Karya: Novia Handayani (Santri Pesantren Media)
Episode: Fatimah
Kala itu, ada seorang gadis buta berusia 13 tahun. Gadis Buta tersebut bernama Fatimah. Ia adalah seorang anak yang baik, pandai, dan penyabar. Gadis Buta tersebut diberi julukan ratu pendiem di sekolahnya, karena keseharian ia itu adalah berdiam diri di tempat yang jauh dari keramaian. Dengan tongkat penyangganya, ia langkahkan kakinya satu persatu, dengan penuh kehati-hatian dan kesabaran.
Sebenarnya banyak teman-teman Fatimah yang peduli akan kondisi Fatimah, tapi ia selalu menolaknya, karena ia tidak mau menyusahkan orang lain. Ia yakin, meskipun ia buta seperti ini, ia bisa mandiri.
Lama-kelamaan, ia semakin resah dan putus asa. Dari sebagian teman di sekolahnya itu, ada yang sering menghina Fatimah dengan julukan gadis buta. Sungguh sakit hati Fatimah, mendengar kata itu. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk berhenti sekolah. Karena menurut Fatimah, hanya cara itulah yang bisa membuat Fatimah terbebas dari hinaan teman-temannya.
***
Waktu berlalu begitu cepat, ia tidak pernah menyangka, jika hidup yang sedang ia jalani adalah suatu rintangan dan cobaan yang teramat sangat berat. Sang Mamah yang Fatimah cintai dan juga sayangi, harus pergi menghadap sang Khalik. Sang ayah yang sudah 3 tahun menjadi TKI di Arab Saudi, tak kunjung ada kabar. Entah, bagaimana nasib sang ayah disana. . ? . .
Tapi ada salah satu pengorbanan yang amat sangat mengiris hati Fatimah, sebelum Mamah meninggal. Mamah mengorbankan kedua matanya untuk diberikan kepada Fatimah, anak yang sangat ia kasihi, sayangi dan cintai itu.
Bahkan Mamah memberikan sepucuk surat, yang sebagian tulisannya itu basah oleh linangan air mata Mamah.
“ Assalamuallaikum Mutiara Hati Mamah. .
Mamah rindu sama Fatimah, rindu akan senyum manis Fatimah, rindu akan sifat manja Fatimah. Pokoknya semuanya Mamah rindu.
Fatimah. . Maafkan Mamah, karena Mamah tidak bisa menemani Fatimah seperti apa yang Fatimah mau. Tapi Fatimah tenang saja, Meskipun Mamah tidak bisa lagi menemani Fatimah, mata Mamah akan terus menemani Fatimah. Karena itulah yang mamah inginkan dari dulu.
Selama ini, Fatimah selalu berharap, kalau Fatimah ingin bisa melihat seperti teman-teman Fatimah. Maka dari itu, Mamah berikan kedua mata Mamah untuk Fatimah, agar Fatimah bisa melihat seperti teman-teman Fatimah yang lain.
Sebelum mamah tutup surat ini. . mamah hanya ingin bilang. . Teruslah berjuang menghadapi hidup ini dan bersabarlah jika cobaan datang menghampirimu, karena mamah yakin, Allah tidak mungkin memberikan cobaan diluar batas kemampuan kita.
Salam Cinta dan Sayang Mamah.
Wasalamuallaikum. .
Saat Fatimah selesai membaca surat itu, air mata Fatimah jatuh satu-persatu membasahai pipinya. Namun Fatimah langsung menghapus air matanya itu. Karena ia tidak mau melihat mamahnya sedih dan tersiksa di sana.
ooOoo
Episode: Ayah, Hanya Kau yang Aku Miliki
Kabar kepulangan sang ayah membuat hati Fatimah senang. Karena sebentar lagi, ia akan bertemu dengan sang ayah. Ingin rasanya Fatimah memeluk sang ayah dan menangis dihadapannya. Ia ingin meluapkan rasa rindunya yang selalu ia tahan selama tiga tahun itu.
Dengan langkah semangat, Fatimah datang ke makam sang Mamah, yang tidak jauh dari rumahnya.
Saat sudah sampai, ia langsung mengucapkan salam kepada sang mamah.
“Assalamuallaikum Mamah. . “ ucap Fatimah sambil memegang Nisan mamahnya.
Tanpa terasa, Air mata Fatimah kembali jatuh. Ia teringat akan pesan sang mamah, sebelum Mamah pergi menghadap sang Khalik.
Tapi meskipun begitu, tidak lupa juga ia mengungkapkan apa yang sedang ia rasakan sekarang. Meskipun linangan air mata, masih terus mengalir di pipinya
“Mamah. . hari ini aku senang sekali. . ayah pulang Mah. . Sebentar lagi kita akan bertemu dengan ayah. Setelah tiga tahun lamanya kita menunggu. Meskipun pertemuan ini, Ayah dan adik sudah tidak ada lagi. Tapi aku yakin, kita akan bertemu dan berkumpul kembali di Surganya Allah. Mamah. . aku merindukanmu. . “ ucap Fatimah sambil mencium Nisan sang Mamah.
Setelah itu ia langsung membacakan doa untuk sang Mamah.
Berselang beberapa menit ia berdoa di makam sang Mamah. Ia langsung berpamitan dengan sang Mamah, menuju makam Akbar, yang tidak jauh dari tempat Mamah dimakamkan. Akbar adalah satu-satunya adik Fatimah yang meninggal saat baru menginjak usia 5 tahun. Tepatnya saat Fatimah masih berusia 9 tahun dan belum mengalami kebutaan. Karena Fatimah buta saat Fatimah berusia 10 tahun.
***
Makam sang adik sudah terlihat jelas di pelupuk matanya. Dengan perasaan rindu dan sayang yang ada di hatinya, ia langsung mencium nisan sang adik sambil mengucapkan salam.
“Assalamuallaikum adikku. . kakak rindu sama kamu. Kamu tahu tidak, sebentar lagi ayah pulang. . dan kita akan bertemu lagi dengan ayah. Dan pasti, ayah akan menghampiri kamu dan mamah nanti. Akbar, kakak beneran rindu banget sama kamu, kakak selalu rindu akan masa-masa kita dulu. Saat Akbar tersenyum sama kakak, saat Akbar tertawa, saat Akbar manja sama kakak. . Pokoknya semua kenangan manis yang akbar berikan untuk kakak. “ ucap Fatimah sambil menghapus air mata yang kembali jatuh dari pelupuk matanya.
***
Tidak terasa, sudah lumayan lama Fatimah berada dimakam sang adik. Dengan perasaan yang masih teramat Rindu, ia langsung berdoa di makam sang adik, mencium nisan sang adik dan berpamitan dengan sang adik.
Selesai berpamitan, ia langsung membalikkan badannya untuk pergi. Tapi, disaat ia baru melangkahkan kakinya, ada sesosok laki-laki gagah menghalangi jalan Fatimah, saat laki-laki itu membuka topi yang menutupi wajahnya. Fatimah langsung kaget dan tidak menyangka, bahwa laki-laki itu adalah ayah yang selama ini kami rindukan. Dengan perasaan yang teramat sangat senang dan bersyukur, ia langsung memeluk sang ayah erat. Melihat apa yang dilakukan sang anak, sang ayah langsung melepaskan pelukan Fatimah.
“Fatimah. . kamu sudah bisa melihat. . ?“ Tanya ayah kaget sekaligus senang.
“Iya ayah. . aku sudah bisa melihat, dan ayah tahu tidak, mata ini milik siapa. . ?” ucap Fatimah sambil menangis.
“Maksudmu. . ?” tanya balik ayah tidak mengerti.
“Ayah. . ini adalah mata mamah, mamah yang berikan mata ini untukku. Karena mamah ingin, aku bisa melihat seperti teman-temanku yang lain. Tapi sekarang mamah. . ?” . .
“Kemana mamah. . ada apa dengan mamah Fatimah. . ayah mau ketemu sama Mamah. . ayah rindu sama Mamah. . “ ucap ayah sambil memegang kedua pundak anaknya tersebut.
Dengan sabar, Fatimah langsung mengatakan apa yang terjadi pada mamahnya.
“Mamah sudah meninggal 2 minggu yang lalu. . Dan sekarang ayah tidak akan pernah bisa lagi bertemu dengan mamah. . “ ucap fatimah sambil menundukkan wajahnya.
“Apa. . nggak mungkin. . tidak mungkin mamah kamu meninggalkan ayah. . mamah kamu sangat mencintai ayah. . mamah kamu sudah berjanji tidak akan meninggalkan ayah. . pasti kamu bercandakan nak. . ?” ucap ayah tidak percaya.
Dengan perasaan yang amat kehilangan, Fatimah berusaha meyakinkan sang ayah tentang kepergian mamah.
“Ayah. . aku tidak bercanda. . Tapi memang inilah kenyataannya. . kalau misalkan ayah masih tidak percaya, sekarang ayah ikut aku. . tapi sebelum itu, kita berdoa dulu untuk akbar ya yah“ pinta Fatimah dan sang ayah menyetujuinya.
Saat Fatimah dan ayah sudah selesai berdaoa, ayah langsung mengikuti Fatimah dari belakang. Saat sudah sampai, Fatimah langsung duduk di samping makam sang mamah sambil menangis menatap wajah sang ayah.
“Ayah. . inilah makam mamah. . sekarang ayah percayakan. . mamah sudah meninggalkan kita. . “ ucap Fatimah sambil mengusap air matanya sedangkan sang ayah langsung pergi meninggalkan Fatimah sendirian di makam mamahnya. Karena Fatimah takut terjadi apa-apa dengan ayahnya, ia langsung berlari mengejar sang ayah.
“Ayahhh. . “ ucap Fatimah sambil berlari.
Saat ia sudah berhasil menghampiri sang ayah. Ia langsung memeluk sang ayah.
“Ayahhh. . aku mohon. . ayah jangan pernah meninggalkan aku lagi. Hanya ayah yang aku miliki sekarang. Aku mohon. . ?” pinta Fatimah ke sang ayah dan sang ayah langsung membalas pelukan Fatimah dan berkata.
“Maafkan ayah nak. . ayah tidak mungkin meninggalkanmu. .ayah sangat mencintaimu dan menyayangimu. Ayah hanya ingin menenangkan hati ayah dulu. Kamu bisakan tinggalkan ayah sendiri. Nanti kalau misalkan hati ayah sudah mulai tenang, ayah akan datang menyusulmu ke rumah. “ pinta sang ayah.
Karena Fatimah tidak mau menyakiti hati sang ayah lagi, akhirnya ia langsung meninggalkan sang ayah sendiri dan pamit pulang ke rumah.[bersambung…]
Catatan: Tulisan ini adalah tugas menulis fiksi di Kelas Menulis Kreatif Pesantren Media