Dear Diary.
Hari ini, Selasa 23 Oktober 2012, aku sudah berada di rumah. Oh, Ry, sungguh tidak terbayangkan, betapa cepatnya waktu yang bergulir sejak kemarin. Rasanya baru saja kami kembali ke pesantren untuk kembali belajar setelah libur Ramadhan dan Idul Fitri, sekarang kami sudah tiba di liburan Idul Adha. Banyak santri di Pesantren Media yang memutuskan untuk tidak pulang karena liburan yang diberikan hanya seminggu, sementara untuk sekedar mencapai rumah saja, banyak dari mereka yang harus mengeluarkan biaya dan waktu yang tidak sedikit.
Namun aku dan kakak sepupuku, Musa, termasuk anak-anak beruntung yang rumahnya tidak terlalu jauh dari pesantren, sehingga kami pun memutuskan untuk pulang. Kamu tahu Ry, berapa jarak yang aku bilang ‘tidak terlalu’ jauh barusan? Perjalanan 15 jam! Hahahaha…
Aku dan Musa berangkat di Bogor pada pukul 13.00 kemarin, dan tiba di Temanggung pada pukul 03.00 dini hari. Sejam lebih awal dari saat kami sampai di Temanggung pada liburan Ramadhan. Kami tidak memutuskan untuk mengojek karena biayanya cukup mahal, sementara dompet kami sedang tipis-tipisnya. Maklum, anak pondok yang pulang kampong pasti uangnya sudah habis.
Dan Ry, sepertinya aku tidak perlu menceritakan lagi tentang pengalamanku selama berkendara di bus, karena perjalanan semalam bisa dibilang sama dengan perjalanan saat Ramadhan.
Aku menuliskan tulisan ini pada pukul 13.42, 24 jam lebih 42 menit lewat setelah kami berangkat kemarin. Hm, angka yang lucu ya Ry?
Tidak banyak yang bisa kulakukan di rumah, karena tentu saja perjalanan semalam sangat menguras tenaga. Selain itu, rumahku satu komplek dengan sebuah sekolah dasar swasta yang dikelola sendiri oleh orangtuaku di bawah yayasan keluarga besar, yakni Istiqomah. Kebetulan sekali, SD IT Istiqomah ini sedang menjalani renovasi besar-besaran, jadi terpaksa aku dan keluargaku pun mengungsi di kelas-kelasnya.
Sebentar lagi, ketiga saudaraku yang masih di pondok dan kuliah, akan pulang ke rumah dan entah mereka akan ditempatkan di mana. Sungguh bukan hal yang mudah untuk dijalani, namun inilah sebuah pengorbanan yang harus kami buat demi kepentingan dakwah.
Belum tahu, ya, Ry?
Dulu, sebelum dibangun sebagai sekolah, tempat ini merupakan sebuah selepan. Selepan adalah tempat orang meggiling padi menjadi beras, atau menjemur padi di halamannya yang luas. Bangunan selepan tersebut sudah jarang digunakan, sehingga keluarga kami yang baru berimigrasi dari luar Jawa pun akhirnya memutuskan untuk merenovasi bangunan selepan lama yang kondisinya tidak begitu buruk, dan tinggal di sana.
Saat itu aku belum bersekolah, Ry! Hanya beberapa bulan setelah kami meninggali selepan tersebut, barulah aku masuk ke taman kanak-kanak. Hei, kamu bisa membayangkan wajahku saat anak-anak, Ry? Wah, dulu aku imut sekali. Badanku dulu cukup gemuk, warna kulitku masih putih, dan yang paling membekas di ingatanku adalah, aku tidak bisa berhenti mengalirkan ingus dari hidungku. Entah itu karena alergi atau apa, tapi penyakit ‘meler’ itu terus menjangkitku hingga aku kelas 2 SD. Seandainya aku masih punya fotoku dulu, kamu pasti akan segera terpekik dan akan membayangkan dapat meremas pipiku saat kamu melihatnya. Namun, seperti kata pepatah ngawur, dulu imut-imut, sekarang amit-amit! Hahahaha….
Waktu itu, aku mengenyam jenjang pendidikan TK-ku di TK milik keluarga, TK IT Istiqomah. Namun setelah aku dan teman-temanku selesai di TK, keluarga besar kami pun mulai cemas, karena di Temanggung saat itu belum ada sekolah dasar Islam. Meski sudah ada, biayanya mahal selangit, jadi menurutku tidak pantas disebut sekolah melainkan ladang bisnis. Akhirnya, kedua orangtuaku pun menggagas sekolah dasar ini. Memang, pada tahun pertamanya orangtuaku hanya menyediakan fasilitas seadanya yang berupa rumah mereka sendiri. Rumah bekas selepan tersebut.
Ry, orangtuaku itu ternyata memang pahlawan sejati. Saat mereka berdua mendirikan sekolah ini, ada beberapa pihak yang ternyata dari pihak keluarga sendiri sempat merendahkan gagasan ini. Mereka bilang, orangtuaku hanya bermodalkan pede dalam mendirikan sekolah ini.
Tapi, Ry, lihatlah sekarang! Sekolah ini kini memiliki reputasi yang sangat baik di antara puluhan sekolah di Kecamatan Tembarak, bahkan sudah disegani prestasinya di Kabupaten Temanggung. Murid-murid di sini bisa dibilang lebih unggul dari sekolah-sekolah umum lainnya. Tentu saja, di sekolah lain tidak diajarkan agama Islam secara mendalam, dan kepribadian berbudi dan akhlak adalah pelajaran nomor sekian. Mereka hanya mengunggulkan kecerdasan ilmu dunia di atas segalanya, yang tentu saja melupakan ilmu akhirat.
Orang yang dulunya menganggap sekolah gagasan orangtuaku hanya bermodal pede? Jangan pikirkan dia.
Ry, setelah menuliskan satu kalimat di atas ini, aku baru sadar bahwa apa yang sering kulakukan dalam menghadapi masalah yang sama mirip dengan apa yang dilakukan orangtuaku. Orangtuaku (terutama ibuku) selalu dihadapkan dengan orang-orang pengiri dan pendengki di hidupnya. Sampai-sampai, dia memiliki pedoman khusus dalam menghadapi orang-orang tersebut. Dalam menghadapi orang yang iri dan selalu berkeinginan untuk menjatuhkan kita, maka jangan hiraukan dia dan buat dia makin terbakar dengan prestasimu.
Aku sering mendapat kritik dan cercaan pedas dari teman-temanku yang selalu iri denganku. Awalnya memang berat menghadapinya, namun lama kelamaan, aku pun melakuka apa yang ayahku selalu lakukan. Jika dia berusaha menjatuhkanmu tanpa alasan yang jelas dengan kata-katanya yang dibuat seindah dan seilmiah mungkin, maka kentuti saja pendapatnya. Atau jika kau sedang tidak kembung, maka ucapkan saja: ‘TRUS GUE HARUS KOPROL SAMBIL BILANG WOOOW, GITU?’
Hahahaha… tentu saja dulu belum ada kalimat seperti yang di atas, tapi mirip lah. Jadi, para pembenci dan para pendengki sekalian… Jika kalian membaca ini, maka saksikanlah, aku sedang kentut di wajah kalian!
DHUUUUUT…..!
Ah, lega.
Untuk teman-temanku di Pesantren Media. Tadi aku sempat mengamera beberapa titik di rumahku dan sekitar lokasinya. Jika kalian tertarik untuk melihat keindahan alam di sekitar rumahku, klik saja blog-ku.
http://downfromdream.tumblr.com
[Hawari, @hawari88, santri kelas 1 SMA di Pesantren Media]
Wahahaha… Angka sebelas di atas bibirr! kental!
stay back muss… 😀