Loading

Pendahuluan

Al-Quran adalah firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat jibril. Al Qur’an merupakan pedoman serta petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al Qur’an adalah kitab Allah SWT yang terakhir setelah kitab taurat, zabur dan injil yang diturunkan melalui para rasul.

Sebagai seorang muslim, kita diwajibkan untuk membaca Al Qur’an dan menghafalnya. Selain itu, kita juga diwajibkan untuk mempelajari ilmu yang terdapat dalam Al Qur’an atau nama lainnya adalah Ulumul Qur’an. Dalam sebuah sumber yang saya dapatkan, Ulumul Qur’an atau ilmu-ilmu Al Qur’an adalah suatu ilmu yang mencakup berbagai kajian yang berkaitan dengan Al Qur’an seperti, pembahasan yang berhubungan dengan Alquranul Majid yang abadi, baik dari segi penyusunannya, pengumpulannya, sistematikanya, perbedaan antara surat Makiyyah dan Madaniyah, pengetahuan tentang nasikh dan mansukh, pembahasan tentang ayat-ayat yang muhkamat dan matasyabihat, serta pembahasan lain bersangkutan dengan Alquranul ‘Azhim. Salah satu ilmu yang Al Qur’an yang tadi tidak disebutkan adalah Aqsamul Qur’an yang berisi tentang sumpah di dalam Al Qur’an.

 

Rumusan Masalah

  1. Definisi Aqsamul Qur’an
  2. Unsur-unsur Aqsamul Qur’an
  3. Huruf-huruf Aqsamul Qur’an
  4. Bentuk-bentuk Aqsamul Qur’an
  5. Hukum-hukum Aqsamul Qur’an
  6. Manfaat dan Tujuan Aqsamul Qur’an

 

 

 

DEFINISI AQSAMUL QUR’AN

Aqsam adalah bentuk jamak dari kata qasam yang artinya sumpah. Dalam bahasa Arab, kata sumpah juga sering disebut dengan al-hilf atau al-yamin. Bentuk (shighat) asli dari kata qasam ialah fi’il atau kata kerja aqsama atau ahlafa yang dimuta’addi dengan “ba” menjadi muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah), kemudian muqsam alaih yang dinamakan dengan jawab qasam.

Qasam didefinisikan sebagai mengikat jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan “suatu makna” yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu. Sumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan), karena orang Arab ketika bersumpah memegang tangan kanan orang yang diajak bersumpah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sumpah (aqsam) artinya adalah pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap suci bahwa apa yang dikatakan atau dijanjikan itu benar

Abu al-Qosim al-Qusyairiy menerangkan bahwa rahasia Allah SWT menyebutkan kalimat “qasam” atau sumpah dalam Kitab-Nya adalah untuk menyempurnakan serta menguatkan hujjah-Nya, dan dalam hal ini, kalimat “qasam” memiliki dua keistimewaan, yaitu pertama sebagai “syahadah” atau persaksian serta penjelasan dan kedua sebagai “qasam” atau sumpah itu sendiri.

UNSUR-UNSUR AQSAMUL QUR’AN

Bentuk atau Shighat qasam yang asli terdapat dalam QS. An Nahl ayat 38 yang berbunyi :

 

 

 

 

 

 

Artinya : “Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpahnya yang sungguh-sungguh: “Allah tidak akan akan membangkitkan orang yang mati.” (Tidak demikian), bahkan (pasti Allah akan membangkitnya), sebagai suatu janji yang benar dari Allah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui,” (Q.S An Nahl: 38)

Bentuk Qasam yang asli terdiri dari unsur yaitu :

  1. Harus ada fi’il yang memuta’adikan dengan huruf Ba. Adat qasam yang banyak dipakai adalah wawu seperti :

 

 

 

 

 

 

 

Artinya : “1. Demi buah Tiin dan buah Zaitun. 2. Dan demi bukit Sinai,” (Q.S At Tiin : 1-2)

 

  1. Harus terdapat Muqsam Bih atau penguat sumpah, yaitu sumpah yang diperkuat dengan sesuatu yang digunakan oleh yang bersumpah. Sumpah dalam Al-quran adakalanya dengan memakai nama Allah SWT, dan adakalanya dengan menggunakan nama-nama ciptaan-Nya.
  2. Harus ada muqsam alaih atau berita yang diperkuat dengan sumpah itu, yaitu berupa ucapan yang ingin diterima atau dipercaya oleh orang yang mendengar, lalu diperkuat dengan sumpah tersebut.

 

HURUF-HURUF QASAM

Huruf-huruf yang digunakan untuk Qasam ada tiga yaitu :

  1. Huruf wawu :

 

 

 

فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ

 

Artinya : “Maka demi Tuhan langit dan bumi, sungguh apa yang dijanjikan

itu pasti terjadi seperti apa yang kamu ucapkan.” (QS. Adz Dzariyat : 23 )

  1. Huruf Ba :

 

 

 

 

Artinya : “Aku bersumpah demi Hari Qiyamat.” ( QS. Al Qiyamah : 1 )

Bersumpah dengan menggunakan huruf Ba dapat disertai dengan kata yang menunjukkan sumpah. Sebagaimana contoh di atas dan boleh pula tidak menyertakan kata sumpah, sebagaimana firman Allah :

 

 

 

 

Artinya : “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,” (QS. Shaad : 82)

Sumpah dengan menggunakan huruf Ba bisa dengan menggunakan kata terang seperti pada dua contoh di atas. Dan bisa pula menggunakan kata pengganti (dhomir) sebagaimana ucapan sehari-hari.

  1. Huruf Ta:

 

 

 

 

 

 

 

Artinya : “Demi Allah sesungguhnya kamu akan ditanyai tentang apa yang telah kamu ada-adakan.”(QS. An-nahl : 56)

BENTUK-BENTUK AQSAMUL QUR’AN

Bentuk Pertama: Bentuk Asli

Bentuk asli dalam sumpah ialah bentuk sumpah yang terdiri dari tiga unsur, yaitu fi’il sumpah yang dimuta’addikan dengan ba’, muqsam bih dan  muqsam alaih seperti contoh-contoh di atas. Kemudian fi’il yang dijadikan sumpah itu bisa lafal aqsamu, ahlifu, atau asyhidu yang semuanya berarti “saya bersumpah”.

Bentuk Kedua: Ditambah huruf La

Kalimat yang digunakan orang untuk bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk. Begitu juga dalam al-Qur’an ada bentuk sumpah yang keluar dari bentuk asli sumpah.

Misalnya bentuk sumpah yang ditambah huruf La di depan fi’il qasamnya seperti Surat Al-Ma’arij : 40, Surat Al-Waqi’ah : 75,Surat Al-Insyiqaq : 16,Surat Al-Haqqah : 38.

Bentuk ketiga: Ditambah kata qul balaa

Kadang, bentuk qasam dalam Al Qur’an ditambah dengan kata-kata qul balaa. Tambahan kata qul balaa itu adalah untuk melengkapi ungkapan kalimat yang sebelumnya. Bentuk ini adalah untuk menambah atau menyanggah keterangan yang tidak benar. Misalnya bentuk sumpah yang ditambah dengan kata-kata qul balaa ada dalam Q.S at Taghaabun : 7.

HUKUM-HUKUM AQSAMUL QUR’AN

Sebagian ulama mengatakan, bahwa sumpah-sumpah itu semuanya adalah makruh, dan dimakruhkannya itu secara mutlak, sebagaimana  firman Allah SWT : 

 

 

 

 

 

 

 

Artinya:

“Dan janganlah kamu jadikan [nama] Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang”. [Qs. Al-Baqarah (2) : 224].

Namun pendapat ini dibantah dengan perbuatan Nabi SAW, bahwasannya beliau pernah bersumpah, dan di antara sumpah Nabi SAW yang pernah dilakukannya adalah “Wahai umat Muhammad, demi Allah jika seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui sungguh niscaya kalian akan banyak menangis dan sedikit tertawa”. [HR. bukhari].

Jika seandainya benar sumpah itu dimakruhkan, niscaya Nabi SAW dahulu adalah orang yang paling menjauhi dari sumpah [orang yang paling menghindari untuk tidak melakukan sumpah]. Dan karena sumpah itu dengan menyebut Billahi tentu ini adalah sebagai pengagungan bagi Allah SWT, maka jelas dalam hal ini pahala bagi orang yang bersumpah. Adapun mengenai firman Allah SWT :

وَلاَ تَجْعَلُواْ اللَّهَ عُرْضَةً لِّأَيْمَانِكُمْ

“Dan janganlah kamu jadikan [nama] Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang”. Itu maksudnya : Janganlah kalian menjadikan sumpah-sumpah kalian dengan menyebut nama Allah Billahi, untuk melarang kalian berbuat kebaikan, ketakwaan, perbaikan [ishlah] di antara manusia, yaitu bersumpah dengan menyebut [nama] Allah SWT untuk tidak berbuat kebaikan, ketakwaan, perdamaian, kemudian menolak terhadap apa yang telah dinyatakan untuk berbuat baik dalam sumpahnya dan juga tidak mau membatalkannya dalam sumpahnya, maka datang ayat melarang untuk berbuat yang demikian.

  1. Sumpah Wajib

Sumpah ini adalah sumpah yang dilakukan sebagi jalan untuk membebaskan kema’suman darah dari kehancuran dan bahaya, meskipun digunakan dalam sumpahnya at-tauriyah, dalil yang menunjukannya adalah: Hadits Suwaid bin Handhalah, ia berkata : “Kita keluar ingin bertemu Rasulullah SAW dan bersama kita Wail bin Hujrin, ia ditangkap oleh orang yang memusuhinya, orang-orang [kaum] menekankan untuk bersumpah, maka aku bersumpah, bahwa Wail itu adalah saudaraku akhirnya Wail dilepaskan, kemudian kita mendatangi Rasul SAW dan memberitahunya apa yang baru saja terjadi, bahwa suatu kaum menekannya uintuk bersumpah lalu aku bersumpah bahwa Wail adalah saudaraku, maka Rasul SAW berkata : Benar kamu, orang muslim itu saudaranya  muslim”.

  1. Sumpah Mandub [yang dianjurkan]

Yaitu sumpah yang berhubungan dengan kemaslahatan, dari mendamaikan antara dua orang yang bertikai, atau menghilangkan rasa dengki dari hati seorang muslim terhadap kedengkian, atau yang lainnya, atau menahan suatu kejahatan. Ini adalah jenis sumpah yang mandub [yang dianjurkan], karena mengerjakan hal-hal itu adalah sesuatu yang dianjurkan, maka sumpahnyapun mandub.

  1. Sumpah Haram

Yaitu sumpah dusta, Allah SWT mencelanya dengan firman-Nya yang artinya:

“Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan, sedangkan mereka mengetahui”. (Q.S Al Mujadilah : 14). Karena dusta itu haram, apabila digunakan dalam sumpah [Al-Mahluf ‘Alaih], maka akan lebih dahsyat dalam pengharamannya.

Namun kadang-kadang dusta dibolehkan atau bahkan diwajibkan pada beberapa kondisi, yakni apabila dusta dipastikan dapat dijadikan jalan untuk membebaskan dari pembunuhan secara dhalim. Sebagaimana jika ada orang yang bersembunyi dan ia tidak bersalah, dan bersembunyi pada seseorang yang tahu bahwa dia tidak bersalah,  apabila ada seseorang yang dhalim menanyakan tentang orang itu dan mau membunuhnya, maka boleh bagi orang yang rumahnya dijadikan tempat persembunyiannya untuk mengingkari keberadaannya di rumahnya, walaupun sebenarnya orang yang dicari itu ada di rumahnya, dan ini adalah pengingkaran dusta.

Demikian perbuatan dusta semacam itu diizinkan dan dibolehkan secara syar’i, bahkan diwajibkan karena dalam dusta itu terdapat penyelamatan orang yang tidak berdosa dari pembunuhan. Apabila dusta dibolehkan terhadap sesuatu dan bahkan diwajibkan, maka dibolehkan dan bahkan diwajibkan pula bersumpah terhadap sesuatu itu. Kapan dusta itu menjadi boleh atau bahkan wajib, telah kami beri contoh dengan suatu contoh yang diambil dari perkataan syeikh Al-’Izz ibnu Abdus-Salam, beliau Rahimahullah mengatakan : Dusta itu merusak dan haram kecuali dalam dusta itu mendatangkan kemaslahatan dan menolak kerusakan, maka terkadang dibolehkan bahkan diwajibkan.

Contohnya : Seseorang merasa khawatir terhadap seseorang yang bersembunyi di rumahnya itu sedang dicari oleh orang dhalim yang mau memotong tangannya kemudian menanyakannya tentang orang itu, lalu ia menjawab : Saya tidak tahu, padahal ada orang yang ditanyakannya itu di dalam rumahnya. Dusta semacam ini lebih utama dari kejujuran karena terdapat di dalamnya kemaslahatan yaitu melindungi anggota badan yang lebih besar dari kemaslahatan kejujuran yang tidak membahayakan dan juga tidak bermanfaat.

Diqiyaskan terhadap apa yang dikatakan ibnu Abdus-Salam, bersumpah dusta dalam rangka membebaskan seorang perempuan dari orang yang berbuat kejahatan kepadanya, kemudian perempuan itu bersembunyi di rumah seseorang, lalu orang itu bersumpah saat ditanya tentang perempuan itu dan mengatakannya,bahwasannya ia tidak ada dirumahnya dalam rangka untuk membebaskannya dari orang yang ingin berbuat jahat kepadanya.

  1. Sumpah Makruh

Yaitu sumpah terhadap perbuatan makruh atau meninggalkan perbuatan yang mandub [yang dianjurkan], Allah SWT berfirman yang artinya:

“Janganlah kamu jadikan [nama] Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia”. (Q.S Al Baqarah : 224).

Artinya janganlah kalian menjadikan [nama] Allah dalam sumpah kalian sebagai penolak di antara kalian untuk berbuat kebajikan,yang berupa kebaikan, ketakwaan dan ishlah di antara manusia, dengan kalian bersumpah dengan nama-Nya dalam rangka untuk meninggalkan amal-amal kebajikan padahal dengan meninggalkannya berarti meninggalkan pengagungan terhadap nama-Nya. Termasuk sumpah yang dimakruhkan adalah sumpah dalam jual beli (perdagangan), nabi SAW bersabda : “Sumpah itu melariskan barang dagangan tapi menghilangkan kebarokahan.

  1. Sumpah Mubah

Sumpah mubah yaitu sumpah terhadap perbuatan yang mubah atau meninggalkannya, atau sumpah terhadap berita tentang sesuatu yang dapat dipercaya atau diduga dapat dipercaya.

  • Syarat-syarat orang yang bersumpah

Disyaratkan pada orang yang bersumpah adalah harus dewasa [baligh] dan berakal, baik laki-laki maupun perempuan, dan harus sengaja melakukan sumpah atas dasar kehendak sendiri tanpa adanya paksaan. Tidak sah dan tidak berlaku sumpah dari seorang anak kecil atau orang gila dan orang yang sedang tidur, berdasarkan hadits yang mulia, Rasulullah SAW bersabda : “Diangkat pulpen dari tiga perkara : Dari anak kecil hingga dewasa [baligh], dari orang gila hingga sadar dan orang tidur hingga bangun dari tidurnya”. Demikian juga tidak sah sumpahnya orang yang mabuk, karena orang yang mabuk hilang akalnya, maka menjadi seperti orang yang gila, ini adalah pendapat madzhab Adh-Dhahiri dan ulama-ulama yang sependapat dengannya.

  • Sumpah orang yang dipaksa

Tidak sah dan tidak berlaku sumpahnya orang yang dipaksa, ini adalah pendapat Hanabilah dan Adh-Dhahiriyyah, dan termasuk pendapatnya madzhab imam Malik dan Asy-Syafi’i Rahimahumallahu Ta’ala. namun menurut imam Abu Hanifah Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan : Sah dan berlaku sumpahnya seorang yang dipaksa karena sumpah orang yang dipaksa adalah sumpahnya orang mukallaf, maka sumpahnya berlaku sebagaimana sumpahnya orang yang melakukannya dengan kehendak sendiri tanpa ada paksaan.

Hujjah jumhur fuqaha untuk menguatkan pendapatnya adalah hadits yang disebutkan oleh pengarang kitab “Al-Mughni” imam ibnu Qudamah Al-Hambali dan pengarang kitab “Al-Muhadzdzab” Al-Faqih Asy-Syirozi Asy-Syafi’i, yaitu hadits yang diriwayatkan Abu Umamah dan Wail bin Al-asqa’ bahwa Rasul SAW bersabda:

“Tidak sah sumpah atas orang yang dipaksa”. Karena sumpah orang yang dipaksa tidak timbul dari dirinya berdasarkan kehendak sendiri (dalam hatinya), melainkan dibebankan untuk bersumpah dengan cara yang tidak benar (dipaksakan), maka tidak sah sumpahnya sebagaimana kalau dipaksakan untuk mengucapkan kata-kata kafir.

Demikian pula Adh-Dhahiriyyah yang bsependapat jumhur, berhujjah dengan bahwa ucapan seorang yang dipaksa, yaitu sesuatu yang dipaksakan atas dirinya, sesunguhnya ia mengucapkan lafadh yang diperintahkan kepadanya untuk diucapkan dengan paksaan, maka tidak ada masalah bagi orang yang mengucapkannya itu. Dan juga hadits Nabi SAW yang berbunyi :“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niat-niatnya, dan sesungguhnya demikian pula setiap orang tergantung dari apa yang diniatkannya”.

 

MANFAAT AQSAMUL QUR’AN

Manfaat:

  1. Mempertegas dan memperkuat berita yang sampai kepada pendengar.
  2. Memberikan nilai kepuasan kepada pembawa berita yang telah menggunakan Qasam.
  3. Mengagungkan sifat dan kekuasaan Allah.

Tujuan qasam

Sumpah dilakukan untuk memperkuat pembicaraan agar dapat diterima atau dipercaya oleh pendengarnya. Sementara sikap pendengar sesudah mendengar qasam akan bersikap salah satu dari beberapa kemungkinan di bawah ini:

  1. Pendengar yang netral, tidak ragu dan tidak pula mengingkarinya. Maka pendengar yang seperti ini akan diberi ungkapan ibtida’ (berita yang diberi penguat taukid ataupun sumpah) contohnya dalam Q.S Al Hadid ayat 8. Penguat dalam ayat ini hanya diperkuat oleh lafadz Qod.
  2. Pendengar mengingkari berita yang didengar. Oleh karenanya berita harus berupa kalam ingkari (diperkuat sesuai kadar keingkarannya). Bila kadar keingkarannya sedikit, cukup dengan satu taukid saja. Contoh surat An Nisa’ : 40. Sedang apabila kadar keingkarannya cukup berat, maka menggunakan dua taukid (penguat). Seperti surat Al-Maidah:72.

Dalam ayat di atas diberi dua taukid berupa lafadz Qod dan Lam taukid. Dan apabila kadar keingkarannya sangat berat, ditambah dengan beberapa taukid.

  1. Apabila berita itu sampai pada pendengar dan dia tidak menolak, tentunya berita tersebut dapat diterima dan dipercaya. Karena telah diperkuat dengan sumpah apalagi dengan menggunakan kata Allah swt.
  2. Bahwa pembawa berita akan merasa lega, karena telah menyampaikan berita dengan diperkuat sumpah atau dengan beberapa taukid (penguat). Hal ini sangat berbeda apabila membawa berita dengan tidak menggunakan qasam.

Dengan bersumpah memakai nama Allah atau sifat-sifat-Nya, maka hal ini sama dengan mengagungkan Allah swt karena telah menjadikan namanya selaku dzat yang diagungkan sebagai penguat sumpah.

 

Kesimpulan

Jadi dapat disimpulkan bahwa Aqsamul Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumpah-sumpah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an. Selain pengertian di atas, qasam dapat pula diartikan dengan gaya bahasa Al-Qur’an yang menegaskan atau mengukuhkan suatu pesan atau pernyataan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai muqsam bih. Dalam Al-Qur’an, ungkapan untuk memaparkan qasam dengan memakai kata aqsama, dan kadang menggunakan kata halafa.

  1. Definisi
  • Aqsam adalah bentuk jamak dari kata qasam yang artinya sumpah.
  • Qasam didefinisikan sebagai mengikat jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan “suatu makna” yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu.
  1. Unsur-unsur
  • Harus ada fi’il yang memuta’adikan dengan huruf
  • Harus terdapat Muqsam Bih atau penguat sumpah, yaitu sumpah yang diperkuat dengan sesuatu yang digunakan oleh yang bersumpah.
  • Harus ada muqsam alaih atau berita yang diperkuat dengan sumpah itu.
  1. Huruf-huruf
  • Huruf Wawu
  • Huruf Ba
  • Huruf Ta
  1. Bentuk-bentuk
  • Bentuk Pertama: Bentuk Asli
  • Bentuk Kedua: Ditambah huruf La
  • Bentuk ketiga: Ditambah kata qul balaa
  1. Hukum-hukum
  • Wajib
  • Mandub
  • Haram
  • Makruh
  • Mubah
  1. Manfaat dan Tujuan

Manfaat:

  • Mempertegas dan memperkuat berita yang sampai kepada pendengar.
  • Memberikan nilai kepuasan kepada pembawa berita yang telah menggunakan Qasam.
  • Mengagungkan sifat dan kekuasaan Allah.

Tujuan:

  • Pendengar yang netral, tidak ragu dan tidak pula mengingkarinya.
  • Pendengar mengingkari berita yang didengar. Oleh karenanya berita harus berupa kalam ingkari (diperkuat sesuai kadar keingkarannya).
  • Apabila berita itu sampai pada pendengar dan dia tidak menolak, tentunya berita tersebut dapat diterima dan dipercaya.
  • Bahwa pembawa berita akan merasa lega, karena telah menyampaikan berita dengan diperkuat sumpah atau dengan beberapa taukid (penguat).

Sumber

http://nizaryudharta.blogspot.com/2013/11/pengertian-multikultural.html?m=1

http://blogputriwulan.blogspot.com/p/blog-page.html?m=1

http://khoirawatidempo.wordpress.com/2012/10/10/sejarah-ulumul-quran/

http://aziz-sam.blogspot.com/2012/12/aqsamul-quran.html?m=1

PDF Aqsamul Qur’an, Rikza Maulan Lc., M.Ag

 

Catatan: Ini adalah tugas makalah tafsir. Tulisan ini diambil dari banyak sumber.

[Cylpa Nur Fitriani, santriwati Pesantren Media, angkatan 1, jenjang SMP]

By Cylpa Nur Fitriani

Cylpa Nur Fitriani | Santriwati Pesantren Media angkatan ke-2, jenjang SMP, kelas 3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *