Vira tertunduk lesu di kursi belakang, merebahkan kepalanya di atas meja, bersembunyi di belakang kepala teman-temannya agar Pak Fauzan yang sedang menjelaskan di depan tidak melihatnya. Seperti biasa, ia tidak pernah bersemangat mengikuti pelajaran agama yang diajarkan Pak Fauzan ini. Apalagi ini adalah jam pelajaran terakhir, seluruh semangatnya sudah terkuras dan menyisakkan rasa kantuk. Untungnya letak kursinya di belakang, sehingga kecil kemungkinan Pak Fauzan dapat melihatnya.
Dilihatya jam dinding kelas, 20 menit lagi waktunya pulang. Ia tak sabar untuk segera pulang dan meninggalkan tempat membosankan ini. Entah mengapa Vira begitu benci pelajaran agama, baginya semua yang dibicarkan Pak Fauzan hanyalah omong kosong. Belum lagi saat ini Pak Fauzan sedang menjelaskan mengenai Valentine’s Day. “Dasar, guru sok tahu!” Gerutunya dalam hati.
V’Day Haram, V’Day budaya kafir, V’Day tak boleh dirayakan, jangan rayakan V’Day. Sekilas kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Pak Fauzan ini sangat menyesakkan pikiran Vira. Semua yang dijelaskan Pak Fauzan hanya sekilas lewat di pikiran Vira dan kemudian keluar lagi. Pikirannya tidak mau lagi menampung semua omong kosong dari Pak Fauzan.
“Ah, omong kosong.” Vira menggerutu lagi dengan pelan, yang hanya didengar olehnya sendiri.
“Ssst, nggak boleh gitu.” Ternyata Rina mendengarkan ucapan Vira barusan.
Namun Vira tidak peduli, ia diam saja mendengar tanggapan Rina.
Bel berbunyi, semua siswa terlihat berhamburan keluar, seperti kerumunan semut yang sarangnya baru saja dihancurkan. Namun tidak untuk kelas 9a, mereka masih di dalam kelas. Seperti biasa Pak Fauzan selalu mengajar hingga lewat waktuya, kadang-kadang lewat 10 menit, 15 menit, bahkan sampai 20 menit. Itulah mengapa banyak murid yang tidak suka dengan pelajarannya.
“Sial, kapan pulangnya!” GerutuVira dengan pelan.
Kali ini ,Rina, teman sebangku Vira, hanya berani memandangi temannya itu, tak berani berkomentar lagi. Ia tahu dengan sifat Vira yang keras kepala, tak pernah mau mendengar nasihat apalagi komentar orang lain. Malah seringkali ia malah marah jika ada teman yang menasehatinya.
Dan sekarang sepertinya Pak Fauzan sudah hampir usai ceramah, penekanan kata ‘jadi ‘ di depan kalimatnya menunjukkan bahwa ia sedang memberi kesimpulan akhir dari ceramahnya.
“Jadi, ingat ya siswa-siswi semua. Jangan pernah ikut-ikutan merayakan yang namanya Valentine’s Day. Karena Islam melarang kita untuk menyerupai budaya kafir, dan ingat Valentine’s Day itu haram.” Ucap Pak Fauzan dengan nada yang semakin tinggi.
Ternyata benar, Kalimat terakhir yang diucapkan Pak Fauzan itu mengakhiri pelajaran agama siang ini, 10 Menit setelah bel berbunyi, barulah mereka pulang. Semua siswa keluar kelas dengan berdesak-desakan, berusaha keluar lebih dulu, seakan takut ketinggalan kereta.
Rumah Vira tidak jauh dari sekolahnya, mungkin sekitar 200 Meter dari sekolahnya. Dengan berjalan kaki dapat sampai kurang dari 5 menit. Dalam perjalanan pulang, ia tampak berbincang-bincang dengan salah satu temannya.
“Gimana, Besok jadi kan?” Tanya Vira kepada Susan, salah satu teman akrabnya.
“Kayaknya, besok aku nggak jadi ikut deh.”
“Kenapa?” Tanya Vira lagi.
Susan memilih menggelengkan kepala, tidak mau memberi alasan untuk pertanyaan ‘kenapa’ yang dilontarkan Vira barusan.
“Kamu harus ikut dong, kan kamu yang ngajak, nggak seru kalo nggak ada kamu!” sedikit pujian dari Vira, dicampur sedikit harapan yang terlihat dari raut wajahnya membuat Susan sepertinya semakin ragu dengan pilihannya.
“Besok deh lihatnya.” Jawab Susan dengan sangat ragu, sampai-sampai suaranya tak bernada, hanya datar, sedatar permukaan setrika.
“Nah gitu dong, besok ya, di rumah Beni.” Ucap Vira dengan sedikit berteriak dan melambaikan tangannya ke arah Susan, ia sudah tidak berada di sebelah sebelah Susan lagi, barusan ada pertigaan yang memisahkan mereka.
*****
Seperti biasa, Vira hanya bermalas-malasan di rumah, nonton TV sambil baring dan sambil SMS-an. Vira memang pemalas, orang tuanya sering kali memarahinya karena bermalas-malasan di depan TV, jarang sekali mau mebantu orang tuanya, sangat jauh berbeda dengan kedua adik perempuannya yang tak semalas Vira, bahkan adiknya sagat rajin.
Berulangkali ia memindah-mindah channel TV nya, mungkin ia belum menemukan acara yang ia cari, atau mungkin ia sedang mencari acara yang cocok dengan seleranya. Tapi nampaknya ia belum juga menemukannya.
“Bete, dimana-mana ceramah!” Vira kesal. Tak ada acara TV yang pas.
Wajar saja banyak acara ceramah di TV, besok tanggal 14 Februari, hari Valentine’s Day. Meskipun banyak anak remaja yang menunggu-nunggu hari tersebut, tapi banyak juga pihak-pihak yang mengadakan acara anti Valentine’s Day. Dan Vira adalah orang yang mengikuti golongan pertama, yaitu remaja yang menunggu hari Kasih Sayang tersebut.
Vira mematikan TV dan kemudian melemparkan remote nya ke arah sofa disebelahnya. Kini tidak ada yang dapat ia lakukan. Bukan tidak ada, tapi tidak mau, sebenarnya ada banyak hal yang dapat ia lakukan, seperti mengerjakan PR, membantu ibunya membuat kue, dan masih banyak lagi. Tapi Vira adalah tipe orang yang pemalas, tidak mungkin ia mau merelakan sedikit waktunya untuk hal yang ia anggap tidak berguna.
Ia tetap berbaring di sofa panjang di depan TV yang sudah tidak bercahaya. Matanya semakin redup, tatapannya semakin kosong, wajahnya semakin sendu, mungkin sedang melamun. Dan tiba-tiba…
*****
Vira masuk ke dalam sebuah dimensi yang entah dimana itu. yang pasti ia sedang berada di sebuah ruangan yang ia sendiri tidak tahu, ruangan apa itu ? ruangan yang tidak terlalu luas, berwarna merah jambu dengan motif Love yang memenuhi ruangan, Vira mulai memperhatikan lebih detail rumah tersebut. Tapi aneh, baru saja ia ingin melihat lebih jauh lagi. Tiba-tiba ia seperti berpindah ke sebuah dimensi yang lain lagi.
Kini ia malah berada di sebuah taman indah, taman yang dipenuhi oleh bunga-bunga indah dan wangi. Tapi kenapa? Ada yang aneh, bunga-bunga terus saja bertaburan dari atas, seperti sebuah hujan, hujan bunga. Ada yang tidak beres, tidak mungkin ada hujan seperti ini. Vira gelisah, ia bingung dengan apa yang telah terjadi. Bunga-bunga tersebut semakin lama semakin banyak. Dan semakin berat, hingga pada suatu titik dimana bunga tersebut terasa seperti batu, berjatuhan dari atas dan menghantam tubuhnya. Sakit sekali.
Vira takut dan berteriak sekuat-kuatnya sampai tenggorokannnya terasa panas dan terbakar, tapi tak ada suara apapun selain suara lirih helaan napasnya dan suara bunga yang menghantam tubuhnya, bunga yang keras.
