Pagi itu, sekitar jam 07.30, di sebuah kantin kampus bercat kuning gading dengan kursi plastik bulat yang di susun berhadapan, aku duduk menemani seorang teman makan. Sebut saja Dinda, ia seorang teman yang supel dan cerdas. Sengaja aku hanya memesan segelas jus alpukat untuk menemaninya. Sebagai seorang yang sudah berkeluarga, sudah menjadi kebiasaan untuk mengawali aktifitas pagi dengan sarapan. Entah dengan menu nasi goreng spesial, atau sekedar nugget dan kentang goreng bahkan terkadang hanya dengan selembar roti dan segelas susu coklat hangat. Intinya, awali hari dengan kebersamaan di meja makan. Sementara temanku Dinda, wajar ia mengawali harinya di kantin.
“Bosan makan di kost, nggak ada temennya” kilahnya.
“Pantes kamu jadi wadah referensi teman-teman cari tempat makan. Dari yang kelas warteg sampai restoran berkelas kamu hapal. Ternyata kamu jarang makan di kostanmu ya non?” aku mendelik, sok memarahinya.
Ia terkekeh sambil menowel pipiku.”Kayak nenek-nenek” ejeknya demi melihat ekspresiku.
“Nikah atuh geulis, biar punya teman. Jadi makannya nggak sendirian lagi. Itung-itung juga belajar masak. Bisa masak nggak non?” aku menggodanya.
Kali ini giliran dia yang mendelik. “Masak?” lalu ia menggeleng. “ hehe…ceplok telor bisa”. Habis itu ia tampak cengengesan.
“Emang belum siap nikah ya Din?” selidikku mengingat usianya sudah cukup matang. 25 tahun.
Tanpa pikir panjang ia langsung menggeleng. “Belum” jawabnya yakin.
Dan perbincangan itu terputus begitu saja karena saat itu beberapa teman sekelas tampak memasuki kantin dan bergerak mendekati meja kami.
Rupanya obrolan singkat kami di kantin itu melekat di benak kawanku ini dan merajai isi kepalanya. Terbukti sebulan kemudian ia datang padaku dan sembari tersipu malu berbisik di telingaku.
“Aku pengen nikah mbak”
Aku menatapnya bengong. “Dengan siapa?” tanyaku. Dahiku berkerut-kerut.
“Ya dengan ikhwan. Belum tau siapa. Pokoknya udah siap” tukasnya mantap. Aku semakin bengong. Menatap takjub gadis di hadapanku. Allahkah yang telah menggerakkan hatinya?
Setelah itu ia sibuk berceloteh tentang persiapan pernikahan.
“Apa aja yang perlu dipersiapkan Mbak? Bagaimana cara mencari jodoh yang sholeh? Trus cara menerima khitbah? Oya, aku belum bisa masak. Kudu belajar ya Mbak? Cara menata rumah? Kudu taat ama suami ya? Nyenengin hatinya gimana caranya? Ngurus kehamilan? Merawat anak? Mendidiknya? Aduh…banyak banget yang harus dipelajari Mbak”.
Sejak saat itu, jadilah aku konsultan pernikahan baginya. Gratis! Dan aku senang melihat perubahannya. Ia mau belajar dan mempersiapkan pernikahan sebelum datang ‘sinyal jodohnya’.
Di muka bumi ini, banyak bertebaran Dinda-Dinda lainnya. Seorang gadis, acapkali kelabakan mempersiapkan pernikahan di usia yang cukup matang. Bahkan banyak juga gadis yang belajar seputar pernikahan padahal akan menikah beberapa hari lagi. Ini jelas tidak tepat. Sekarang, yuk coba kita preteli! apa aja yang perlu dipersiapkan dalam pernikahan.
Sebenarnya ada beberapa poin ilmu yang harus dipersiapkan dalam pernikahan yaitu:
- Seluk-beluk tentang persiapan sebelum menikah yang terkait dengan fikih munakahat. Misalnya cra memilih pasangan, cara melamar (khitbah), cra menyelenggarakan pernikahan, tata cara ijab qabul, cara shalat setelah ijab qabul, aturan berhubungan antara suami istri (ijma’) menurut Islam dan sebagainya.
- Ilmu tentang bersuci : tata cara mandi setelah berhubungan suami istri (janabat), cara membersihkan najis ketika anak mengompol dan sebagainya.
- Ilmu tenang manajemen kerumahtanggaan seperti cara menata rumah, mengatur keuangan, cara memasak, cara menata menu keluarga, merawat pakaian dan sebagainya.
- Ilmu tentang keterampilan berkomunikasi dengan pasangan. Misal : mengetahui karakter laki-laki sebagai pasangan, cara memuji dan mendukung pasangan, cara ta’awun (saling membantu) dalam pekerjaan rumah tangga, cara menasihati pasangan dan sebagainya.
- Ilmu tentang perawatan dan pendidikan anak, misal : cara mengatasi anak diare atau demam, cara mengatasi anak rewel, cara mengajarkan keberaniana pada anak, cara mengajarkan percaya diri dan optimisme pada anak, cara mengenalkan Allah dan beribadah kepada anak dan sebagainya. (Sumber: Kusmarwanti M Idhan dalam buku “Smart Love” dengan beberapa modifikasi).
Nah, tu kan…banyak banget yang harus dipelajari oleh seorang cewek terutama muslimah dalam mempersiapkan pernikahan. Sementara jodoh, ia bisa datang kapan saja. Seperti kematian, ia tidak bisa kita undur atau majukan barang sedetikpun. Ilmu sebanyak itu nggak cukup hanya dipelajari barang sebulan dua bulan, tapi butuh waktu untuk mempelajari dan memahaminya.
So, mempersiapkan dirinya musti, kudu, wajib sedini mungkin. Nggak usah menunggu tahu siapa dulu jodoh kita atau menunggu dijodohin. Semakin banyak ilmu yang kita pelajari dan pahami, insyaallah kita akan semakin siap untuk menghadapi pernikahan. Karena perikahan bukanlah ajang trial and error. Trus gimana kalau ternyata kita udah nyiapin diri sedini mungkin, ternyata jodoh tak kunjung datang, hati tak kunjung berlabuh? Nyantai aja, nggak usah galau. Karena masalah jodoh, hanya Allah yang berhak menentukan. Dia tahu yang terbaik bagi kita. Berdoalah dan pelajari ilmu-ilmu tadi dengan senang hati. Toh kita melakukannya semata-mata karena Allah.
Satu hal yang paling penting, terus perbaiki dan tingkatkan kualitas diri. Mulai sekarang, lakukan seni memelihara lisan. Kata-kata yang baik akan menyenangkan hati orang lain dan suami kita kelak. Bukankah kelak terhadap suami kita harus pandai menyenangkan hatinya dan taat padanya? Maka ketika ia melarang kita berbuat sesuatu yang dibenarkan menurut syara, kata-kata yang keluar dari mulut kita bukanlah berupa umpatan, tapi puji syukur karena ia telah memuliakan kita.
Selain itu pandai-pandailah menjaga kesucian diri. Jangan berikan celah sedikitpun bagi setan untuk menggelincirkan dalam maksiat. Sekedar chatting atau SMS dengan lawan jenis sepertinya perkara sederhana. Tampak aman, karena tidak diketahui teman-teman dan tampak nyaman karena tidak bertemu langsung tapi bisa berkomunikasi. Namun ingat, Allah Maha Melihat lho, sering terjadi kemaksiatan besar yang “hanya” diawali dengan aktifitas chatting dan SMS-an. Seorang cewek atau wanita yang mampu menjaga diri pastilah lebih berkualitas dibandingkan seorang cewek yang suka ‘nyerempet-nyerempet maksiat’. Dan seorang cewek yang berkualitas pantas mendapatkan cowok dengan kualitas sepadan. Bukankah perempuan yang baik (sholehah) adalah untuk laki-laki yang baik (sholeh), demikian juga sebaliknya. Ibarat barang, semakin high quality maka harganya akan semakin mahal kan?.
Maka yakinlah, jodohmu akan datang yaitu pada orang yang tepat dan di waktu yang tepat. Insyaallah. [Wita Dahlia, ‘santriwati kalong’ khusus kelas menulis di Pesantren Media]
Catatan: tulisan ini sebagai bagian dari tugas menulis opini (pengganti reportase) di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media
ada kan perempuan yg soleha buat menjadikan istri dari anak anak qu..untuk menjadi tulang rusuk kelak nanti..untuk taaruf dan menghibahnya.