Suatu waktu pernah menyampaikan kepada para santri saat briefing mingguan atau saat di kelas ketika menyampaikan satu contoh dari materi pelajaran, bahwa jejak kita bisa saja diketahui oleh orang lain. Saya bercerita tentang seorang teman yang memiliki kemampuan menelusuri dan memantau jejak digital seseorang. Dia bisa mengetahui aktivitas seseorang, misalnya sudah akses apa di internet, mengunjungi situs apa, melakukan apa. Semua datanya tercatat dan diketahui sang teman dengan aplikasi tertentu.
Bahkan teman saya ini pernah menyampaikan cerita lucu. Saat ia rapat di ruang meeting, teman saya ini masih bisa memantau aktivitas murid-muridnya di kelas melalui smartphone-nya yang sudah dihubungkan ke jaringan yang ia setting. Ketika mendapatkan notifikasi bahwa seorang muridnya mengakses sebuah website dan melakukan aktivitas mendengarkan musik, ia bisa men-shutdown komputer yang digunakan sang murid hanya dengan jentikan jarinya di smartphone miliknya. Namun, sebelum melakukan itu ia akan mengirimi pesan agar murid tersebut fokus mengerjakan tugas. Pesan tersebut bisa muncul di komputer sang murid. Jika masih belum direspon, ia kadang “ngerjain”, misalnya volume speaker-nya diperbesar dengan menggeser tombol di smartphone. Keruan saja sang murid kaget dan melepas earphone dari telinganya.
Ketika saya bercerita tentang hal ini, para santri banyak yang tertawa. Kemudian dari fakta ini, saya masuk ke poin penting tentang nasihat yang akan disampaikan di forum tersebut. Intinya, bahwa jejak perbuatan kita akan dilihat oleh Allah Ta’ala, dan dicatat malaikat yang sudah diprintahkan oleh Allah Ta’ala. Cerita yang saya sampaikan tersebut menjadi contoh. Manusia saja ada yang diberikan ilham oleh Allah Ta’ala untuk mempelari ilmu tertentu, sehingga bisa “memantau” orang lain. Walau, tentu saja masih banyak kelemahan. Salah satunya, tidak bisa memantau terus menerus sepanjang waktu. Pasti ada lelahnya, Sementara, Allah Ta’ala akan senantiasa bisa mengawasi aktivitas seluruh makhluk-Nya. Ingat, seluruh makhluk-Nya, bukan hanya manusia, dan bukan hanya kita. Allah Maha Melihat (al-Bashiir). Jadi, kita harus lebih waspada lagi. Dan, tentu berusaha agar senantiasa berada dalam ketaatan kepada-Nya.
Imam al-Muzani rahimahullah berkata,
الوَاحِدُ الصَّمَدُلَيْسَ لَهُ صَاحِبَةٌ وَلاَ وَلَدٌ جَلَّ عَنِ المَثِيْلِ فَلاَ شَبِيْهَ لَهُ وَلاَ عَدِيْلَ السَّمِيْعُ البَصِيْرُ العَلِيْمُ الخَبِيْرُ المَنِيْعُ الرَّفِيْعُ
Allah itu Maha Esa, Allah itu ash-Shamad (yang bergantung setiap makhluk kepada-Nya), yang tidak memiliki pasangan, yang tidak memiliki keturunan, yang Mahamulia dan tidak semisal dengan makhluk-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, tidak ada yang setara dengan Allah. Allah itu Maha Mendengar, Maha Melihat. Allah itu Maha Mengilmui dan Mengetahui. Allah itu yang mencegah dan Mahatinggi.
Nama Al-Bashiir dalam al-Quran disebut sebanyak 42 kali. Di antaranya dalam firman Allah Ta’ala,
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Baqarah [2]: 233)
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ
“Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Ali Imran [3]: 15, 20)
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ۚوَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Hadid [57]: 4)
مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَٰنُ ۚإِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ
“Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.” (QS al-Mulk [67]: 19)
Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahullah ketika menerangkan ayat,
وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS al-Baqarah [2]: 96); ia menerangkan bahwa Allah itu melihat apa yang manusia kerjakan, tidak ada yang samar dalam ilmu Allah. Allah mengetahui semuanya dari segala sisi. Allah yang menjaga dan mengingat amalan mereka, sampai nantinya akan memberikan hukuman. Bashiir berasal dari mubshir yaitu yang melihat, lalu diubah mengikuti wazan fa’iil. Sebagaimana musmi’ (yang mendengar) menjadi samii’, siksa yang pedih (mu’lim) menjadi aliim (sangat pedih), mubdi’ as-samaawaat (pencipta langit) menjadi badii’, dan semisal itu. (Sya’nu ad-Du’aa’, hlm. 60-61. Lihat an–Nahju Al-Asma’ fi Syarh Asma’ Allah al-Husna, hlm. 164) (rumaysho.com)
Jadi, intinya manusia tak bisa lepas dari penglihatan Allah Ta’ala. Apa yang kita kerjakan, Allah Ta’ala pasti melihat dan mengetahui walau kita merasa sudah sembunyi dari pandangan manusia.
Nah, kembali pada pembahasan sesuai judul tulisan ini, yakni “ingin dikenang sebagai siapa?”. Jadi begini, setiap guru misalnya. Ia akan mengenang muridnya itu dengan beragam kenangan. Biasanya sih, berdasarkan pengalaman mereka mengajar, lebih mudah mengenal murid yang spesial: pinter banget atau bandel banget. Murid yang karakternya biasa-biasa saja jarang dikenal, apalagi dikenang. Maklum muridnya kan banyak dan tiap tahun datang yang baru, gurunya ya itu-itu saja.
Di masyarakat kita, orang mengenal dan kemudian mengenang seseorang dari perilakunya. Dikenal sebagai orang baik, lalu ketika mengingatnya menjadi kenangan terindah, mestinya jadi impian banyak orang. Rasa-rasanya tak ada manusia yang ingin dikenal oleh manusia lainnya sebagai orang yang berperilaku buruk, lalu menjadi kenangan menakutkan ketika berbicara tentang dirinya. Meski demikian, sejarah sudah membuktikan, bahwa Firaun di masa Nabi Musa ‘alaihi salam dikenal sebagai manusia yang zalim dan banyak orang ketika mengingat kezaliman seseorang di masa setelahnya akan menyematkan nama Firaun. Ngeri!
Di Perang Badar, ketika mendengar kabar Abu Jahal tewas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Fir’aun umat ini telah terbunuh”. Tentu saja, kita tak mau dikenang atau dikenal sebagai orang yang buruk perilakunya. Itu sebabnya, senantiasa berbuat baik. Upayakan terus berbuat baik. Tentu, jika kita ingin dikenal dan dikenang sebagai orang yang jujur, maka harus terus berbuat jujur. Sebab, pendusta pun (yang terus berbuat dusta), akan dikenal dan dikenang sebagai pendusta.
Dalam hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya sikap dusta. Ibnu Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR Muslim, no. 2607)
Jadi para santri Pesantren Media, jika kalian ingin dikenal dan dikenang sebagai orang baik, maka tetaplah berbuat baik. Hati-hati juga aktivitas kalian di media sosial, jika update statusmu atau dialog di kolom komentar di facebook, instagram, twitter dan media sosial lainnya dipenuhi dengan kata-kata kasar, caci maki, berbohong, menghina orang lain, dan segala hal yang tidak mencerminkan sebagai muslim/muslimah (padahal kalian sudah belajar adab selama di pondok), maka jejak digital itu akan menempel terus jika tak kalian hapus dan kalian tak juga berubah jadi baik. Apalagi jika kemudian ada orang lain yang screenshot jejak digitalmu lalu di-share ke banyak orang. Sehingga, guru atau orang tua kalian yang tadinya tidak tahu pun, bisa saja jadi tahu jika keburukan tersebut tersebar luas. Waspadalah!
Ayo, mumpung masih jadi santri dan masih dalam bimbingan serta pantauan guru di pondok, manfaatkan kesempatan ini untuk terus berbenah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu agar selepas dari pondok terbiasa berbuat baik, bahkan lebih baik lagi. Jadilah orang yang dikenal dan dikenang karena kebaikan yang kalian torehkan. Bukan keburukan perilaku.
Malu dong, jika para guru mengenal dan mengenangmu sebagai, “oh, si fulan yang sering bolos, ya?” atau “si fulanah yang sering maki-maki santri lain, ya?” atau “gimana tuh sekarang si fulan yang sering kabur dari kelas?” dan sejenisnya. Duh, jangan sampe, ya. Yuk, sama-sama berupaya menjadi lebih baik lagi agar Allah Ta’ala sama-sama menjadikan kita layak dikenal dan dikenang karena kebaikan perilaku kita. Bersyukur jika bisa menjadi contoh generasi setelah kita. Insya Allah.
Salam,
O. Solihin
Mudir Pesantren Media