Vira memohon kepada tuhan, agar tuhan memindahkannya, membuangnya jauh-jauh dari ruang aneh yang mengerikan ini.
Dan Allah memang pengabul doa, dengan sekejap Rina terlempar ke sebuah tempat, ke tempat yang sungguh aneh, berpindah-pindah dan terus berpindah, Vira seperti dipermainkan oleh Nasib, tenggelam ke dalam sebuah dimensi aneh yang semakin aneh, selalu berpindah dan tak tentu arahnya. Hingga akhirnya, ia pun terlempar lagi ke sebuah tempat yang sangat ia kenal, Ke tempat dimana semua keanehan ini bermula. Yaitu di atas sofa, di depan TV.
“Untung, hanya mimpi.” Ucap Vira dengan melepas lega, dengan napas yang masih ngos-ngosan. Mungkin mimpi itu terasa sangat melelahkan.
Dan dilihatnya, adiknya sudah berada di pinggirnya.
“Kenapa teriak-teriak Kak?” tanya sang adik.
“Cuma mimpi.”
“Mimpi apa?”
Tak mau membiarkan adiknya penasaran, Vira menceritakan mempinya tersebut kepada adiknya.
Sungguh aneh, mimpi di siang bolong. Mimpi yang sama sekali tidak logis.
******
Matahari sudah menyerahkan tugasnya kepada rembulan. Di malam yang cerah ini, Vira berniat untuk pergi ke sebuah Mall. Ia ingin membeli sesuatu untuk merayakan Valentine’s Day esok hari seperti yang sudah ia bicarakan dengan Susan siang tadi. Meski susan sendiri belum pasti akan dapat ikut dalam acara itu.
Dengan mengendarai motornya, Vira pergi ke salah satu mall besar. Tujuannya tidak lain hanya untuk membeli barang untuk dihadiahkan kepada pacaranya esok, di hari Valenteine’s Day. Sesampai nya di mall, ia langsung menuju salah satu toko yang sepertinya menyediakan apa yang ia cari.
Suasana Mall sangat beda dengan biasanya, dipenuhi hiasan serba merah jambu, dan serba love. Ini semua mungkin adalah bentuk penyambutan Valentine’s Day.
Dan tak perlu butuh waktu lama Vira sudah keluar dari mall membawa barang yang ia cari. Kue coklat berbentuk love sudah berhasil ia temukan. Kue yang rencananya akan ia berikan kepada pacarnya esok pada perayaan Valentine’s Day.
Vira langsung pulang, sudak tidak ada mood lagi untuk jalan-jalan. Tiba-tiba perasaannya semakin tidak enak, padahal barang yang dicari sudah ditangannya. Tapi entah mengapa perasaan berubah jadi tak karuan setelah membayar di kasir, ia teringat kembali mimpi siang tadi, mimpi yang baginya sangat mengerikan. Dan kali ini mimpi itu tiba-tiba saja kembali terlintas saat ia melihat kue coklat berbentuk love itu.
Lupakan semua itu. Vira berusaha membuang perasaan tidak karuan itu, ia tak mau larut semakin dalam karena memikirkan mimpi siang tadi, ia berusaha melupakannya dan langsung pulang.
******
Matahari baru saja bangun, menyinari bumi yang gelap menjadi terang-benderang dengan diselimuti suara kicauan burung pagi ini. Hari yang begitu cerah, sesuai harapan bagi kebanyakan remaja. Mungkin hari ini akan terjadi banyak kemaksiatan, kemaksiatan yang dilakukan oleh para remaja yang keliru menafsirkan hari ini.
Hari ini Vira sangat bersemangat, ini adalah salah satu hari yang sangat ditunggu-tunggu olehnya. Bukan sekedar karena ini Hari Minggu, tapi karena hari ini adalah hari ‘Kasih Sayang’. Ia tidak sabar untuk bertukar hadiah dengan pacarnya. Selain itu, pada hari ini juga ia akan mengadakan acara perayaan di rumah pacarnya.
