Loading

bukusaft10Ya, alirkan saja idemu dalam tulisan. Jangan berpikir tentang tulisan yang jelek atau bagus. Karena pikiran tersebut akan menghambat dan mengganggu proses mengalirkan gagasanmu. Alirkan saja sebisa mungkin, semampu mungkin, bila perlu imajinasinya ‘seliar’ mungkin. Oya, kata “seliar” harap digaris bawahi dengan pengertian positif. Artinya, silakan gunakan improvisasi permainan kata dan memunculkan ide yang akan ditulis dengan sebebasnya tanpa khawatir salah atau jelek. Makin sering kita menulis, insya Allah akan makin mahir mengalirkan ide. Makin sering menulis, akan semakin lihai dalam membanjirkan ide dalam tulisan kita. Jujur saja, saya sering merasa kewalahan manakala ide sudah banyak dan ingin segera mengalirkannya dalam sebuah tulisan, dan kadang sulit dihentikan begitu saja. Silakan rasakan sendiri pada suatu saat dimana kamu udah sering melatih diri menulis. Rasakan! Hehehe…

Pertanyaan yang sering ditanyakan oleh para penulis pemula atau mereka yang hendak belajar menulis adalah: “Bagaimana cara mengalirkan gagasan atau ide yang kita miliki dalam sebuah tulisan?” Jawaban saya sederhana: Segera alirkan ide lewat tulisan sebagaimana kita melepas sumbatan yang bercokol di pipa atau selokan jalan air sehingga air akan mengalir deras karena sudah tak kuasa ditahan oleh sumbatan. Dalam menulis, menurut saya, sumbatan itu bisa banyak: malas; takut salah; takut gagal; dan khawatir karyanya jelek. Umumnya sih daftar sumbatannya ya seperti itu.

Malas? Waduh, ini sih penyakit paling sering diderita siapapun, termasuk penulis: baik penulis senior maupun penulis pemula. Kalo udah malas, nggak ada obat mujarab selain berontak terhadap rasa malas itu. Tataplah dunia luar. Lihat orang lain yang berada di depan kita. Mungkin saja mereka berada selangkah lebih jauh atau malah ratusan langkah meninggalkan kita yang diam termangu tanpa bisa berbuat apa-apa. Tidakkah kita tergerak mengejarnya? Membuang semua rasa malas yang bersarang di dalam pikiran dan perasaan kita. Kalo nggak tergerak, kayaknya siap-siap aja makin jauh ketinggalan. Rasakan! Rasakan bagaimana perihnya tertinggal dan ditinggalkan oleh mereka yang berhasil ketimbang diri kita. Insya Allah, dengan menatap lingkungan sekitar, akan menjadi cambuk untuk menghempaskan rasa malas kita.

Rasa malas hanya akan tetap berbaring di pikiran dan perasaan kita, saat kita merasa tak perlu suasana kompetisi dalam hidup ini. So, segeralah menulis. Kuatkan pikiranmu untuk mengumpulkan semua ide yang mungkin saja sudah menumpuk di benakmu. Lihat, orang lain yang sudah jauh meninggalkan kita dengan tulisan-tulisan yang dibuatnya, dengan buku-buku yang berhasil diterbitkannya. Ayo bangkit dari tidur lelapmu, buang rasa malas. Jangan sampe deh kita bengong saat orang lain telah banyak menorehkan catatan amal baik yang manfaatnya bisa dirasakan orang lain. Keuntungannya? Insya Allah buat kita sendiri, karena telah menyebarkan kebenaran, telah menyampaikan kebaikan, dan telah memberikan banyak inspirasi kepada orang lain. Insya Allah kita bisa melakukannya. Bisa kok.

Selain rasa malas, sumbatan dalam diri kita yang menghalangi proses kreatif kita dalam menuangkan gagasan dan membanjirkannya adalah perasaan “takut salah”. Hmm.. siapa sih orang yang pengen salah? Nggak ada. Semua orang pasti ingin dianggap selalu benar di hadapan orang lain, meskipun kadang melakukan kesalahan.So, sebenarnya nggak ada yang salah dengan kesalahan yang kita buat. Maksudnya, kalo memang salah ya salah. Akui kesalahan itu dan berusaha untuk memperbaikinya di kemudian hari. Jadi kita bisa belajar dari kesalahan yang kita buat. Justru yang aneh bin ajaib adalah orang yang sudah tahu salah tapi nggak mau mengakui kesalahan dan merasa tak perlu memperbaiki kesalahannya. Itu yang salah dari kesalahan yang dibuatnya.

Nah, sumbatan berupa perasaan “takut salah” harus dihempaskan dari pikiran dan perasaan kita. Meskipun hal itu tampak wajar dan manusiawi, tapi gimana jadinya kalo sampe menguasai dan mendominasi pikiran dan perasaan kita sehingga membuat kita jadi tidak berani untuk menulis? Menulislah, dan jangan pernah takut salah. Sebab, kita bisa belajar dari kesalahan. Jangan khawatir. Justru adanya “kesalahan” bisa kita jadikan bahan evaluasi untuk menjadi lebih baik dan menjadi yang terbaik. Insya Allah.

Bagaimana dengan perasaan “takut gagal”? Hmm… ada baiknya membaca pernyataan Michael Crichton yang menulis novel Jurrasic Park, “Sebuah karya akan memicu inspirasi. Teruslah berkarya. Jika Anda berhasil, teruslah berkarya. Jika Anda agal, teruslah berkarya. Jika Anda tertarik, teruslah berkarya. Jika Anda bosan, teruslah berkarya.”

Jadi, menurut saya sih, nggak perlu takut gagal. Sebab gagal itu biasa, justru yang luar biasa itu adalah mampu bangkit dari kegagalan dan jangan pernah takut gagal. Jalani aja apa adanya. Toh, sama seperti kesalahan, kita bisa bisa belajar dari kegagalan. Setuju kan?

Terakhir, tak perlu merasa khawatir dengan hasil akhir tentang jelek atau buruknya tulisan kita. Misalnya, orang lain bacanya aja bingung, pembaca malah nggak tahu maksud dari yang kita tulis, gaya bahasanya berantakan, EYD-nya nggak karuan. Buang jauh-jauh perasaan “khawatir jelek” tersebut dari pikiran dan perasaan kita. Karena itu akan menghambat proses kreativitas kita dalam menulis. Waktu saya jadi redaktur majalah PERMATA, ada penulis remaja yang sering mengirimkan karyanya dan selalu kami tolak dengan alasan memang tidak memenuhi standar baik isi maupun masalah teknis penulisannya. Tapi rupanya dia sangat semangat untuk kirim hasil tulisannya.

Dan buktinya, sebagaimana umumnya sebuah keterampilan, maka semakin sering menulis akan kian tampak hasilnya. Ya, akhirnya, kalo nggak salah pada tulisan yang keenam yang dikirimnya kepada kami kemudian kami muat di majalah. Sebab, ada tampak kemajuan dari gaya penulisan maupun isinya. Ini menjadi bukti bahwa semakin sering menulis akan membuat kita jadi mahir menuangkan gagasan dan memoles kualitas pesan yang disampaikannya. Rasakan dan percayalah!

Oke deh, semoga tulisan sederhana yang saya buat ini bermanfaat bagi siapa pun yang mengambil manfaatnya. Jadi, segera alirkan idemu dalam sebuah tulisan. Jangan tunggu esok hari, laksanakan sekarang juga dan rasakan hasilnya setelah sering berlatih. Jangan lupa, tetap memohon pertolongan Allah Swt agar dimudahkan dan senantiasa barokah.  So, jangan pernah berhenti nulis!

Salam,
O. Solihin

By osolihin

O. Solihin adalah Guru Mapel Menulis Dasar, Pengenalan Blog dan Website, Penulisan Skenario, serta Problem Anak Muda di Pesantren Media | Menulis beberapa buku remaja | Narasumber Program Voice of Islam | Blog pribadi: www.osolihin.net | Twitter: @osolihin | Instagram: @osolihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *