Loading

Tempat tinggal santri, kadang disebut kobong. Istilah ini saya dapatkan ketika berinteraksi dengan kawan-kawan yang nyantri di pondok ‘klasik’ alias bukan modern. Sarananya sederhana. Umumnya kobong terbuat dari bahan kayu atau bambu. Nah, yang ada di ruangan itu adalah bantal dan kasur. Ini masih mending, kadang hanya tikar pandan saja dan bantal lapuk bin butut. Itu memori 21 tahun lalu ketika sering berkunjung ke pondok seorang kawan. Hampir tiap pekan saya ke sana untuk kepentingan mengajarkan sedikit ilmu untuk anak-anak remaja yang nyantri.

Ternyata, kini malah saya harus ikut mengasuh santri. Salah satunya menyediakan tempat tinggal mereka, semacam asrama. Di Pesantren Media, sejak pindah ke tempat baru ini, kami ‘terlanjur’ menyebutnya bedeng. Ya, tersebab tempatnya yang mirip dengan tempat pekerja. Lantainya belum dikeramik, dilapisi karpet plastik saja agar terlihat lebih bagusan. Atapnya dari genteng plastik yang katanya disebut go green. Dindingnya terbuat dari bahan yang para tukang bangunan menyebutnya GRC. Itulah sekilas gambaran asrama santri ikhwan di Pesantren Media. Foto yang menyertai tulisan ini adalah sedikit penampilan daleman bedeng, eh, asrama santri ikhwan. Dari luar juga bisa dilihat dari foto yang disertakan, ya 🙂 *Catatan: untuk asrama santri akhwat berbeda. Mereka menempati per blok (kamar) yang bisa diisi maksimal 4 orang, dengan kamar mandi di dalam. Sepertinya lebih mendingan (hehehe…).

Pernah suatu hari ada orangtua santri berkomentar sambil tertawa,setelah saya sampaikan fasilitas tersebut, “Nggak apa-apa. Santri harus belajar prihatin.”

Ya, ini sekadar gambaran. Bahwa di pondok, santri selain harus belajar prihatin juga harus mandiri. Di rumah bisa saja punya kamar pribadi yang sangat nyaman dengan ruangan yang lega sendirian, kasur empuk, bantal yang lembut dan guling yang enak dipeluk plus selimut wangi yang menemani di kala dingin. Pakaian pun sudah ada yang mencucikan. Di pondok tidak ada semua itu. Ruangan yang besar, diisi beberapa orang. Pakaian cuci sendiri. Oya, walau tentu kasur dan bantal punya masing-masing yang disimpan di asrama. Itu pun jika tidak secara iseng dipakai santri lain. Hehehe…

Meski demikian, kondisi itu memang harus dijalani. Ketika sudah memilih untuk belajar di pesantren, memang harus sudah siap dengan segala kondisi dan konsekuensinya. Umumnya, santri yang bertahan hingga lulus karena sudah tahu apa yang harus dijalani selama di pondok. Intinya memang mencari ilmu, terutama tsaqafah Islam. Sambil belajar mandiri dan hidup sederhana. Kelak, insya Allah semua terbayarkan dengan kehidupan yang lebih baik dari hasil upaya maksimal dalam belajar.

Insya Allah, para santri Pesantren Media tetap semangat dalam belajar. Berat memang, harus mandiri pula. Namun dalam kesederhanaan fasilitas, karya mereka, setidaknya sudah bisa dinikmati via channel Youtube, Instagram, Twitter, Facebook, dan Blog resmi dari Pesantren Media. Semoga jadi bekal mereka untuk kian mendekatkan diri kepada Allah dan menghasilkan karya untuk kemaslahatan umat. Semangat ya, para santri!

Salam,
@osolihin
Mudir Pesantren Media

By osolihin

O. Solihin adalah Guru Mapel Menulis Dasar, Pengenalan Blog dan Website, Penulisan Skenario, serta Problem Anak Muda di Pesantren Media | Menulis beberapa buku remaja | Narasumber Program Voice of Islam | Blog pribadi: www.osolihin.net | Twitter: @osolihin | Instagram: @osolihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *