Berbicara tentang cinta. Siapa yang tidak memiliki rasa cinta? Adakah yang belum pernah merasakannya? Penulis yakin setiap orang pasti pernah merasakan cinta. Entah itu cinta kepada Allah Swt, Rasulullah Saw, orang tua, keluarga, sahabat atau pun kepada harta benda. Cinta membuat hidup lebih bermakna dan terasa indah. Dan itulah yang penulis rasakan. Tapi kali ini rasa cinta yang penulis rasakan bukan kepada orang tua atau ‘someone special’. Melainkan cinta kepada saudara se-iman bahkan se-asrama. Ya, mungkin di antara kalian sudah mengerti apa yang penulis maksud.
Kebersamaan membuat cinta lebih terasa. Seperti yang penulis rasakan saat pergi ke Islamic Book Fair (IBF) di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta pada hari Rabu, 5 Maret 2014 kemarin. IBF merupakan pameran buku-buku Islam yang bisa dibilang terbesar dan terlengkap di Indonesia. Penulis pergi ke sana bersama santri Pesantren Media Bogor dan beberapa guru. Sebenarnya ini adalah moment refreshing bagi penulis dan para santri di tengah kesibukan kami menimba ilmu di Pesantren. Mungkin moment refreshing juga untuk guru-guru yang ikut. Hehe.
Bagi penulis, pergi ke IBF kemarin adalah untuk yang kedua kalinya. Setelah tahun lalu pergi dengan santri angkatan 1 dan 2 SMA juga angkatan 1 SMP yang ‘sesuatu banget’ rasanya. Sampai penulis dan dua santri akhwat lain -yang tidak bisa disebutkan namanya -seperti ‘orang terlantar’ dengan melantunkan lagu ‘Berita untuk Kawan’ karya Ebiet G Ade saat perjalanan pulang malam dengan menyusuri tepian jalan, berdesak-desakan di dalam busway, bertemu dengan ‘Azzam’ anak kecil yang bikin gemas saat di kereta. Juga kejadian ‘pembuangan tiket kereta api’ yang tak akan terlupakan. Haha. Ya, itulah kami.
But, moment refreshing kemarin penulis merasakan hal yang berbeda. Gimana nggak? Beda dengan tahun lalu, untuk IBF yang kemarin penulis ‘ditemani’ santri baru. I mean, ‘adik kelas’. Yeahh!
Pergi dengan santri baru pasti ada cerita baru. Namun bukan berarti nggak ada cerita dengan santri angkatan 1, 2 SMA dan angkatan 1 SMP. Tetap ada. Bahkan lucu dan istimewa. Ya, jika tahun lalu ke Senayan naik KRL Commuter Line, kemarin kami pergi dengan naik bus APTB. It’s my first time to ride that bus! Tapi sampai sekarang penulis belum tahu APTB itu singkatan dari apa. Walaupun begitu, penulis bersyukur karena busnya bersih, nyaman, rapi dan pastinya gratis. Ustadz Oleh, kepsek Pesantren Media yang bayar ongkos busnya yaitu Rp 14.000/orang. Jazakallahu khairan katsira, Ustadz!
Bus APTB berhenti di pemberhentian bus Polda dan jaraknya nggak terlalu jauh dengan tempat tujuan. So, kami tinggal jalan kaki beberapa km. Dan mulailah petualangan kami menyusuri stand demi stand yang ada di IBF. Oya, sebelum lupa, kami dibolehkan berpetualang dengan kelompok yang sudah ditetapkan saat briefing. Dan penulis ditemani Teh Novi, Hanifa dan Tya.
Menyusuri stand demi stand buku membuat penulis pusing karena saking banyaknya buku yang dipajang. Belum lagi rasa sedih yang penulis rasakan karena tidak bisa menemukan buku yang penulis cari. Dan bertambah sedih lagi, karena ada dua buku yang mencuri perhatian tapi sayangnya penulis tak bisa membelinya dikarenakan suatu alasan -yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Haha. Tapi di tengah rasa sedih yang ‘melanda’ hati, penulis sempat juga membantu kelompok Putri, Neng Ilham, Holifah dan Nissa syuting film mereka di stand Mizan. Pura-puranya, penulis lagi milih-milih buku padahal penulis lagi bantuin pegang perekam suara yang ditutupin sama kertas. Haha.
Menyelusuri stand buku, jilbab dan kerudung lama kelamaan membuat perut penulis keroncongan. Finally, penulis diikuti Teh Novi, Hanifa dan Tya memutuskan untuk pergi ke base camp Pesantren Media yang berada di sebelah kiri mushola ikhwan. Ternyata santri ikhwan sedang makan juga di sana. Mereka makan sambil duduk di atas tikar. Sedihnya, tak ada tikar yang kosong untuk penulis dan santri akhwat duduki.
Bersabar adalah kuncinya. Akhirnya santri ikhwan selesai makan kemudian pergi untuk melaksanakan sholat Zhuhur. Tinggalah santri akhwat yang makan. Nasi ditambah rendang plus sambal hijau adalah menu makan kami saat itu. Alhamdulillah… yummy and spicy!!
Usai makan waktunya sholat Zhuhur. Tempat wudhu di IBF ternyata kurang memadai bahkan airnya habis. Kok bisa, ya? Sedangkan masih banyak pengunjung yang belum wudhu. Penulis dan santri akhwat lain akhirnya berwudhu di kamar mandi khusus akhwat di lantai dua dengan membayar Rp 2.000-. Ya, alhamdulillah dengan begitu penulis bisa sholat Zhuhur. Waktu sholat, penulis diminta jadi imamnya. Dan nggak nyangkanya, ternyata penulis dapat dua orang makmum asing. Semoga sholatnya diterima sama Allah Swt. Amiin. Ya, usai sholat beberapa santri memilih untuk ‘berpetualang’ kembali.
Ya, moment refreshing kemarin telah mengawali daftar liburan kami di bulan Maret 2014. Sebenarnya, penulis masih punya banyak cerita yang lucu, sedih, gokil tapi istimewa karena akan menjadi kenangan tersendiri. Penulis merasa moment refreshing kemarin telah menambah rasa kebersamaan dan ukhuwah di antara santri Pesantren Media dan guru-guru. Dan sesuai dengan judul tulisan ini, pastinya menambah rasa cinta. Di tengah rasa senang, puas, sedih, lelah atau kecewa yang mungkin dirasakan oleh santri saat ke IBF –misal kecewa karena harga jilbabnya terlalu mahal- ingatlah bahwa terdapat rasa cinta, kebersamaan dan kasih sayang. Semoga rasa cinta ini akan selalu dirasakan oleh kami. Semoga rasa cinta ini tak luntur ubahnya baju biru yang dicuci dengan baju putih -karena bajunya bisa luntur kalau disatuin-. Justru rasa cinta itu semakin kuat. Ada cinta cinta di IBF! Innii uhibbuki fillaah…^^ HAMASAH!
[Siti Muhaira, santriwati kelas 2 jenjang SMA, Pesantren Media]