Seuntai Kata
Assalamu’alaikum wr.wb.
Ketika saya mendapatkan tugas membuat makalah dengan tema “Metode dan Perkembangan Ilmu Tafsir”, saya merasa senang sekaligus terberatkan. Syukurlah, rasa senang lebih dominan dari pada perasaan berat hati. Saya sadar, sebentar lagi saya akan menginjak dunia perkuliahan dan saya harus terbiasa dengan begitu banyaknya tugas untuk membuat makalah-makalah seperti ini. Dan tentu, tugas ini sangat membantu saya agar terbiasa menjadi mahasiswa sebelum menginjak lantai universitas.
Banyak data yang saya dapatkan dari mesin pencari otomatis, Google. Mayoritas data yang saya dapat memiliki data yang sangat akurat. Beberapa lainnya, ada yang kurang fokus dan berbelit-belit. Sayangnya, belum saya temui artikel-artikel atau ebook, yang membahas tafsir disampaikan dengan bahasa yang ringan dan meremaja.
Kondisi ini, menciptakan euphoria yang sangat mendorong saya untuk membuat sebuah artikel tentang tafsir yang mudah dipahami oleh remaja. Karena, bersekolah di Pesantren Media membuat para remajanya menjadi mau tidak mau terpacu untuk mengetahui bagaimana ilmu tafsir yang berkembang dari masa Rasulullah, hingga masa serba canggih seperti sekarang ini. Tapi, buat kamu-kamu di luar Pesantren Media yang juga kepengen belajar tafsir, saya kasih jempol super gede buat kamu deh!
DEFINISI TAFSIR
Sobat Tafsir rahimakumullah, perlu kita ketahui arti tafsir menurut bahasa ialah penjelasan, pengungkapan, atau menjabarkan kata yang masih kelabu makna yang terkandung di dalamnya. Sedang, menurut istilah ialah penjelasan terhadap Kalamullah atau menjelaskan lafadzh-lafadzh Allah dan pemahamannya.
Secara umum, bahasa ‘tafsir’ memang sering sekali digunakan untuk bahasa lain dari mengupas lebih rinci kandungan-kandungan ayat-ayat di dalam Al-Qur’an.
Tahukah kamu? Ilmu tafsir adalah ilmu yang paling mulia dan paling tinggi kedudukannya. Kenapa? Karena, kita mempelajari yang pembahasannya berkaitan dengan Al-Qur’an, surat cinta dari Sang Kholik. Sebuah kitab yang dibawa oleh Rasulullah, sebagai petunjuk dan pembeda dari haq dan yang bathil. Sebuah rujukan ketika kita butuh jalan keluar. Obat hati, meski hanya dengan membaca dan meresapi makna yang terkandung di dalamnya. Pedoman hidup,yang menguatkan langkahmu untuk senantiasa berdiri pada titah-Nya.
So, mari kita bahas Metode dan Perkembangan Ilmu Tafsir, di bawah ini. Selamat menikmati!
Tafsir Pada Zaman Nabi
Tentu kita semua telah mengetahui. Al-Qur’an adalah sebuah kitab dengan Bahasa Arab. Dan diturunkan juga dalam Bahasa Arab. (Udah pada tahu kan? Bisa gaswat nih kalau belum tahu!) Oleh karena itu, banyak orang-orang arab yang masuk Islam ketika mendengar Rasulullah membacakannya. Mereka mengetahui langsung arti dari isi Al-Qur’an, yang banyak dari mereka meyakini bahwa bahasa-bahasa di dalam Al-Qur’an bukanlah kata-kata yang dibuat oleh manusia. Entah itu orang Arab, atau Rasulullah sekali pun. Al-Qur’an juga memiliki kata-kata yang indah. Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang bisa menandingi keindahan kata-kata-Nya. Betul enggak?
