Liputan Khusus Diskusi Aktual Pesantren Media, Rabu, 18 April 2012
Hari itu Rabu, 18 April 2012, pukul 16.30 WIB, seperti biasa Diskusi Aktual Pesantren Media dimulai. Peserta diskusinya tetap sama seperti yang minggu lalu, Namun kali ini minus peserta dari para mahasiswi UIKA. Kabarnya, ada jadwal kuliah dan juga tak dihadiri Fathimah, karena dia harus mempersiapkan diri menghadapi ujian sekolah. Ingin fokus belajar terlebih dahulu.
Peserta diskusi yang hadir Ustadz Umar Abdullah (Direktur Pesantren Media), Ustadz O. Solihin Instruktur Kelas Menulis Kreatif di Pesantren Media, Ustadzah Lathifah Musa, istri Ustadz Umar Abdullah juga sebagai salah satu pengajar di Pesantren Media, anak-anaknya yaitu Abdullah, Taqi dan Ade Muhammad dan pastinya yang wajib hadir adalah santri Pesantren Media.
Seperti biasa sebelum peserta diskusi dipersilakan bertanya, Ustadz Umar Abdullah, sebagai pemimpin diskusi memberikan pengantar diskusi terlebih dahulu.
”Kenapa kita bahas ini? Karena ini penting untuk dibahas. Sebab yang namanya seorang penguasa itu harus berfikir bagaimana memberikan rasa aman kepada warga negaranya. Tidak menganggap enteng hal-hal sepele yang akhirnya menimbulkan bahaya besar. Apapun tidak boleh ambil risiko, termasuk menjamurnya geng motor yang identik melakukan kekerasan,” paparnya.
Kemudian Ustadz Umar Abdullah melanjutkan pengantar diskusinya, ”Sebenarnya sudah lama geng motor ada dan melakukan kekerasan. Sebelum di Jakarta ini, yang sempat heboh terjadi di Bandung. Jauh sebelumnya, yakni waktu saya SMA tuh sering banget. Di setiap kota biasanya ada. Aktivitas geng motor dimulai jam 12 malam di jalan raya. Biasanya di jalan yang itu-itu lagi. Kebut-kebutan, melakukan atraksi, terus beberapa geng kumpul di situ untuk bersaing dan akhirnya berkelahi, ada juga yang taruhan atau berjudi. Tetapi ketika ada patroli polisi kabur. Ada yang ketangkap dilepas lagi setelah memberikan tebusan sejumlah uang. Karena memang yang punya motor adalah orang-orang kaya. Jaman dulu jarang yang punya motor apalagi mobil,” ucapnya menambahkan.
Lebih lanjut Direktur Pesantren Media itu menyampaikan, ”Ternyata sekarang. Ya, sebenarnya setahun yang lalu di Bandung sudah keajadian. Mulai merampok, dan terakhir bukan sekadar merampok saja tapi juga menganiaya bahkan membunuh. Itu sebabnya, di Jakarta kalau ada geng motor berkeliaran toko-toko ditutup, rumah ditutup. Banyak yang takut. Masyarakat tak mau ambil risiko,” katanya lagi.
”Sebenarnya sederhana, tapi banyak masyarakat yang tidak tahu makanya jadi rumit secara fakta. Sulit secara pemecahan, kalau dibanding matematika rumitan ini,” katanya menghela nafas sejenak.
”Ok. Langsung saja siapa yang mau bertanya acungkan tangan!” Ustadz umar menepuk tangannya.
Mendapat kesempatan bertanya, yang mengacungkan tangan adalah para Santri Pesantren Media dan anak-anaknya Ustadz Umar Abdullah, yakni Abdullah dan Taqiy.
”Ayo Abdullah! Pertanyaannya apa?” tanya Ustadz Umar Abdullah.
”Kenapa geng motor menyerang orang-orang?” Abdullah bersemangat, sebelumnya dia berfikir dulu ketika mau bertanya.
”Iya. Sekarang Taqiy. Apa pertanyaanya Taqiy?” tanyanya pada Anak ketiganya itu yang baru duduk di kelas 1 SD Program Homeschooling.
Giliran aku yang ditanya. Aku mengajukan dua pertanyaan, ”Adanya geng motor berawal dari mana? Apakah semua geng motor jahat, nggak ada yang baiknya?”
Disusul kemudian oleh Teh Novi, dia bertanya, ”Pertama, bagaimana cara mengatasi geng motor yang membuat masyarakat resah? Kedua, bagaimana cara orangtua mengatasi anaknya supaya tidak ikut-ikutan geng motor?”
Dan terakhir Kak Farid yang bertanya,”Kalau misalnya geng motor itu dari dulu ada, kenapa polisi lambat menangkap mereka?”
Pertanyaan sudah terkumpul. Kemudian Ustadz Umar menjawab pertanyaan tadi, dimulai dari pertanyaan aku, yaitu asal mula geng motor.
”Ayo, siapa yang mau jawab? Geng itu apa sih?” Santri pada nggak jawab. Sempat sih Abdullah nyeletuk, tapi kurang tepat jawabannya. Katanya gini, ”Ada orang-orang yang berteman, karena semakin hebohnya berteman kemudian membuat geng, lama-kelamaan mereka bosan, akhirnya pake motor, supaya nggak jadul.” Ya sudah lumayanlah buat anak-anak seusia dia yang baru kelas 4 Program Homeschooling.
”Bu Lathifah, apa geng itu?” tiba-tiba Ustadz Umar melempar pertanyaan itu ke istrinya.
”Biasanya geng itu yang suka numpul-ngumpul. Suka nongkrong bareng-bareng,” jawab Ustadzah Lathifah pendek.
”Ini ada nih di kamus besar bahasa Indonesia. Di sini geng itu berarti kelompok remaja yang terkenal karena latar belakang sosial, sekolah, daerah dll. atau segerombolan,” Ustadz O. Solihin membacakan KBBI, di netbook-nya.
”Sebenarnya geng itu orang-orang yang memiliki kesamaan bersama, yang mereka punya kesenangan bersama. Hanya… kalau aslinya geng itu konotasinya negatif,” sambung Ustadz Umar Abdullah memaparkan pendapatnya.
”Di dunia yang terkenal adalah Gank of New York. Geng ini ada pada sekitar pertengahan abad ke-19.” jelasnya.
”sebenarnya yang lebih tepat gerombolan yang sifatnya negatif. Jarang yang ada positifnya. Biasanya kalau ada geng motor yang baik itu bukan disebut geng tapi komunitas,” paparnya lagi.
”Mereka biasanya menyebutnya klub,” Ustadzah Lathifah mengemukakan pendapatnya.
”Oh nggak, lebih tepatnya itu komunitas, karena klub lebih kesannya kayak night club,” bantah Ustadz Umar Abdullah.
”Mereka seperti itu bisa jadi yang pertama, ingin menunjukkan keberanian, uji nyali. Balapan atau sekadar niru aja. Menurut saya sih mereka meniru geng-geng motor kayak di Amerika yang motornya Harley Davidson. Badannya gede-gede, brewokan, ada tatonya, gambar cicak!” spontan kami tertawa semuanya. Kayak koor paduan suara aja. Hahahah… Ustadz Umar bisa juga bikin guyonan.
Eh, Ustad O. Solihin ikut nimbrung sambil nyeletuk, ”Cicak bin kadal ya?” diiringi derai tawanya. Astaghfirullah, saya dan kawan-kawan sakit perut. Hahahah…
Ketika kami sedang serius tertawa, tiba-tiba ada pengamen datang. Berdiri didepan pagar Rumah Media, sambil membawakan lagunya Iwan Fals yang judulnya Lonteku. Kata Ustadz Umar, lonte artinya pelacur.
”Itu main gitarnya salah tuh, kuncinya bukan itu,” kata ustadz Umar Abdullah ke peserta diskusi.
”Ya sudah Abi saja yang gantikan pengamen itu,” kata Ustadzah Lathifah Musa. Aku dan Teh Novi ketawa cekikikan.
”Bisanya kunci apa emangnya?” sambung Ustadz O. Solihin.
”Kunci Inggris!” Jawab Ustadz Umar sekenanya. Kami kembali ketawa. Aduuh.. kenyang sama ketawa.
Kemudian Ustadz Umar menyuruh Abdullah memberikan uang kepada pengamen itu. Dan dilanjutkan lagi diskusinya.
”Jadi dilihat dari sejarahnya selama ini, geng motor selalu buat masalah ditambah dengan balapan-balapan liarnya. Yang di Bandung suka berkeliling-keliling di pusat kita. Yang di Jakarta balapan-balapan liar. Itu sekali bayar buat jokinya bisa sampai 1-25 juta,” Masya Allah, aku yang baru tahu membuka mulut lebar-lebar, bukan menguap tapi kaget.
Lalu aku bisik-bisik ke Ustadzah Lathifah yang kebetulan beliau ada di sampingku.
”Ummi, joki itu apa?” kataku hati-hati, khawatir kedengaran, bukan apa-apa takut mengganggu konsentrasi.
”Joki adalah yang ngebutnya. Tadinya joki itu untuk pacuan kuda,” Jawab Ustadzah Lathifah. Ustadz Umar juga membenarkan, kedengaran kali ya.
”Nah ini biasanya balapannya dijadikan judi, taruhan,” kata Ustadz Umar singkat.
”Lanjut, siapa tadi yang bertanya,” Tanyanya kemudian. ”Pertanyaan Abdullah dan Taqiy; mengapa mereka menyerang (kalau Taqiy membunuh) orang-orang?”
”Yo..siapa yang bisa jawab?” Semuanya diam.
”Nggak ada yang tahu? Ok, kalau yang menyerang tanggal 13 April 2012 katanya balas dendam pada anggota salah satu geng motor yang menembak. Yang namanya Arifin geng motor yang malak. Terus mereka malah mengeroyok Arifin. Lalu ada orang yang lagi nongkrong digebukin. Yang satunya meninggal. Geng motor ini melakukan terori di wilayah Tanjung Priok sampai Salemba.” Papar Ustadz Umar.
Pertanyaan berikutnya. Siapa tadi. Oh iya Neng, tadi apa pertanyaanya?
”Apakah semua geng motor jahat semua, nggak ada yang baiknya?” jawabku.
”Oh itu sih sudah dijawab tadi. Kalau kita sepakati geng motor, nggak ada. Kalo ada yang baik tapi namanya komunitas. Karena geng itu biasanya konotasinya jelek. Nah itu ya jawabannya. Pertanyaan siapa lagi?” Singkat, padat dan jelas.
”Pertanyaan Farid; kenapa polisi lambat menangkap, ya?” kata Ustadz Umar.
”Siapa yang tahu? Nggak ada? Persisnya saya nggak tahu.”
”Ini info di Majalah Detik. Penyebabnya karena geng Pita kuning, anggotanya banyak dari tentara, itu ditembak. Yang ditembak 2, salah satunya adalah anggota TNI. Sulit diberantas karena ada TNI-nya. Ada tamengnya, kadang ada aparat polisi yang terlibat, polisi keliatannya tahu. Entah dia tahunya ngintai atau ya tahu dari laporan-laporan yang terlibat. Cuma disembunyikan,” kata Ustadz O. Solihin.
”Ya benar, 99,9%, misalnya copet. Kenapa sulit diberantas? Karena polisi menerima upetinya dari si pencopet. Polisi juga memberikan informan. Copet itu minimal 6 orang komplotannya. Dan si copetnya ngaku, kalau ditangkap pasti dikeluarkan lagi oleh polisi karena menerima bayaran polisinya. Jadi yang pertama karena: ada oknum TNI yang trlibat; ada beking orang di belakang mereka, siapa? Ya orang yang melindungi geng-geng motor itu. Siapa lagi kalau bukan polisi. Kalau polisi tidak becus. Seharusnya presiden yang memberantas,” kami manggut-manggu mendengar penjelasan dari Ustadz Umar Abdullah.
”Dan pertanyaan terakhir, dari Teh Novi tentang sudut pandang Islam terhadap masalah ini.
”Ok! Intinya kalau nggak dengan cara Islam nggak akan bisa. Nih ada beberapa poin,” papar Ustadz Umar sambil merinci jawabannya:
- Harus ditetapkan perilaku geng motor yang melakukan kekerasan sebagai perbuatan kriminal. Contohnya tadi ia kebut-kebutan di jalan. Jelas mengganggu, keburukan buat orang lain; merampok, terutama membunuh itu merupakan kejahatan yg besar-dosa besar, juga membuat teror.
- Bahwa yang namanya kriminal harus dihentikan.
- Kejar pelakunya dan hukum. ”Ada cerita nih di jaman Rasulullah saw, begini ceritanya,” kata Ustadz Umar Abdullah. Suku Uroinah datang ke Madinah, mereka mengaku sakit perutnya, mereka berjanji akan masuk Islam. Kemudian oleh Rasulullah mereka disuruh pergi ke penggembala onta, untuk meminum kencing onta. Lalu sembuh. Setelah sembuh mereka malah mutad dan membunuh penggembala onta zakat ini. Kemudian Rosul menyuruh tentara dan polisi pemburu mengejar mereka. Kemudian setelah ditangkap dia di cungkil matanya, kemudian dipotong tangan dan kakinya. Nah dari cerita ini kemudian dari ibnu abbas kemdian turun ayat muharribah yng melakukan teror. Versi lengkapnya sebagai berikut: Abû Dâwud dan Nasâiy mengeluarkan dari hadisnya Ibnu ‘Abbâs, “Bahwa sekelompok orang merampas onta Rasulullah saw., kemudian mereka murtad dari Islam, membunuh penggembala ontanya Rasulullah saw. yang mukmin. Rasulullah saw. memerintahkan untuk mencari mereka dan akhirnya mereka berhasil ditangkap. Kemudian mereka dipotong tangan dan kakinya, dicongkel matanya. Ibnu ‘Abbas berkata, “Kemudian turunlah ayat muhâribah ini.” Semua ini menunjukkan bahwa ayat ini bersifat umum pada quthâ’ ath-thâriq, baik pelakunya kaum Muslim maupun orang-orang kafir. Oleh karena itu yang disebutkan dalam ayat ini adalah had bagi quthâ’ ath-thâriq. Mengenai tata cara pelaksanaan had sebagaimana yang tercantum dalam ayat ini, adalah sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs, “Rasulullah saw. berpisah dengan Abû Barzah al-Aslamiy, kemudian datanglah sekelompok orang ingin masuk Islam, kemudian mereka membunuh shahabat beliau saw., lalu Jibril turun untuk menjelaskan had bagi mereka, “Sesungguhnya barangsiapa yang membunuh dan merampas harta benda, ia akan dibunuh dan disalib; barangsiapa membunuh tapi tidak merampas harta benda, maka ia dibunuh, dan barangsiapa merampas harta benda tapi tidak membunuh, dipotong tangan dan kakinya dengan bersilang.”
- Kalau merampas dan membunuh, hukumannya dibunuh dan disalib. Setelah dibunuh kemudian disalib, tidak dukuburkan tapi dibiarkan di situ, hingga membusuk atau dibiarkan dimakan oleh burung bangkai.
- Kalau merampas saja, hukumannya disalib.
- Kalau membunuh saja, maka hukumannya dibunuh tapi tidak disalib.
- Kalau mengambil harta saja tidak membunuh, maka dipotong bersilangan antara kaki dan tangannya.
- Hanya meneror saja,usir.
Nah ini tanggung jawab negara/pemerintah seharusnya. Harusnya kejahatan diberantas, tak boleh dibiarkan. Kemudian masyarakat, jangan lari tapi hadapi. Kalau orang Jakarta umumnya itu egois-ada yang nodong dibiarin saja. Sudah tidak ada kepekaannya. Mementingkan diri sendiri, tidak mau ikut campur urusan orang lain meski orang tersebut sedang kesusahan.
”Padahal, kalau kita yang meninggal dalam mempertahankan harta milik kita, insya Allah kita masuk surga. Di jaman Rasulullah saw. ada yang bertanya, ”Wahai Rasulullah saw. bagaimana kalau ada yang mengambil hartaku?” Jawab beliau, ”Jangan dibiarkan!”
Rupanya itu jawaban dan penjelasan terakhir, karena adzan Maghrib sudah berkumandang dan kami pun sudah kelelahan. Akhirnya ditutup dengan doa kafaratul majelis. Semoga bermanfaat. [Ilham Raudhatul Jannah, santri Pesantren Media]
Catatan: liputan diskusi aktual ini adalah bagian dari tugas menulis reportase di Kelas Menulis Kreatif Pesantren Media
*Gambar dari sini