Sore harinya, Vira mengendap-endap keluar rumah, agar kedua orang tuanya tidak mengetahui kepergiannya. Sore ini ia akan mengunjungi rumah pacarnya, dan tidak lupa ia membawa hadiah yang sudah dipersiapkannya. Tapi se-persekian senti lagi menuju pintu depan, mamanya mengagetkannya.
“Mau kemana kamu?”
“emm, mau ke rumah teman.” Jawab Vira dengan gugup.
“Ngapain sore-sore gini ke rumah teman?”
“emm, ada tugas kelompok.” Vira menjawab dengan nada cepat.
“Bener…”
Vira mengangguk sambil sedikit bersuara, “emm”. Mungkin Vira harus tahu bahwa kata ‘emm’ itu tidak ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kata itu malah akan membuat mamanya semakin curiga.
Tapi untung, mamanya adalah orang yang tidak mudah curiga, ia percaya dengan ucapan anaknya itu, lagipula jika kemauan Vira tidak dituruti, biasanya Vira akan ngambek dan marah hingga berhari-hari. Dan mamanya tidak mau membiarkan Vira ngambek lagi seperti yang sudah sering terjadi.
“Iingat, Sebelum Maghrib sudah harus sampai di rumah!” tegas mama Vira
Vira segera berangkat, sebelum mamanya berkata-kata lagi, takut kalau mamanya dengan tiba-tiba mempertimbangkan lagi keputusannya.
Sekrang baru jam 4 sore, Vira mulai pergi ke rumah Susan, untuk menjemputnya ke acara yang sudah mereka sepakati sebelumnya. Vira mengendarai motornya sedikit kencang menuju rumah Susan. Rumahnya tidak terlalau jauh, 5 menit jika menggunakan motor, namun jika berjalan kaki cukup jauh.
Benar, tidak sampai 5 menit, Vira sampai di depan rumah Susan, dan ternyata Susan sudah menunggu di pinggri jalan, mungkin ia tahu Vira akan menemuinya. Dan seakan sudah tahu tujuan Vira, Susan langsung saja menjawab sebelum Vira bertanya. “Maaf Vir, aku nggak ikut.”
“kenapa ?” pertanyaan itu kembali terdengar. Tapi kali ini, Susan menjelaskan alasannya.
“Kamu lupa? Pak Fauzan kan pernah melarang kita merayakan V’Day.” Jawab Susan.
“Jadi kamu percaya dengan ucapan Pak Fauzan?”
“Kenapa tidak, Pak Fauzan juga pernah bilang, V’Day itu budaya Kafir, dan haram bagi Umat Islam mengikutinya, apalagi merayakannya, aku nggak mau dapat dosa.” Susan menjelaskan.
“Ah, kamu percaya aja sama guru sok tahu itu.” Tangkis Vira.
“Ya udah kalo kamu nggak percaya, yang psti aku nggak mau ikut.”
“Eh, Pak Fauzan itu Cuma sok tahu, lagi pula V’Day kan hari kasih sayang, masa nggak boleh dirayakan.” Vira tak mau kalah. Ia memang keras kepala, tapi tak sekeras baja.
“Tapi masalahnya, V’Day itu kan budaya kafir, dan siapa bilang V’Day itu hari kasih sayang, dulu V’Day adalah ritual penyembahan orang kafir. Jadi haram hukumnya bagi Umat Islam, lebih baik kamu juga jangan ikut-ikutan Vir.” Jawab Susan.
“Aku tidak percaya dengan pimikiran bodoh itu, kalau gitu aku sendiri saja yang berangkat kalo kamu nggak mau.” Jawab Vira dengan sedikit marah. Kemudian ia langsung menyalakan motornya dan pergi meninggalkan rumah Susan.
Namun sebelum, Vira benar-benar menjauh, terdengar teriakan dari Susan.“Yang penting aku sudah mengingatkanmu.”
Kini Vira pergi menuju rumah pacarnya, sesuai janji mereka akan ketemuan di sini, untuk sekedar merayakan hari V’Day, bertukar hadiah dan entah apa cara lain yang dilakukan mereka untuk merayakan Valentine’s Day ini.
Vira memang sangat keras kepala. Ia tak mau mendengarkan apa yang dikatakan Susan, dan Pak Fauzan. Bahkan orang tuanya sendiri dibohonginya.
Vira sampai di rumah Beni, pacarnya. Keadaan rumahnya sepi, dan katanya kedua orang tuanya sedang pergi ke luar kota. Beni sedang sendiri di Rumah. Jadi kini hanya mereka berdua di rumah tersebut, Susan dan pacaranya tidak jadi ikut merayakan acara V’Day ini.
******
Hari sudah malam, tapi Vira tidak kunjung pulang, kedua orang tuanya terutama mamanya semakin gelisah. Padahal tadi Vira sudah berjanji akan pulang sebelum Maghrib. Kedua orang tuanya berusaha mencari tahu, dengan menelpon beberapa teman Vira. Tapi sayang, sudah banyak temannya yang dihubungi, tapi tidak ada yang mengetahui keadaan Vira.
Keesokan Harinya, Vira belum saja apulang. Kini seluruh keluarganya semakin cemas. Tak tahu dimana keberadaan Vira dan apa yang sedang terjadi padanya sehingga tidak kunjung pulang.
Di Sekolahnya pun tidak ada, semua nya sedang cemas, termasuk teman-teman dan pihak sekolah. Susan sudah menanyakan kepada Beni, karena setahu Susan kemarin Vira pergi Ke rumah Beni. Namun Beni juga mengaku tidak tahu mengenai keadaan Vira. Menurutnya kemarin Vira pulang dari rumahnya sekitar jam setengah enam.
Hari ke-dua ada kabar ditemukannya mayat perempuan hanyut di sungai. Dan tidak salah lagi, setelah di periksa, mayat tersebut adalah mayat Vira. Orang tua Vira menangis histeris, mereka tak menduga putrinya akan berakhir seperti ini, mereka masih tidak percaya. Keadaannya sangat mengenaskan, ada banyak luka bacokan, dan tubuhnya sudah membusuk.
Kemudian adik vira menceritakan mengenai mimpi yang pernah dialami Vira di siang bolong itu. Mimpi yang aneh, berada di sebuah ruangan serba merah jambu dengan motif love yang memenuhinya , kemudian di sebuah taman mengerikan, kemudian tempat yang berpindah-pindah. Dan mungkin inilah maksud mimpi itu.
Mama Vira sangat terpukul dan menyesal karena telah membiarkan anaknya pergi sore kemarin, seharusnya ia melarangnya, seharusnya ia tahu kebohongan Vira, seharusnya ia mengetahui pergaulan Vira, seharusnya… seharusnyaa.. Banyak sekali kata ‘seharusnya’. Kata yang hanya memberatkan penyesalan. Menyesal memang selalu di akhir.
“Seandainya aku tidak membiarkan Vira pergi kemarin sore.” Mama Vira bersuara pelan, menyesali kelalaiannya. ‘Seandainya’, itu merupakan sebuah kata yang selalu keluar setelah terjadinya penyesalan. Kata yang tidak akan bisa menyelesaikan penyesalan, namun sudah cukup untuk menegaskan kesalahannya.
Kemudian, polisi pun meyelediki lebih jauh mengenai kematian ini. Apa penyebabnya dan siapa pelakunya.
Pada Hari Rabu, 17 Februari. Di sebuah surat kabar sudah terpampang sebuah berita
“Vira, mayat gadis ini ditemukan oleh salah satu warga Desa ‘Noname’ dengan keadaan yang sudah sangat mengenaskan. Diduga gadis ini dibunuh oleh pacarnya karena menolak ajakan sang pacar untuk melakukan hubungan seks di hari Valentine’s Day.”
Itulah yang sebenarnya terjadi. Tapi sayang, laporan dalam surat kabar tersebut kurang lengkap. Karena seharusnya di depan kalimat tersebut ditulis, “Gara-Gara Merayakan Valentine’s Day.”
@anamsharing
[Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke-2 jenjang SMA, Pesantren Media]
Catatan: tulisan ini sebagai tugas menulis cerpen di Kelas Menulis Kreatif, Pesantren Media