Sobat Tafsir rahimakumullah, Islam memang agama yang baru ketika di zaman Rasulullah. Dan tentu saja, pada awalnya, para petinggi-petinggi Arab sangat tidak menerima ajaran yang bertolak belakang dengan ajaran nenek moyang mereka. Hingga ada beberapa orang yang tak menerima ajaran Islam, dengan berbagai cara. Mulai dari menghina Rasulullah, hingga ada yang bertekad bulat untuk membunuh Beliau. MasyaAllah!
Beberapa di antara orang-orang yang menentang ajaran Rasulullah ini, ada yang berupaya memfitnah Al-Qur’an dengan menyebarkan opini, bahwasanya Al-Qur’an ialah kitab yang dibuat oleh orang Arab yang pandai bersyair. Kalian bukan bagian dari mereka kan? Jangan sampai atuh. Karena adanya fitnah ini, Allah SWT menantang mereka dengan firman-Nya:
Artinya:
“Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.” (QS. Hud [11]: 13)
Dan dalam ayat lain:
Artinya:
“Atau (patutkah) mereka mengatakan “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.” (QS. Yunus [10]: 38)
Well, ketika ada seorang ahli syair Arab yang mecoba membuat sepuluh atau satu ayat Al-Qur’an saja, mereka sama sekali tidak mampu menandingi keindahan bahasa Al-Qur’an. Tentu saja, opini bahwa Al-Qur’an adalah buatan orang Arab tertolak dengan nyata. Horay!
Ups! Sayangnya, ada pula yang berkata bahwa Al-Qur’an ialah buatan Nabi Muhammad SAW. Namun, kita bisa melihat adanya bahasa yang sangat berbeda antara Al-Qur’an (kalamullah) dengan Hadist (perkataan Rasulullah). Lagi pula, Rasulullah orang Arab juga kan? Jadi, enggak mungkin dong kalau beliau yang membuat Al-Qur’an.
Lagi-lagi, masih ada aja nih yang enggak percaya bahwa Al-Qur’an ialah perkataan dan buatan Allah Ta’ala, dengan melontarkan tuduhan bahwa Rasulullah belajar bersyair dari seseorang bernama Jabr. Dan membuat Rasulullah menjadi pandai bersyair dengan syair Arab karena telah belajar dari Jabr. Tuduhan ini tentu ditolak keras langsung oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
Artinya:
(Dan) Sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata: Bahwasanya Al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ‘ajami (non Arab), sedangkan Al-Qur’an itu dalam bahasa arab yang jelas (QS. An-Nahl [16]: 103)
Hayolo! Kalau udah begini, mau menyebarkan tuduhan apa lagi coba? Hihihi…
Friends, meski orang-orang Arab banyak yang mengetahui arti dari ayat-ayat di dalam Al-Qur’an, namun banyak pula yang belum memahami apa makna yang berada dalam kandungan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Jadi, mereka sekadar tahu namun tidak memahaminya secara mendasar dan rinci.
Nah, sebagai manusia yang paling memahami makna Al-Qur’an, Rasulullah selalu meberikan penjelasan kepada sahabat-sahabatnya. Duile… mau dong, jadi sahabat Rasulullah. Hiks hiks hiks. Allah berfirman di dalam Al-Qur’an yang begini nih bunyi penggalannya:
Artinya:
“… Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl [16]: 44)
Rasulullah juga pernah menerangkan isi Al-Qur’an di atas mimbar seperti hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Uqbah bin ‘Amir berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah berkhutbah di atas mimbar membaca firman Allah:kemudian Rasulullah bersabda: yang artinya: “Ketahuilah kekuatan itu pada memanah.”
Rasulullah juga pernah menafsirkan sepatah isi Al-Qur’an, seperti hadits yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim: Rasulullah bersabda tentang Al-Kautsar adalah sungai yang Allah janjikan kepada-Ku (nanti) di Surga.
Subhanallah! Sobat Tafsir pasti pengen banget dong yaa diajarin tafsir Al-Qur’an langsung dengan Rasulullah. Tapi, bukan belajar tafsir untuk menafsirkan hati seseorang. Eits!
Tafsir Pada Zaman Sahabat
Wah! Jadi penasaran nih gimana keseruan yang didapat ketika belajar tafsir di masa sahabat. Langsung aja yuk, kita ngomongin metode dan perkembangan ilmu tafsir di masa sahabat!
Sobat Tafsir yang senantiasa sholih wa sholihah, metode yang digunakan oleh para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an ialah dengan 4 cara, yaitu:
- Menafsrikan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
Jadi, jika ada salah satu ayat yang mau dikupas lebih rinci or mau ditafsirkan maknanya, para sahabat menafsirkannya dengan penjelasan ayat-ayat lain di dalam Al-Qur’an yang masih berhubungan maknanya. Misalnya dalam firman Allah SWT yang satu ini:
Artinya:
“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak memiliki keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman. Agar kamu beruntung. (QS. An-Nur [24]: 31]
Lalu dilengkapi dengan firman Allah yang lainnya:
Artinya:
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Nah, dari kedua ayat di atas bisa kita tarik penafsiran bahwa kerudung dan jilbab itu adalah dua hal yang berbeda. Yang mana, banyak lho wanita-wanita kita yang tidak paham apa perbedaan dari keduanya.
Ini nih, yang dimaksud dengan menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Gimana, udah paham belum? Udah deh paham aja, dari pada bonyok. Hehehe.
2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Sunnah Rasulullah
Sobat Tafsir yang saya cintai,banyak lho ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang ditafsirkan dengan Sunnah Rasulullah. Seperti hadits yang berkaitan dengan surah Ar-Rum, yang begini bunyi haditsnya:
“Abu Rauh berkata bahwa Rasulullah SAW menunaikan sholat shubuh, kemudian beliau terbata-bata dalam membaca salah satu ayat-Nya. Dan setelah Rasulullah SAW menyelesaikan sholatnya, beliau bersabda: “Sesungguhnya yang menggangu kekhusukan sholat kita tadi, adalah kaum yang menghadiri sholat tanpa taharah (bersuci dari hadats besar dan kecil). Oleh karena itu, barangsiapa ingin menghadiri sholat, maka hendaklah ia memperbaiki taharahnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah)
Itu tandanya kita diwajibkan untuk ber-taharah sebelum melakukan sholat secara sempurna. Hayoo, siapa di sini yang masih malas berwudhu kalau mau sholat?
- Kemampuan bahasa
Yup! Tentu saja, para sahabat memiliki kemampuan berbahasa yang sangat istimewa. Mungkin, karena mereka ini lah orang-orang yang sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Orang-orang yang langsung memahami isi Al-Qur’an dengan seorang utusan Allah untuk menyebarkan Al-Qur’an ke seluruh penjuru dunia. Jadi, ada kalanya sahabat menafsirkan dengan kemampuan berbahasa mereka yang tentu saja tidak sembarangan.
Kalau kamu, udah jago belum bahasa Al-Qur’annya? Sama-sama belajar yuk, biar kayak sahabat Rasulullah juga! Hihihi…
- Adat apa yang mereka dengar dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang masuk Islam dan telah bagus keislamannya.
Pada zaman sahabat, tentu tak sama dengan zaman sekarang. Meski dari agama yang berbeda, atau non-muslim, seperti Yahudi wa Nasrani. Kemampuan berbahasa arab mereka tentu patut kita acungi jempol.
Tak hanya itu, mereka juga ahli menafsirkan ayat-ayat di dalam kitab Al-Qur’an. Karena mereka, juga mempelajari Islam. Apalagi ketika mereka telah memantapkan pilihan mereka untuk setia pada ajaran baru kali itu. Yaitu Islam. Mereka semakin hebat dalam menafsirkan ayat-ayat di dalam Al-Qur’an, dan kemampuan itu dijadikan para sahabat untuk membantu menafsirkan Al-Qur’an secara baik dan benar. Yuhuu!
Di antara tokoh mufassir pada masa ini ialah; Khulaurasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali), Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, dan Aisyah.
Perlu diketahui, metode tafsir yang digunakan oleh para sahabat, ialah penafsiran yang didapatkan dari Rasulullah. Maka ia memiliki kedudukan yang sama dengan hadits marfu’. Atau paling kurang, maufuq.
Nahlo, marfu’ dan maufuq itu apaan sih? Hmm, kasih tahu enggak yaa? Kasih tahu aja deh dari pada tempe. Eh, malah…
Marfu’ ialah perkataan atau perbuatan yang disandarakan oleh Nabi Muhammad. Sedang Maufuq ialah perkataan atau perbuatan yang disandarkan kepada para sahabat. Coba, yang masih bingung unjuk gigi. Roar!
Tafsir Pada Zaman Tabi’in
Lanjut lagi nih! Kali ini kita akan mengintip, bagaimana sih metode dan perkembangan ilmu tafsir di masa tabi’in? Check it out!
Sebenarnya metode yang digunakan pada masa tabi’in tak jauh berbeda dari metode tafsir di masa sahabat. Karena, metode tafsir pada masa tabi’in diambil dari metode pada masa sahabat. Bahkan, dalam masa ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir. Seperti:
- Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas.
Madrasah ini bahkan telah menciptakan para mufassir terkenal yang namanya sering kita jumpai di buku-buku tafsir. Seperti; Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany, dan Atho bin Abi Robah. Wuih, subhanallah!
- Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka’ab
Kalau madrasah yang satu ini, bahkan telah melahirkan para pakar tafsir. Seperti; Zaid bin Aslam, Abdul ‘Aliyah, dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurodli. Mau dong, belajar tafsir di madrasah ini…
- Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas’ud
Di antara seluruh muridnya, ada nih yang paling terkenal dari mereka yaitu; Al-Qomah bin Qois, Hasan Al-Basry, dan Qotadah bin Di’amah As-Sadusy.
Nah, tafsir yang disepakati oleh para tabi’in bisa menjadi hujjah atau bukti. Sebaliknya, jika terjadi perbedaan maka satu di antara ketiga madrasah tersebut tidak bisa dijadikan dalil yang diambil. Wah, udah pada ngebul nih otaknya!
Kesimpulan
Alhamdulillah akhirnya kelar juga ya! Hahaha, pasti udah pada mau meledak ya? Kok tahu? Ya kan sama. Ups!
Coba, siapa di antara kamu yang bisa menarik garis besar dari pembahasan tentang metode dan perkembangan ilmu tafsir di atas? Saya aja deh, karena ini kan tugas saya. Hehehe…
Sobat Tafsir rahimakumullah, adanya metode dan perkembangan tafsir yang memiiki perbedaan beriring dengan semakin banyaknya perubahan di dalamnya. Dapat kita lihat secara nyata, bahwasanya ada banyak metode-metode yang semakin kesini semakin memberikan kemudahan untuk kita pelajari.
Bahkan di zaman serba modern seperti sekarang ini, kita sudah bisa mencari sekaligus mempelajari tafsir-tafsir Al-Qur’an melewati internet. Ada banyak data yang bisa kita akses secara mudah. Namun, yang harus kita perhatikan ialah kebenaran data yang kita peroleh. Karena, semakin banyaknya orang yang mengunduh opini mereka di dalam media sosial, maka akan semakin banyak jua pemikiran yang bercabang di dalamnya.
Dan yang perlu kita tanamkan sebagai seorang muslim, bahwasanya belajar ilmu tafsir ialah suatu hal yang sangat mulia dan memiliki kedudukan yang tinggi. Karena kita berupaya untuk jauh lebih mengenal agama Islam. Lebih dekat bercengkrama pada Allah SWT.
Well, kita harus senantiasa bersemangat untuk belajar ilmu tafsir sesuai dengan metode dan perkembangan ilmu yang tafsir yang telah ditentukan oleh Rasulullah, sahabat, maupun para tabi’in.
Keep spirit, Sobat Tafsir! [Noviani Gendaga, santriwati Pesantren Media, jenjang SMA, kelas 3, angkatan ke-2]