Loading

Beberapa santri belum bisa pulang pada masa liburan Ramadhan dan Lebaran kali ini. Bahkan, dua orang santri yang baru saja lulus tahun ini, termasuk yang tidak bisa langsung pulang kampung. Menahan rindu kepada orang tua masing-masing, tentunya. Namun, insya Allah ada banyak hikmah di dalamnya bagi para santri tersebut.

Ukkasyah Quwwatulhaq (asal Tebingtinggi, Sumatera Utara) dan Nur Aminah Natasyah (asal Gresik, Jawa Timur) adalah dua santri yang baru lulus tahun ini namun masih belum bisa pulang karena kendala transportasi dan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi terkait wabah Covid-19. Salsabila Syifa Al Khoir (asal Bontang, Kalimantan Timur) dan Dinda Adila (asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan)—-keduanya santri kelas 10, juga tidak bisa pulang ke kampung halamannya. Akhirnya, mereka lebaran bersama kami di pondok. Mereka tentu saja kangen dengan orang tua. Namun, baru bisa terobati melalui ponsel saja. Ada yang video call di WhatsApp, ada yang menelepon.

Santri lainnya juga ada yang belum bisa pulang ke kampung halamannya, yakni Khosyi Surya Makarim, asal Bengkulu, kelas 7. Namun, Khosyi memiliki kerabat di Tangerang, jadi ia pulang ke keluarganya di sana. Ada juga santri yang dekat pondok, baru beberapa hari pulang ke rumah, akhirnya balik ke pondok dengan alasan ingin menghabiskan waktu Ramadhan di pondok. Baru dua hari sebelum lebaran kemarin pulang. Bagi kami, tak menjadi masalah santri tetap tinggal di pondok. Sekalian bisa memantau mereka. Amanah dari orang tuanya.

Oya, mungkin ada yang berpikir, ini barangkali tidak adil. Di saat temannya bisa berkumpul dengan orang tuanya, kita kok terjebak di pondok. Tidak bisa ke mana-mana. Kemudian, merasa tidak adil atas takdir yang kita dapatkan. Jangan begitu cara berpikirnya. Sebab, apa yang diberikan dan ditetapkan Allah Ta’ala adalah yang terbaik bagi kita. Ini yang harus dipahami sebagai muslim.

Nah, berarti sekarang kita coba mengingat lagi dan memahami tentang takdir dan wajib beriman bahwa takdir adalah bagian dari keimanan kepada Allah Ta’ala. Harus dipahami juga bahwa takdir seseorang telah ditulis oleh Allah Ta’ala di Lauhul Mahfuzh. Bicara takdir ini, berarti harus mengakui tentang kehendak (masyi’ah) Allah Ta’ala. Artinya, bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak-Nya. Selain itu, harus juga dipahami dan mengimani bahwa Allah telah menciptakan segala sesuatu. Allah adalah Pencipta satu-satunya dan selain-Nya adalah makhluk termasuk juga amalan manusia.

Penjelasan dari paragraf tersebut, dalilnya sebagai berikut, ya.

Firman Allah Ta’ala,

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ ۗ إِنَّ ذَٰلِكَ فِى كِتَٰبٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.(QS al-Hajj [22]: 70)

Dalil berikutnya, firman Allah Ta’ala,

وَمَا تَشَآءُونَ إِلَّآ أَن يَشَآءَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.(QS at-Takwir [81]: 29)

Tentang penciptaan, Allah Ta’ala berfirman,

وَٱللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ

“Allah menciptakan kamu dan apa saja yang kamu perbuat.” (QS ash-Shaffaat [37]: 96)

Pada ayat ‘Wa ma ta’malun’ (dan apa saja yang kamu perbuat) menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah.

Nah, jadi bagi para santri yang bertahan di pondok dan bahkan lebaran di pondok, juga bagi para orang tua yang santrinya masih belum bisa pulang karena alasan tadi, maka ini bagian dari ujian keimanan, khususnya dalam masalah takdir. Jadi, dibawa ikhlas dan ridha aja, ya. Semoga ada pahalanya.

Insya Allah buah dari mengimani takdir ini, yakni beriman kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hati menjadi tenang dan tidak pernah risau dalam menjalani hidup ini. Seseorang yang mengetahui bahwa musibah itu adalah takdir Allah, maka dia yakin bahwa hal itu pasti terjadi dan tidak mungkin seseorang pun lari darinya. Termasuk harus sabar bahwa tidak bisa pulang karena terhalang kondisi wabah saat ini, adalah bagian dari ketetapan terbaik yang diberikan Allah kepada para santri yang masih ada di pondok.

Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu, beliau pernah mengatakan pada anaknya, ”Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Takdir itu demikian. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka.” (dalam Silsilah ash-Shahihah no. 2439)

Jadi, jika kita memahami takdir Allah dengan benar, tentu kita akan menyikapi segala musibah yang ada dengan tenang. Tak akan resah dan tak akan pernah berburuk sangka kepada Allah dan tak akan menyalahkan diri sendiri (apalagi menyalahkan orang lain) atas kondisi yang ada. Tentu, ini pasti berbeda dengan orang yang tidak beriman pada takdir dengan benar. Biasanya, mereka akan merasa sedih dan gelisah dalam menghadapi musibah atau kondisi apa pun yang menurutnya merugikan dirinya.

Semoga kita dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk sabar dalam menghadapi segala cobaan yang merupakan takdir Allah. Jadi, bagi santri yang tidak pulang saat ini, tetaplah bersabar dan bisa mengambil hikmah atas kondisi ini. Salah satu hikmahnya, jadi bisa merasakan lebaran di pondok, jauh dari orang tua. Satu pengalaman berharga dan mungkin akan jadi kenangan spesial suatu saat nanti.

Salam,

O. Solihin

Mudir Pesantren Media

By osolihin

O. Solihin adalah Guru Mapel Menulis Dasar, Pengenalan Blog dan Website, Penulisan Skenario, serta Problem Anak Muda di Pesantren Media | Menulis beberapa buku remaja | Narasumber Program Voice of Islam | Blog pribadi: www.osolihin.net | Twitter: @osolihin | Instagram: @osolihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *