Author Point Of View
Senyum Clara mengembang, perempuan cantik itu kini tengah mengingat persahabatannya dengan Citra. Clara sudah lama tidak bertemu Citra karena kesibukan mereka menjelang Ujian Nasional. Dan kini, disinilah Clara, duduk dengan gelisah menunggu sahabatnya itu. Mereka sudah membuat janji dari pukul 10.00 WIB tadi, tapi Citra yang ditunggu tidak kunjung datang hingga 1 jam pun telah berlalu.
Akhirnya Clara pun pasrah. Ia bangkit berdiri. Sekali lagi, menoleh kesana-kemari memastikan Citra benar-benar tidak akan datang. Setelah memastikan Citra tidak akan datang, ia pun berbalik, kini ia benar-benar kecewa dengan sahabatnya itu. Tapi, ketika menoleh kearah kanannya, ia melihat Citra yang berjalan pelan menuju kearahnya. Clara yang awalnya merasa sedih, kini menjadi berseri-seri. Ia melompat-lompat senang dan melambaikan tangannya dengan semangat kearah Citra.
Tapi, muka ceria nya tadi seketika hilang dan digantikan dengan wajah bingungnya. Ia bingung mengapa sahabatnya itu tidak membalas lambaiannya dan ia menangkap sesuatu yang aneh pada wajah sahabatnya itu. Wajah nya datar, tidak ada terlihat senang sedikit pun. Dan kini tampaklah raut wajah sedih Clara, ia berpikir ‘apakah Citra tidak senang bertemu denganku ?’. Tapi, ia berusaha untuk tidak berpikir negative pada sahabatnya itu.
Karena tak sabar, Clara pun bergegas menghampiri sahabatnya yang tengah dibaluti jilbab ungu dengan renda-renda dan bunga-bunga yang cantik, jilbab itu menutupi hampir keseluruhan tubuh sahabatnya, “cantik” itu komentar pertama yang dikeluarkan Clara untuk sahabatnya hari ini. Ya, Citra memang cantik, wanita berhijab itu sudah lama juga mengajak Clara untuk memakai jilbab seperti dirinya. Tapi, hanya kata “kapan-kapan deh” yang keluar dari mulut Clara, ia merasa belum siap untuk menutup aurat sepenuhnya, dan Citra pun pasrah dan memakluminya.
“Hai Citra” kata itulah yang keluar dari mulut Clara saat sudah berada di hadapan Citra. Citra yang sedari tadi tak kunjung mengangkat kepalanya membuat Clara heran. “Kenapa dari tadi wajahnya di tekuk saja, Cit ?. Kamu lagi bete ya ? dari tadi diam saja” Tanya Clara heran. “Tidak Clara. Aku hanya merasa perlu menyampaikan sesuatu kepadamu, sangat penting.” Setelah menghembuskan nafasnya pelan, ia langsung mendongakkan kepalanya, menatap Clara.
Clara Point Of View
Oh God, Aku tak suka diajak serius dan Citra tau itu. Aku diam sebentar. Ada apa sebenarnya? Tatapan nya seolah-seolah menyuruhku untuk segera mencari tempat untuk berbicara serius hari ini. Dia aneh, dia bukan Citra yang kukenal, dia bukan Citra sahabatku, tatapan nya yang memaksa itu bukan tatapan Citra, sahabatku. Kemana Citra yang kukenal? Tatapan nya semakin memaksa. Tanpa melihatku, ia berjalan duluan meninggalkan ku dan duduk di tempat aku menunggunya tadi. Dengan langkah perlahan, wajah menunduk dan kalimat-kalimat ‘ada apa dengannya?’ yang terus terngiang dikepalaku , aku mengikuti nya dan duduk disampingnya.
Kami diam seribu bahasa, tak ada yang mampu memecah kesunyian saat itu. Dia pun begitu, dia yang ingin mengajak ku berbicara serius tadi juga ikut diam. Aku tak berani memulai bicara, aku tak berani memulai percakapan serius ini. Aku mempunyai firasat buruk tentang apa yang akan dibicarakan Citra nanti. “Clara…”
Bersambung
[Hanifa Sabila, Santri Angkatan ke-3, Jenjang SMP, Pesantren Media]