Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media, 11 Januari 2012
Musim hujan tak menyurutkan kru MediaIslamNet dan juga Pesantren Media untuk tetap beraktivitas seperti biasanya. Menyiapkan rekaman program Majalah Udara Voice of Islam untuk bulan Februari 2012, mengisi siaran di radio mitra MediaIslamNet dan Pesantren Media, juga kegiatan belajar mengajar para santri Pesantren Media. Resepnya: tetap sabar, tetap istiqomah, tetap berusaha, dan senantiasa berdoa kepada Allah Swt memohon kemudahan dan barokah dari segala aktivitas yang dilakukan. Insya Allah tetap semangat! Ya, ini pula yang dibuktikan dalam kegiatan rutin Diskusi Aktual Pesantren Media pada 11 Januari 2012. Meski sebenarnya diskusi ini untuk umum, namun lebih banyak pesertanya dari kalangan sendiri. Tak mengapa, seperti kata Ustadz Umar Abdullah, “Meski jumlah kehadiran peserta diskusi yang minim, namun insya Allah informasinya bisa dibaca banyak orang karena hasil diskusinya disebar di website.” Benar, liputan diskusi aktual ini bisa Anda dapatkan setiap pekannya melalui website resmi MediaIslamNet juga bisa diikuti update infonya di Facebook,Twitter, dan juga Kompasiana. Ini diniatkan agar lebih tersebar manfaat dari hasil diskusi kami. Insya Allah.
Rabu, 11 Januari 2012, pukul 16.20 WIB, diskusi baru saja dimulai. Memang telat dua puluh menit dari semestinya. Hal ini disebabkan Ustadz Umar Abdullah dan rombongan (termasuk saya) baru datang ke Rumah Media pada pukul 16.15 WIB. Sementara di Rumah Media sudah hadir para santri Pesantren Media dan Junnie Nishfiyanti, Koordinator Narasumber untuk program Voice of Islam. Lima menit kami menyiapkan segalanya. Saya memasang laptop, dan menyiapkan modemnya sekaligus. Ustadz Umar Abdullah mengatur anak-anaknya yang dibawa serta supaya tertib. Ustadzah Latifah Musa dan para santri akhwat sigap menyiapkan makanan dan minuman untuk menemani diskusi rutin kami. Tersedia sudah makaroni kering, sale pisang kering. Supaya kerongkongan tak dibuat kering, segelas teh manis hangat juga dihidangkan. Walhasil, sore yang mendung tetap hangat dengan obrolan politik internasional ditemani camilan dan teh manis.
Memulai diskusi
Ba’da salam dan tahmid, Ustadz Umar Abdullah menyampaikan pengantar diskusi, “Sebelumnya AS menetapkan Islam sebagai lawan dan mencap kaum muslimin sebagai teroris. Namun di masa Obama, Cina dan Iran dijadikan musuh. AS kini lebih memfokuskan pandangannya ke Asia Pasifik. Termasuk Indonesia,” jelasnya.
Hingga hampir setengah jam Ustadz Umar Abdullah memberikan informasi awal berkaitan dengan strategi Amerika Serikat yang mulai berubah. Jika sebelumnya AS lebih mengarahkan pengawasannya kepada Eropa dan juga Timur Tengah, kini menganggap Cina sebagai ancaman, juga Iran pasca latihan perang dan uji coba senjata di kawasan Hormuz awal Januari 2012 lalu.
Generation Opportunity, salah satu organisasi pendidikan untuk warga terbesar dan berkembang pesat di Amerika, mengumumkan hasil jajak pendapat nasional yang mengungkapkan bagaimana cara kaum dewasa muda di Amerika dalam memandang dunia, ekonomi Amerika, dan masa depan mereka secara pribadi. Jajak pendapat Generation Opportunity khususnya fokus pada kaum muda Amerika berusia 18-29 tahun yang populer dengan sebutan generasi “Millenial”. Data ini amat relevan karena Presiden Barack Obama melawat ke Asia, dan hal tersebut menimbulkan opini kaum muda Amerika mengenai isu-isu seperti hutang Amerika dan hutang pada China, berbagai tantangan ekonomi, dan masalah di dalam negeri. (AntaraNews, 18 November 2011)
Masih dilaporkan oleh AntaraNews, bahwa Jajak Pendapat Generation Opportunity mengungkapkan sebanyak 76% kaum dewasa muda Amerika melihat China sebagai ancaman ekonomi maupun militer. Sebanyak 62% yakin bahwa isu keamanan nasional di Amerika adalah hutang Amerika Serikat ditambah dengan ketergantungan pada energi dan hutang luar negeri.
“Para pemimpin Amerika di masa depan amat menyadari adanya negara-negara di sekitar mereka dan persaingan yang dihadapi Amerika Serikat saat ini dan di masa mendatang. Mereka mengetahui kemampuan Amerika untuk memimpin dan keamanan nasional kita memiliki resiko dengan pengeluaran defisit yang banyak dan peningkatan hutang ke luar negeri seperti China. Kaum muda Amerika siap mengubah status quo karena mereka menolak untuk menetap demi masa depan mereka yang dipicu oleh kurangnya pekerjaan yang berkelanjutan, menurunnya perekonomian, dan kemungkinan bahwa AS tidak akan lagi menjadi pemimpin di panggung dunia,” ujar Paul T. Conway, Presiden Generation Opportunity.
Info tambahan dari kondisi ini, seperti sudah dilansir banyak media massa, Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Leon Panetta menganggap India dan China sebagai ancaman utama. Menurutnya AS harus memperhatikan kekuatan yang baru tumbuh ini. “Kami menghadapi ancaman dari kekuatan yang baru tumbuh seperti China dan India serta beberapa pihak lain yang harus diperhatikan,” jelas Panetta seperti dikutip AFP, Jumat (18/11/2011).
“AS akan terus menambah pertahanan di wilayah Pasifik agar kekuatan baru ini sadar bahwa kami tidak akan pergi kemana-mana,” tambah Panetta. Mantan Direktur Dinas Intelijen AS (CIA) ini menyebutkan AS saat ini banyak menerima ancaman, termasuk dari Iran, Korea Utara dan bahkan serangan yang menggunakan sistem komputerisasi. (okezone.com, 18/11/11)
Jika disimak perkembangan Amerika Serikat saat ini, sebenarnya perubahan strategi itu ada kaitannya, bahkan erat dengan kondisi keuangan negara yang kian memburuk. Tidak mungkin mengambil risiko dengan tetap membiayai perang atau mempersiapkan tentara di sejumlah wilayah. Puluhan ribu tentaranya siap dipulangkan dari medan perang Irak dan Afghanistan dalam perang sepuluh tahun lebih yang tak menghasilkan keuntungan.
Bukan sembarang pertanyaan
Pukul 16.53 WIB Ustadz Umar Abdullah memberikan kesempatan kepada peserta diskusi untuk mengajukan pertanyaan. Adalah Abdullah, siswa kelas 4 program homeschooling yang diberi kesempatan pertama untuk bertanya. “Kenapa sih AS mengubah strateginya?” tanya Abdullah. Pertanyaan senada juga diajukan Fathimah, siswa kelas 6 sebuah SDIT, “Emang strateginya AS apa, kok mau mengubah? Mau melakukan apa?”
Taqiyuddin Abdurrahman, siswa kelas 1 homeschooling juga ambil bagian, “Kenapa AS memposisikan negaranya di tengah peta dunia?” Rupanya Taqi, sapaan akrabnya, memperhatikan apa yang disampaikan Ustadz Umar Abdullah, khususnya ketika menyampaikan bahwa negara yang ingin memimpin dan menguasai dunia cenderung membuat peta negaranya berada di pusat dunia dan memandang semua negara di sekelilingnya sebagai wilayah yang hendak ditaklukan atau setidaknya dijadikan pasar produk ekonomi dan budaya, serta hukum oleh negara tersebut. Sebagai contohnya Amerika Serikat saat ini. Hal yang dahulu dilakukan pula oleh Perancis yang sempat menjadi negara besar.
Setelah peserta diskusi anak-anak diberikan kesempatan pertama untuk bertanya, kini kesempatan berikutnya diberikan kepada para santri Pesantren Media. Neng Ilham, santri akhwat ini mengajukan pertanyaan, “Memangnya Amerika Serikat beneran musuhan dengan Iran? Bukankah mereka bersandiwara?” tanyanya heran karena pada pekan kemarin ketika membahas tema uji coba rudal Iran sempat muncul asumsi bahwa Iran dan AS ini bersandiwara.
Farid Abdurrahman, mengajukan pertanyaan, “Dengan beralihnya fokus AS ke Pasifik, apakah ada kesempatan bagi dunia Islam untuk melepaskan dari cengkeraman AS?”
Tak ketinggalan, Novia Handayani juga ikut meramaikan diskusi dengan sejumlah pertanyaan, “Apa alasan AS menunjuk Indonesia sebagai ancaman? Bagaimana dengan Indonesia? Solusi Islam atas masalah ini?”
Tak sekadar asal menjawab
Kini giliran peserta lain ikut serta menjawab pertanyaan yang sudah diajukan. Saya sendiri lebih sering menyimak dan mencatat ketimbang mengajukan pertanyaan atau jawaban. Ustadz Umar Abdullah kemudian memberikan kesempatan menjawab setelah beberapa pertanyaan minta dibacakan ulang kepada saya.
Abdullah, mencoba memberanikan diri dengan menjawab pertanyaan dari Taqi tentang sikap AS yang menjadikan negara berada di tengah peta dunia, “Karena ingin menjadi pusat dunia”. Jawaban ini diamini oleh Ustadz Umar Abdullah sambil tertawa. Sebelumnya ada beberapa jawaban dari peserta diskusi lain namun belum pas.
Selanjutnya, Ustadz Umar Abdullah memberikan penjelasan tambahan terkait jawaban dari Abdullah, “Setiap negara yang memiliki visi yang besar untuk menguasai dunia menjadikan tempat dia tinggal sebagai pusat dunia ketika memposisikannya dalam peta dunia. Napoleon Bonaparte pernah membuat peta dengan negara Perancis sebagai pusat dunia. Bukan sekadar memposisikan negaranya di tengah peta dunia, tapi juga sekaligus memiliki target ekspansi. Jaman Pak Harto memimpin Indonesia, masih ada rasa untuk menjadi ‘macan’ Asia. Dengan kata lain ada nafsu meluaskan kekuasaan. Sebagaimana dalam pemerintahan Islam. Misalnya Baghdad ketika menjadi pusat kehilafahan, menjadikan peta keberadaan negaranya itu di tengah-tengah negara lain. Turki Ustmani juga membuat peta sama, dengan negaranya berada di tengah-tengah dunia,” panjang lebar Ustadz Umar Abdullah menyampaikan informasinya dan juga argumentasinya.
Menjawab pertanyaan Fathimah dan Abdullah, Ustadzah Latifah Musa menyampaikan pendapatnya, “Perubahan strategi AS ini dipandang serius oleh Pentagon dan juga dunia. Ada beberapa hal yang menjadi alasan dilakukannya perubahan strategi AS. Salah satunya karena alasan ekonomi. Buktinya, ada kesepakatan pengurangan defisit anggaran dengan Kongres tahun lalu, AS berencana memotong anggaran pertahanan hingga 487 miliar dollar AS (sekitar Rp 4,5 kuadriliun) dalam sepuluh tahun ke depan. Pemotongan anggaran pertahanan tersebut memaksa Departemen Pertahanan AS menyusun strategi baru terkait kekuatan militer AS. Walaupun ini juga buru-buru dibantah oleh Leon Panetta. Panetta mengatakan, dalam situasi dunia yang sedang berubah saat ini, Pentagon mau tidak mau harus mengubah strateginya. Krisis keuangan yang sedang terjadi kini, kata Panetta, hanyalah salah satu faktor yang memaksa pemerintah segera bertindak mengubah strategi,” tandasnya.
Kemudian Ustadzah Latifah merujuk kepada pemberitaan yang marak di media massa bahwa perubahan strategi AS itu untuk merespon kondisi terakhir terutama ketika Iran dan Cina berlomba meningkatkan pengaruhnya di bidang militer. Respon AS itu terangkum dalam dokumen strategis baru Pentagon. Dalam dokumen ini bahkan terang-terangan menyebut Iran dan China sebagai salah satu tantangan masa depan. ”Negara-negara seperti China dan Iran akan terus mengejar sarana (perang) asimetris untuk melawan kemampuan proyeksi kekuatan kita,” demikian dicetuskan dalam dokumen setebal delapan halaman itu, yang disampaikan Ustadzah Latifah Musa mengutip pemberitaan di Kompas.com 7 Januari 2012.
Selanjutnya, Ustadzah Latifah Musa menjelaskan beberapa poin utama dalam dokumen strategi berjudul ”Mempertahankan Kepemimpinan Global AS: Prioritas Pertahanan Abad ke-21” itu mencakup pengurangan personel pasukan darat, fokus penempatan pasukan AS di luar negeri, hingga perubahan doktrin militer yang sudah lama dianut militer AS. Dengan perubahan ini, AS meninggalkan doktrin lama bahwa militer AS harus selalu siap menghadapi dua perang besar sekaligus. Sebagai gantinya, strategi baru ini menekankan, AS masih akan mampu menghadapi satu perang besar di suatu wilayah sambil menggelar operasi pencegahan konflik di satu wilayah lainnya.
Menanggapi pernyataan Ustadzah Latifah yang memaparkan sejumlah fakta pemberitaan di media massa terkait perubahan strategi AS, Ustadz Umar Abdullah memberikan penjelasan, “Bagi negara berasaskan kapitalisme, militer adalah sebagai alat untuk melayani para kapitalis yang berkuasa pada satu periode pemerintahan. Jadi militer adalah alat saja untuk mencapai tujuan. Jika untuk mencapai suatu tujuan bisnis bisa dengan militer, maka kerahkan saja militer. Jika tidak diperlukan perang, militer bisa dipulangkan ke barak atau malah tidak menggunakan kekuatannya sama sekali. Sekarang sebenarnya, penyebab perubahan strategi itu adalah tidak adanya duit. Leon Panetta hanya ingin mengalihkan isu bahwa AS tidaklah lemah sama sekali,” tegasnya.
Kemudian Ustadz Umar Abdullah mencontohkan soal strategi sebuah negara yang kadang diperlukan kekuatan militer, “Bila dengan dihembuskannya demokratisasi Papua bisa lepas dari NKRI, ini biaya lebih murah dibanding harus berperang. Jika kemudian tercapai targetnya, yakni rakyat Papua minta lepas dari NKRI—juga Aceh, maka demokratisasi lebih murah ketimbang mengirim pasukan perang. Jadi militer seagai pelengkap saja. Karena penjajahan tak selalu dengan kekuatan fisik tapi juga pemikiran, budaya, termasuk di dalamnya penjajahan secarapolitik dan ekonomi. Semua ideologi begitu. Dalam Islam juga militer sebagai alat saja. Tetapi yang utama memang menyebarkan pemikiran. Sementara negara kapitalis militer menjadi alat penjajahan.”
Ya, selain itu, menafsirkan ulang pendapat Ustadz Umar Abdullah, saya setuju bahwa keberhasilan perang pemikiran, misalnya penanaman demokratisasi, aka lama membekasnya karena yang ‘terluka’ adalah pemikirannya.
Berkaitan dengan perang pemikiran, Ustadzah Latifah Musa menambahkan informasi bahwa, “Sejak masa Bush di Asia sudah penanaman pemikiran”
Tantangan masa depan dunia Islam
Untuk menjawab semua pertanyaan tersisa dari peserta diskusi, Ustadz Umar Abdullah dan Ustadzah Latifah Musa secara bergiliran menjawab secara umum mengingat waktu untuk diskusi kian habis seiring menjelang waktu azan maghrib tiba.
Ustadz Umar Abdullah menyampaikan pendapatnya bahwa, “AS dan Iran memang faktanya demikian, tak pernah nyata-nyata bermusuhan secara fisik/militer. Jadi kita berpendapat bahwa itu hanyalah sandiwara”, saat menjawab pertanyaan Neng Ilham.
Untuk menjawab pertanyaan dari Farid, Ustadz Umar Abdullah menyampaikan, “Kehadiran pasukan AS di Timur Tengah menciptakan rasa aman bagi pengusaha-pengusaha AS yang menanamkan investasi di sana. Tetapi ketika pasukan AS meninggalkan kawasan itu, akan memunculkan keberanian rakyat Timur Tengah untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut. Jika penjaganya sudah tak ada, rakyat Timteng akan berani dan akan mudah bergerak. Dan, seharusnya ini disadari juga oleh AS. Namun, apa daya jika dana tak ada.”
Menyangkut pertanyaan lanjutan dari Junnie Nishfiyanti tentang sorotan AS terhadap Indonesia, Ustadzah Latifah Musa menyampaikan bahwa, “Secara militer, Indonesia tak memerlukan militer AS, tetapi kebijakan ekonomi dan politik. Biasanya AS menanam ‘agen’nya di jajaran pemerintahan utk membuat undang-undang tertentu. Apakah pejabat Indonesia tahu? Bisa jadi. Apakah masyarakat Indonesia secara umum tahu? Belum tentu,” paparnya.
Ya, dengan kata lain Indonesia tak begitu mengkhawatirkan AS karena memang sudah dilumpuhkan melalui penjajahan ekonomi, politik dan juga pemikiran. Artinya, tak perlu pula kehadiran militernya di Indonesia.
Menyimpulkan diskusi pekan ini, Ustadz Umar Abdullah memaparkan fakta bahwa “Amerika dalam 10 tahun ke depan akan mengurangi anggaran militernya. Berarti tidak akan ada perang. Termasuk ke Cina dan Iran, AS tidak akan mengajak perang. Tetapi akan menjadikan Iran dan Cina sebagai ‘alasan’ untuk menakuti negara sekitarnya membeli senjata dari Amerika sebagai upaya pertahanan negara dari ancaman Iran dan Cina . Padahal Cina dalam sejarahnya tak pernah melakukan ekspansi. Jadi kecil kemungkinan Cina akan melakukan ekspansi walaupun militernya besar,” jelasnya.
Lalu apa yang harus kita lakukan? Ini sekalgus menjawan pertanyaan terakhir dari Novia Handayani, Ustadz Umar Abdullah merinci langkah-langkahnya, “Jelas ini adalah kesempatan emas. Mumpung AS dan negara-negara Eropa yang selama ini membenci Islam sedang lemah, maka kesempatan bagi negeri-negeri Muslim untuk bangkit. Menyatukan kekuatan untuk melawan America Serikat. Namun pertanyaannya, apakah siap? Atau malah disibukkan denan masalah-masalah korupsi, suap, dan seabrek problem dalam negeri lainnya? Padahal, 10 tahun ke depan adalah kesempatan untuk mendirikan negara Islam guna menandingi kekuatan mereka. Maka, kita harus menyadarkan kaum muslimin. Sama seperti ketika Persia dan Romawi Timur (Byzantium) sedang lemah, maka lawannya Islam di Madinah hanya orang Yahudi, Kristen dan orang-orang yang fasik. Sekarang, juga sama, bisa jadi di Indonesia musuhnya itu adalah kaum liberal, Kristen dan juga problem dalam negeri lainnya. Hambatan-hambatan itu harus diselesaikan segera dan berjuang bersama untuk menumbuhkan kesadaran akan penting dan wajibnya menegakkan syariah Islam dan Khilafah Islamiyyah. Dan, ini seharusnya menjadikan kita tambah semangat untuk terus berdakwah dan berjuang mewujudkan cita-cita besar dan mulia tersebut!” panjang lebar Ustadz Umar Abdullah menjelaskan. Saking semangatnya menyampaikan saja saya ‘keriting’mencatat khawatir ada yang kelewat. Meski faktanya memang tak semua pernyatannya berhasil saya catat, namun setidaknya saya mencatat inti maksud pertanyaannya dan kemudian saya olah dengan bahasa sendiri.
Tepat azan magrib berkumandang pada pukul 18.20 WIB, diskusi diakhiri setelah sebelumnya saya membacakan poin-poin yang berhasil saya catat dari diskusi tersebut. Untuk menambah khidmat dan menumbuhkan semangat Ustadz Umar Abdullah memimpin doa. Beberapa isi doanya yang masih saya ingat adalah: ‘Allahumma nas aluka daulatan khilafatan rosyidatan ‘ala inhaajin nubuwwah”
Semoga kita masih merindukan untuk berjayanya kembali institusi umat Islam, Khilafah Islamiyah dalam memimpin dunia. Semoga pula kita masih diberikan semangat untuk senantiasa memperjuangkan tegaknya syariah dan khilafah di muka bumi ini. Kesempatan emas di saat negara-negara penjajah yang selama ini menancapkan kuku-kukunya di belahan dunia Islam sedang berada dalam kelemahannya. Insya Allah, meski kita baru bisa berkontribusi dalam diskusi kecil yang rutin digelar Pesantren Media, tetapi semoga menjadi inspirasi bagi banyak kaum muslimin untuk menyadari wajibnya terikat dengan syariat Islam dan berani terjun dalam perjuangan menegakkan Khilafah Islamiyah Ini. Allahu Akbar! [OS]