Loading

images

Putri Nabila itulah namaku, nama yang indah tak seindah kehidupanku. Kini aku duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 5. Aku tinggal bersama orang tua yang tak pernah ada di sisiku. Tempat tinggalku di perumahan elit di Jakarta. Keluargaku keluarga yang terpandang bahkan sampai terpandangnya mereka tak pernah ada waktu untuk bersamaku. Sematawayang yah itulah aku, adik dan kakak pun aku  tak punya, tinggal di rumah yang sebesar ini aku merasakan kesepian. Setiap hari aku habiskan waktu dengan pembantu-pembantu di rumah.

memang Aku terlahir dalam keadaan keluarga yang sangat sangat berkecukupan, tapi apa yang aku rasakan? aku merasakan kekurangan. Kekurangan kasih sayang dan cinta. Yang membuatku merasa terpuruk yakni kedua orang tuaku jarang bahkan tidak pernah bersenda gurau denganku. Jangankan bersenda gurau untuk sehari di rumah saja mereka tidak ada waktu.

Kadang aku iri pada temanku, setiap ada acara sekolah orang tuanya pasti datang. Sedangkan aku!!! jangankan datang, waktu buat aku aja tidak ada. Kemana tanggung jawab mereka sebagai orang tua?. Mereka merasa dengan uang semuanya akan selesai, kasih sayang pun bisa di  beli oleh mereka. Memang aku orang berada segala sesuatu yang aku mau bisa aku beli, tapi kasih sayang NIHIL tidak pernah aku rasakan. Dari kecil hingga sekarang orang tuaku tidak pernah tau apa yang aku suka dan apa yang aku tidak suka.

Uang, itulah alasan mereka meninggalkanku.  Kerja kerja dan kerja itulah mereka. Sehari tidak kerja rasanya bagaikan setahun tidak kerja itulah yang mungkin mereka rasakan. Mungkin aku terlalu kecil untuk merasakan kepahitan ini, tapi ini lah yang aku rasakan. Hanya ada satu orang yang membuatku kuat hingga saat ini, yakni uwaku. Beliaulah yang telah merawatku dari aku kecil hingga saat ini. bahkan aku lahir pun di rumah beliau. Ibu… aku memanggil nya, aku dan anaknya bagaikan kakak beradik. Ibu, dalam segala apapun dia selalu adil walaupun aku bukan anak kandungnya.

Kini aku tidak tinggal lagi di rumah yang mewah itu, sudah beberapa bulan ini kedua orang tuaku tidak pulang ke rumah. Mereka bekerja di luar negri. Aku memutuskan untuk tinggal di rumah ibu. Mungkin banyak hal baru yang akan aku hadapi kedepannya. Aku akan meninggalkan kemewahan ini. demi batinku, demi kepuasan jiwa ini aku rela semuanya hilang. Orang tuaku tak tahu kalau aku tidak tinggal lagi di rumah itu.

Sedikit demi sedikit kini aku mengerti perihnya hidup ini, aku belajar dewasa dari pengalaman ini. Kini aku mulai menerima semua kenyataan yang telah Tuhan berikan. Aku akan menjalankan hidup ini tanpa kasih sayang orang tua kandung. Aku bersyukur masih ada ibu dan kakak di sisiku, masih ada orang yang sayang padaku tanpa memandang aku ini siapa, sekaya apa aku, dan bukan materi yang mereka lihat, namun kasih sayang yang tulus yang selalu mereka berikan.

ooOoo

Tahun demi tahun telah berlalu, kini aku mulai remaja. Tahun ini aku masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan ini hari pertama aku masuk. Ibu dan kakakku sibuk menyiapkan kebutuhanku. Rasanya lucu, kebutuhan Masa Orientasi Siswa (MOS), ibu dan kakakku ikut sibuk mencari bahan-bahannya.

MOS pun berakhir, hari pertama belajar di isi dengan perkenalan murid-murid dan guru-guru.

“ Assalamua’laikum anak-anak” guru datang dengan senyuman manis

“Wa’alaikumussalam ibu guru” kamipun menjawab dengan semangat nya

“Perkenalkan nama ibu Neni mulyani, panggil ajah bu Neni. Ibu di sini sebagai wali kelas kalian” Bu Guru telah memperkenalkan dirinya. Sekarang giliran murid-muridnya. Satu persatu teman aku mulai maju dan kini giliran aku.

“Nama aku Putri Nabila, panggil saja Putri” dengan rasa dag dig dug akhirnya aku berani maju kedepan.

Perkenalan antara Guru dan murid-murid telah selesai. Bel telah di bunyikan waktunya pulang, matahari telah di atas kepala serasa panas untuk melangkahkan kaki ini. Namun di rumah ibu dan kakak ku telah menanti, aku pun bergegas untuk pulang. sesampainya aku  di rumah, ibu langsung mengambilkan aku segelas air putih.

ooOoo

Salsa, Nabil, dan Amel, mereka teman baruku di sekolah. Hari demi hari kami jalani, persahabatan pun mulai terjalin. Ibu dan kakakku sudah kenal dekat dengan mereka, begitupun aku dengan orang tua mereka. Hari ini kami akan jalan-jalan ke Mall. Sahabatku sudah datang, tapi aku belum siap-siap.

“Putri nya belum siap, tunggu dulu ajah di sini” ibuku menghamiri mereka

Aku pun segera siap-siap, selama aku siap-siap ibu ku yang menemani mereka.

“Salsa, Nabil, Amel” menungguku di teras, sambil ditemani ibu.

Tak begitu lama aku siap-siap, akupun selesai. Sebelum berangkat aku, Salsa, Nabila dan Amel, pamitan pada ibu.

“Bu, kami berangkat dulu yah. Assalamu’alikum”

“Wa’alaikumussalam, hati-hati yah nak”

“Iyah buuu” teriak sambil melambaikan tangan, dengan senyuman yang manis J”

Kami pergi dengan angkutan umum, setengah jam perjalan akhirnya kami sampai di Mall. Di sana kami langsung ke tempat baju-baju, lalu kami ke tempat permainan, setelah keliling-keliling Mall kami ke tempat makan. Jam 17.30 matahari mulai tenggelam, kami bergegas pulang sebelum malam hari datang.

ooOoo

tenenet tenenet… tenenet tenenet… tenenet tenenet… bunyi alaram yang nyaring membangunkan tidurku, pukul 03.30 aku langsung mandi, shalat dan siap-siap pergi sekolah. Di ruang makan ibu sudah menyiapkan sarapan. Aku berangkat bareng kakak, kebetulan kita searah. aku dan kakak berangkat mengunakan angutan umum. 15 menit perjalanan aku sampai, aku turun duluan. Sekolahku dan kakak memang searah tapi jarak sekolahku dan sekolah kakak cukup jauh.

“Putri… Putri… putri…” dari kejauhan aku mendengar suara orang yang memanggilku. Aku mencari sumber suara itu. Suara itu semakin dekat.

“Plakkk!!!. kenapa kamu ngelamun di sini? Ayo cepat masuk.” Tiba-tiba Salsa memukul pundakku. Dan… suara itu tiba-tiba manghilang.

“Tadi kamu bukan yang manggil-manggil aku?”. Tanyaku pada Salsa

“Mangil apaan? Aku kan baru turun dari mobil. Aku liat kamu, ya udah aku langsung  samperin. Lagian kamu, ngelamun di tengan jalan.” Ujar Salsa

“Kalau bukan Salsa, terus siapa yang tadi menggil aku” gumamku dalam hati.

“Cepat akhhh masuk, udah bel tuh” Salsa menarik tanganku.

Nabil dan Amel sudah ada di dalam kelas. Ternyata mereka telah menunggu aku dan Salsa dari tadi. Aku dan Salsa berjalan menghampiri mereka.

ooOoo

Waktu cepat sekali berlalu. Kini aku sedang menunggu hasil ujianku. Rasanya baru saja kemarin di MOS, sekarang sudah mau lulus. Semua siswa tak sabar menunggu hasil ujian mereka, terutama aku. Rencananya aku mau nerusin sekolah ke SMK. Target utamanya sih, aku pengen cepet kerja. Aku pengen balas semua jasa ibu. Selama ini kan aku belum pernah ngasih apa-apa, aku pengen buat ibu senang.

Seluruh siswa di kumpulkan di aula, sedangkan orngtua/wali murid di kelas masing-masing. Hasil ujian di bagikan wali kelas masing-masing. Masih sama seperti kelas 7, wali kelasku masih bu Neni. Sesuai absen, siswa di panggil untuk mengambil hasil ujian. Sebelum di bagikan, bu Neni memberi nasehat untuk memotifasi siswa agar kedepannya lebih baik lagi.

Nabil, Amel dan Salsa pun tak kalah bahagianya. Kami ber-empat mendapat hasil yang cukup memuaskan. Di sekolah kami ber-empat teriak-teriak kegirangan saat mengetahui hasil belajar kami selama tiga tahun cukup bagus. 09.30, aku dan ibu pulang dengan membawa hasil yang memuaskan. Tak sabar untuk memberi tahukan kakak di rumah. Tak menunggu lama lagi, aku dan Ibu pamit pada Amel, Salsa, Nabil dan oang tua mereka.

“Bu sepertinya di rumah ada tamu” ujar aku saat di depan gerbang rumah.

“Iyah Put, siapa yah? Coba yu masuk” wajah ibu terlihat penasaran, jidatnya pun mengkerut.

“Assalamu’alaikum” ibu dan aku mengucap salam saat di depan pintu.

“Wa’laikumussalam” kakak dan tamu itu menjawabnya.

Kakak menghampiri ibu, setelah itu kakak membawa aku masuk ke kamar.

“Buu, itu bu Lili, adik ibu. Ibunya Putri” kakak bisik-bisik ke ibu

“Ayo Put ikut kakak yuu ke kamar” dengan mimik wajah yang serius, menggandeng dan membawaku ke kamar.

“MasyaAllah, kemana saja kamu selama ini Li? Apa kamu lupa dengan anakmu?”

“Maafkan aku kak. Selama ini aku bekerja dan terus bekerja, sampai-sampai aku lupa dengan anakku. Kini, ayahnya putri sedang sakit parah. Ayahnya bilang “Aku ingin bertemu dengan anakku”. Dari luar negri, sengaja aku bawa ayahnya pulang, untuk bertemu putri. Namun putri tidak tinggal lagi di rumah. Menurut pembantu, putri ikut dengan kakak. Aku sudah cari ke rumah kakak, kata tetangga kakak, kakak sudah pindah. Aku bingung harus nyari kemana lagi” ujarnya, sambil meneteskan air mata.

“Terus sekarang kamu ke sini mau apa? Mau ngambil putri?”.

“Iyah kak, aku mohon. Ini demi ayahnya putri”

“Apa kamu yakin, kalau putri tahu semua ini, dia akan menerimanya?”

“Kita coba dulu saja kak, tidak ada salahnyakan kalau di coba dulu”

“Aku dengar sumua yang di bicarakan” tiba-tiba aku datang dan memotong pembicaraan mereka. “Jujur mah aku kecewa dengan sikap mamah dan ayah. Hati ini sakit. Bertahun-tahu kalian meninggalkan aku demi uang. Sekarang ayah sakit, baru mamah dan ayah ingat aku”.

“Bukan gitu nak, mamah dan ayahmu sangat sayang padamu”.  Dengan suara yang menyesal dan tetesan air mata.

“Apa buktinya? Mana ada orang yang sayang tapi lupa sama anaknya sendiri”. Tak sengaja, aku bicara dengan nada tinggi.

Beberapa tahun lalu, ibu sempat ke sekolahanmu nak. Ibu juga sempat manggil-manggil kamu. Namun, waktu itu ramai. Ibu juga menghampirimu. Saat ibu sudah dekat denganmu, HP ibu bunyi, ternyata itu telfon dari rumah.”. Kata pembantu rumah, ayahmu jatuh dari tangga. Setelah dengar itu ibu langsung berbalik arah dam bergegas untuk pulang.” mendengar pengakuan-Nya, aku langsung teringan beberapa tahun lalu. Di situ aku langsung meneteskan air mata.

“Ayahmu sudah berobat kemana-mana, bahkan sampai ke luar Negeri. Namun, penyakitnya tidak kunjung membaik, oleh sebab itu mamah memutuskan untuk merawat ayahmu di rumah.”

Ibu membawaku masuk dan perbincangan di lanjutkan oleh kakak.

ooOoo

“Aku sudah tenang tanpa mereka, tapi kenapa sekarang mereka datang?. Mereka datang saat butuh aku. dulu, aku butuh mereka, butuh kasih sayang mereka, mereka tidak ada di sisiku”. Di teras depan rumah. Aku melamun. Tak sadar aku meneteskan air mata. Tak lama ibu dan kakak datang .

“Sudahlah dek, maafkan saja kedua orang tuamu. Bagaimana pun juga mereka tetap orangtua kandungmu. Ibu yang telah melahirkanmu dan ayah yang membiayai hidupmu. Apapun yang terjadi kamu adalah darah daging mereka. Semua orang itu pasti punya khilaf dan dosa” kakak yang menasehatiku sambil membelai rambutku.

“Apa yang di katakan kakakmu itu benar nak. Ibu ini kan cuma orang tua angakatmu. Jadi ibu tidak punya hak untuk melarang kamu pulang. ayahmu sedang sakit parah nak.”

“Ini saatnya kamu buktikan pada mereka, mereka tuh butuh kamu. Dan ini kesempatan untuk kamu mendapatkan kasih sayang orang tua kandung. Bukannya ini dari dulu yang kamu mau?”.

Saat malam datang dan kesendirian menyelimutiku. Nasehat-nasehat kakak dan ibu sangat terngiang di telingaku. Akupun berfikir kembali “Apa yang aku mau dari dulu kini sudah ada di depan mata. Kenapa aku masih berfikir lagi? merekalah orang tuaku. Cinta kasih sayang itu akan segera aku dapatkan. Aku tak mau terlambat. Aku ingin merubah nangis ini menjadi sebuah kebahagiaan yang besar. Yahh!!! Aku memaafkan mereka. Dari hatiku yang terdalam, mamah… Ayah… aku butuh peluk dan ciummu. Besok aku akan menemuimu, ibu… ayah…”

ooOoo

Siang ini, aku, ibu dan kakakku akan pergi ke rumah mamah dan ayahku. Aku kan kembali masuk ke dalam rumah itu. Kini semua akan berbeda. Tak ada lagi tangis, tak ada lagi kesendirian. Aku akan bahagia dengan keluarga kecilku ini.

kedatanganku membawa dampak positif pada ayahku, hari ke hari kondisi ayah semakin membaik. Semakin menambah kebahagiaan keluarga kecil ini. keluarga yang baru saja menemukan kebahagiaan.

[Holifah Tussadiah, santriwati angkatan ke-2 jenjang SMA, Pesantren Media]

Catatan: tulisan ini sebagai tugas menulis cerpen di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media

By anam

Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke-2, jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://anamshare.wordpress.com | Twitter: @anam_tujuh

One thought on ““Akhirnya Aku Temukan Bintang Itu””

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *