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang benar (naql as-shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung turunnya ayat al-Qur’an.
Al-wahidi berkata :
لا يحل القول فى اسباب نزول الكتاب الاّ بالرواية والسماع ممن شاهدواالتنزيل ووقفوا على الاسباب وبحثوا عن علمها
“Tidak boleh memperkatakan tentang sebab-sebab turun al-Qur’an melainkan dengan dasar riwayat dan mendengar dari orang-orang yang menyaksikan ayat itu diturunkan dengan mengetahui sebab-sebab serta membahas pengertiannya”.
Sejalan dengan itu, al-Hakim menjelaskan dalam ilmu hadits bahwa apabila seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan al-Qur’an diturunkan, meriwayatkan tentang suatu ayat al-Qur’an bahwa ayat tersebut turun tentang suatu (kejadian). Ibnu al-Salah dan lainnya juga sejalan dengan pandangan ini.
Berdasarkan keterangan di atas, maka sebab an-nuzul yang diriwayatkan dari seorang sahabat diterima sekalipun tidak dikuatkan dan didukung riwayat lain. Adapun asbab an-nuzul dengan hadits mursal (hadits yang gugur dari sanadnya seorang sahabat dan mata rantai periwayatnya hanya sampai kepada seorang tabi’in). riwayat seperti ini tidak diterima kecuali sanadnya sahih dan dikuatkan hadits mursal lainnya.
Biasanya ulama menggunakan lafadz-lafadz yang tegas dalam penyampaiannya, seperti: “sebab turun ayat ini begini”, atau dikatakan dibelakang suatu riwayat “maka turunlah ayat ini”.
Contoh : “beberapa orang dari golongan Bani Tamim mengolok-olok Bilal, maka turunlah ayat Yaa aiyuhal ladzina amanu la yaskhar qouman”
2.10 Kaidah Penetapan Hukum dikaitkan dengan Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul sangatlah erat kaitannya dengan kaidah penetapan hukum. Seringkali terdapat kebingungan dan keraguan dalam mengartikan ayat-ayat al-Qur’an karena tidak mengetahui sebab turunnya ayat. Contohnya firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 115 yang artinya :
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Firman Allah itu turun berkenaan dengan suatu peristiwa yaitu beberapa orang mukmin menunaikan shalat bersama Rasulullah saw. Pada suatu malam yang gelap gulita sehingga mereka tidak dapat memastikan arah kiblat dan akhirnya masing-masing menunaikan shalat menurut perasaan masing-masing sekalipun tidak menghadap arah kiblat karena tidak ada cara untuk mengenal kiblat.
Seandainya tidak ada penjelasan mengenai asbabun nuzul tersebut mungkin masih ada orang yang menunaikan shalat menghadap ke arah sesuka hatinya dengan alasan firman Allah surat al-Baqarah ayat 115.
2.11 Urgensi dan Faedah (Manfaat) dari mempelajari Asbabun Nuzul
Urgensi Asbabun Nuzul
- Penegasan bahwa al-Qur’an benar-benar dari Allah SWT
- Penegasan bahwa Allah benar-benar memberikan perhatian penuh pada rasulullah saw dalam menjalankan misi risalahnya.
- Penegasan bahwa Allah selalu bersama para hambanya dengan menghilangkan duka cita mereka
- Sarana memahami ayat secara tepat.
- Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum
- Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam al-Qur’an
- Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunnya ayat al-Qur’an
- Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat serta untuk memantapkan wahyu di hati orang yang mendengarnya.
- Mengetahui makna serta rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an.
- Seorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan
Faedah Asbabun Nuzul
- Membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyari’atkan agama-Nya melalui al-qur’an.
- Membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
- Dapat mengkhususkan (Takhsis) hokum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
- Diketahui pula bahwa sebab turun ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut.
- Diketahui ayat tertentu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran bisa membawa kepada penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan pembebasan bagi orang yang tidak bersalah.
- Akan mempermudah orang menghafal ayat-ayat al-qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika mengetahui sebab turunnya.
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan
Ilmu sebab turunnya al-Qur’an adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kajian ‘ulumul Qur’an. Kajian tentang asbabunnuzul adalah bentuk dari analisis sejarah al-Qur’an, sebagai upaya untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an dari kontek kesejarahan, yakni peristiwa yang menjadi latar belakang turunnya ayat, dengan berbagai macam ragamnya. Ayat-ayat yang turun berkaitan dengan peristiwa tertentu, harus difahami dengan mengaitkan latar belakang peristiwanya, hal ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Meskipun yang lebih banyak adalah ayat-ayat al-Qur’an yang turun tanpa didahului oleh sebab tertentu. Asbabunnuzul berpengaruh besar terhadap pemahaman makna ayat-ayat al-Qur’an.
Pengertian Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi apa-apa yang turun dalam al-qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan atau memberikan keterangan tentang persoalan ataupun peristiwa.
Macam-macam Asbabun Nuzul
Menurut Al-Zarqoni dan Al-Ja’bari, dilihat dari peristiwa yang terkait dapat dikelompokkan sebagai berikut :
- Ayat yang diturunkan dengan mubtada’an – tanpa ada peristiwa yang terjadi saat ayat itu diturunkan Allah SWT. Turunnya ayat ini semata-mata karena Allah memberikan petunjuk kapada manusia. Kehendak-Nya untuk memberikan petunjuk inilah yang menjadi asbabun nuzul dari ayat atau beberapa ayat tersebut. Ayat-ayat ini lebih banyak jumlahnya terutama mengenai prinsip-prinsip keimanan, keislaman, dan akhlak yang luhur.
- Ayat yang diturunkan Allah SWT dengan sebab khusus atau peristiwa tertentu. Ayat ini jumlahnya tidak banyak. Misalnya, Allah SWT menurunkan surah al-anfal (8) yang menjelaskan berbagai persoalan mengenai perang, surah al-tholaq (65) yang membicarakan masalah yang berkaitan dengan talaq. Peristiwa sebelum atau saat ayat turun itu para mussafir menganggapnya sebagai asbabun nuzul.
Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbabun nuzul terbagi menjadi
- Ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid ( sebab turunnya lebih dari satu, dan ini persoalan yang terkandung dalam ayat atau kelompok ayat yang turun satu)
- Ta’addud al-nazil wa al-asbab wahid ( ini persoalan yang terkandung dalam satu ayat atau kelompok ayat lebih dari satu, sedangkan sebab turunnya satu)
Macam-macam ungkapan (redaksi) yang digunakan para sahabat untuk menuturkan sebab nuzulnya , antara lain :
- Kata سبب (sebab) , contohnya
سَبَبُ نُزُوْلِ هَـذِهِ الاَ يَةِ كــذَا (sebab turunnya ayat ini)
Ungkapan (redaksi) ini disebut ungkapan (redaksi) yang sharih (jelas/tegas). Maksudnya, sebab nuzul yang menggunakan redaksi ini, menunjukkan betul-betul sebagai latar belakang turunnya ayat tidak mengandung makna yang lain.
- Kata فـــ (maka) , contohnya
حَدَثَتَ كَذَا وَ كَذَا فَـنَزَلَت الآيَةُ
(telah terjadi peristiwa ini dan itu maka turunlah ayat)
Ungkapan (redaksi) ini sama pengertiannya dengan penggunaan kata sababu, yakni sama-sama sharih (jelas/tegas).
- Kata في (mengenai/tentang) , contohnya
نَزَلَتْ هَذِهِ الآيَةُ فِيْ كَذَا و كَـذَا
(ayat ini turun mengenai ini dan itu)
Ungkapan seperti ini tidak secara tegas (ghairu sharih) menyebutkan sebab turunnya ayat. Masih terdapat kemungkinan terkandung makna lain.
Jika ditemukan dua riwayat atau lebih mengenai sebab turunnya ayat-ayat dan masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis. Permasalahannya ada empat bentuk, yakni :
- Pertama, salah satu dari keduanya shahih dan yang lainnya tidak.
- Kedua, kedua riwayatnya shahih akan tetapi salah satunya memiliki penguat (Murajjih) dan yang lainnya tidak
- Ketiga, keduanya shahih dan keduanya sama-sama tidak memiliki penguat (Murajjih). Akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.
- Keempat, keduanya shahih dan keduanya tidak memiliki penguat (Murajjih),akan tetapi keduanya tidak mungkin diambil sekaligus.
- Terkadang banyak ayat yang turun sedangkan sebabnya hanya satu. Karena itu banyak ayat yang turun dalam berbagai surat mengenai satu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan oleh Said bin Manshur, Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-Tharbani, dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata :
- “Wahai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebut kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah Menurunkan QS. Ali-Imran :195 untuk menjawabnya.”
Beberapa ayat al-qur’an ada yang turun mengenai satu orang, contohnya ayat-ayat al-qur’an yang turun mengenai Saad Bin Abi Waqas.
Ilmu Makiyy wal Madany adalah ilmu yang membahas tentang surat-surat dan ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan yang diturunkan di Madinah.
[Ela Fajarwati Putri, Santriwati Pesantren Media angkatan ke-3, kelas 2 jenjang SMA]