Ucok, ternyata itu sebutan untuk anak laki-laki di medan. Mungkin sama kayak di Sunda, anak laki-laki biasanya dipanggil Aa/Akang, di Betawi biasanya Abang, di Jawa biasanya Mas.
Nama aslinya adalah Zukhri Ahmadi, istrinya bernama Salbiyah. Mereka dikaruniai dua orang anak yang lucu-lucu dan imut.
Melihat kekompakan mereka dalam berdagang, menjadikan inspirasi tersendiri untukku membuat tulisan tentang berdagang. Kagum rasanya melihat kekompakan mereka membuka usaha kecil-kecilan seperti itu. Saling bahu-membahu melayani pembeli.
Si suami nggak usah jauh dari rumah karena harus bekerja dan istri serta anak-anaknya mudah untuk diperhatikan dan dipantau olehnya. Lebih aman untuk sekedar mengetahui keadaan istri dan anak. Karena selalu sama-sama terus.J
Ketika ditanya suka duka berdagang, jawabannya sangat memuaskan, “dukanya sih, nggak bebas ke mana-mana. Karena harus nungguin. Kalau rugi, itu sih nggak bisa dihindari. Sukanya adalah nggak terikat dengan orang lain.
Betul juga perkataannya. Berdagang itu adalah pekerjaan yang tingkatannya ketiga tertinggi setelah petani. Rosulullah aja pernah berdagang.
“Lebih baik membuka lapangan sendiri dari pada bekerja pada orang lain, disuruh-suruh seenaknya, kalau nggak sesuai dimarahi, yang ada hanya makan ati. Kalau dipecat nanti pengangguran,” begitu kata orang yang nggak mau disebutkan namanya. Hm, dipikir-pikir iya juga ya.
Omong-omong soal berdagang, memang bukan usaha yang mudah untuk dilakukan. Kalau rugi sih sudah biasa, kena tipu, semua orang mungkin pernah mengalami. Tapi kalau godaannya itu mengurangi takaran, supaya dapat untung banyak? Hm, untung banyak, menggiurkan bukan?
Kalau terbesit dalam fikiran kita niat yang seperti itu segeralah ucapkan istighfar. Kalau alasannya takut rugi, itu sih bukan alasan yang tepat. Kita kan bisa mengakalinya. Lebih baik kita yang rugi dari pada harus menzholimi orang lain. Kalau alasannya harga bahan-bahannya naik, itu juga nggak bisa dijadikan alasan untuk berbuat curang.
Lagi pula, manusia kan ketika dilahirkan sudah ditetapkan rizkinya, jadi kenapa harus takut kekurangan? Kalau kita mengurangi takaran atau timbangan, sama saja dengan mengambil rizki orang lain, itu kan bukan hak kita. Dosanya jadi berlapis deh akhirnya. Naudzubillah.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-Mutaffin:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam ini.” (Q.S Al Muthaffifiin (83): 1-6)
Tapi semuanya akan mudah dilakukan kalau berdagangnya sesuai dengan aturan islam, agar dagangannya menjadi barokah. Nah, sebelum berdagang ini ada baiknya kita mempunyai ilmunya dulu, mempelajari fiqh jual-beli misalnya atau mempelajari ilmu ekonomi islam juga boleh. Kedua-duanya lebih baik. Tentu itu akan memudahkan kita untuk ke depannya.
Rosulullah digelari Al-Amin, karena beliau sangat dipercaya dalam berdagang oleh penduduk Mekkah. Beliau tidak pernah berbohong. Seharusnya kita juga seperti beliau. Jangan mengidolakan beliau tapi hanya dimulut saja. Tapi juga meneladani sikapnya dan perilakunya.
Dalam firman Allah SWT yang lain:
”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (Q.S AsySyu’araa: 181-183)
Jadi teringat kisah orang-orang Madyan yang menolak peringatan dari Nabi Syuaib itu, mereka harus menerima siksa di dunia dan juga diakhirat dari Allah SWT, karena mereka berbuat curang dengan tidak menyempurnakan takaran dan timbangan. Semua itu diceritakan oleh Allah dalam Q.S. Al-A’raf:85
Seperti yang dijelaskan di atas, sebaiknya kalau mau berdagang, ada baiknya kita mempelajari ilmunya dahulu, tentu semua itu sesuai dengan syariat islam. Insya Allah semua itu akan menjadikannya berkah.
[Ilham Raudhatul Jannah, santriwati angkatan ke-1, jenjang SMA, Pesantren Media]