Istilah ini saya pernah baca (atau dengar?) di media sosial. Entah siapa yang memulai pertama kalinya penyebutan istilah ini yang merujuk kepada penggunaan handphone yang lebih banyak mudharatnya. Ya, bentuk ponsel atau smartphone ini memang gepeng. Sehingga ketika pemiliknya tidak menjadikan benda ini sebagai sarana untuk menyampaikan kebaikan, maka umumnya adalah digunakan untuk keburukan. Nah, penggunaan untuk keburukan itulah yang kemudian alat ini seperti ‘dirasuki’ setan, sehingga penggunanya lalai bahkan bermaksiat.
Di Pesantren Media, saya sering (setidaknya setiap pekan saat briefing), mengingatkan santri agar bijak dalam menggunakan ponsel. Di pondok setiap hari Jumat, karena hari libur dari KBM, santri diperbolehkan menggunakan ponsel dari pukul 08:00 hingga pukul 16:00 WIB. Hanya di hari Jumat itu, sebab hari lainnya ponsel disimpan di tempat guru.
Delapan jam adalah waktu yang cukup panjang untuk wali asrama mengawasi para santri dalam penggunaan ponsel. Sebab, bukan tak mungkin di antara mereka ada yang lalai. Misalnya main game, atau aktivitas di medsos yang melalaikan, atau menonton video dan mendengarkan musik yang tak bermanfaat. Maka, tugas wali asrama jadi begitu berat. Itu sebabnya, saya mengingatkan santri agar menjadi pengendali ponsel yang dimilikinya. Jika tidak, ponsel jadi berubah seperti “setan gepeng” yang membuat lalai pemiliknya, melalaikan dari kewajiban dan kepedulian lingkungan sekitar (teman dan kondisi asrama).
Padahal, benda atau teknologi itu sejatinya netral. Artinya, bermanfaat atau tidak tergantung penggunanya. Maka, saya lebih mengedepankan kesadaran bagi para santri dalam berpikir dan beramal. Dorongan jelas diperlukan, arahan tentu saja diberikan, sanksi bagi yang melanggar juga diterapkan. Namun, kesadaran jauh lebih penting dari semua itu, Sebab, ada orang yang susah dinasihati, sulit diarahkan, dan tak mempan meski diberikan sanksi. Tipenya pencari celah. Berarti, pikiran dan perasaannya sudah dikendalikan setan. Ini jelas membahayakan, dalam hal apa pun.
Itu sebabnya, di sesi briefing saya sering mengajak santri untuk berpikir sebagai muslim. Apa tugas pokok seorang muslim, apa konsekuensi menjadi santri, apa saja yang harus dihindari seorang muslim, dan bagaimana sikap sebagai seorang muslim jika melihat fakta ada hal yang bertentangan dengan Islam. Apalagi belajar di Pesantren Media, dengan visi menyongsong masa depan peradaban Islam terdepan melalui media, berarti setiap santri akan menjadi agent of change alias agen perubahan peradaban untuk menjadi lebih baik. Misi Pesantren Media juga tak kalah berat, yakni mencetak dai bidang media dan tenaga kreatif yang handal untuk mendukung dakwah melalui media.
Oya, pengertian Agen Perubahan (Agent of Change) adalah individu atau seseorang yang bertugas mempengaruhi target/sasaran perubahan agar mereka mengambil keputusan sesuai dengan arah yang dikehendakinya. Lalu, apa jadinya jika santri yang mestinya menyiapkan diri untuk terjun berdakwah menggunakan media, namun menjadi bagian dari masalah yang berkaitan dengan efek media itu sendiri. Ini sebuah ironi tentunya. Maka, bagi kami, melakukan bimbingan, mengarahkan, dan mengawal santri menjadi sangat penting. Cukup sering hal ini kami sampaikan . Bahkan diulang-ulang. Semoga menjadi pengingat mereka. Insya Allah.
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah, yang di pondok kami salah satu kitabnya dikaji setiap pekan, khususnya tentang penyucian jiwa, merunut enam langkah setan dalam menyesatkan manusia. Dimulai dari yang besar sampai yang kecil. Mulai dari perkara yang berat akibatnya, hingga yang dianggap remeh. Sebab, tujuan setan memang mengajak kepada keburukan. Apa saja enam langkah yang menjadi tahapan setan dalam menyesatkan manusia? Secara ringkas seperti ini:
Pertama, setan akan mengajak manusia untuk melakukan kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Jika langkah ini tidak berhasil, maka setan akan melakukan langkah kedua, yakni manusia akan diajak pada perbuatan bid’ah, yang bisa merusak agama, mengada-adakan amalan yang tidak diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika ada orang yang tak mempan dengan langkah kedua, maka setan akan melakukan langkah ketiga, yakni mengajak manusia untuk melakukan dosa besar. Apa saja dosa besar itu?
Banyak, Imam Dzahabi dalam Kitab Al-Kabair, merinci ada 70 dosa besar. Beberapa di antaranya: syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu), membunuh, sihir, meninggalkan shalat, tidak mengeluarkan zakat, berbuka puasa di bulan Ramadhan tanpa uzur, meninggalkan haji di saat mampu, dan durhaka kepada kedua orang tua. Selain itu, yang termasuk dosa besar adalah bermusuhan dengan sanak saudara, berzina, melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis (homoseksual dan lesbian), riba, memakan harta anak yatim dan menzaliminya, berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya, lari dari perang (jihad), melakukan penipuan dan kezaliman kepada rakyat, sombong, bersaksi palsu, meminum khamar, berjudi, menuduh wanita baik-baik berbuat zina, dan curang dalam melakukan pembagian harta rampasan perang. Selengkapnya, silakan bisa membaca Kitab Al-Kabair. Di pondok kami juga menjadikan kitab tersebut sebagai rujukan dalam beberapa materi pelajaran tsaqafah ketika membahas tentang dosa besar.
Lalu apa langkah setan yang keempat jika langkah ketiga tadi tidak berhasil? Setan akan mengajak melakukan dosa kecil. Padahal, dosa kecil ini juga berbahaya.
إياكم ومحقرات الذنوب كقوم نزلوا في بطن واد فجاء ذا بعود وجاء ذا بعود حتى انضجوا خبزتهم وإن محقرات الذنوب متى يؤخذ بها صاحبها تهلكه
“Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil. (Karena perumpamaan hal tersebut adalah) seperti satu kaum yang singgah di satu lembah, lalu datanglah seorang demi seorang membawa kayu sehingga masaklah roti mereka dengan itu. Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu ketika akan diambil pemiliknya, maka ia akan membinasakannya.” (HR Ahmad, no. 22860)
Maksud hadits ini, jika dosa kecil terus dilakukan dan tidak terhapus karena tidak bertaubat, maka akan membinasakan pelakunya. Imam al-Ghazali memberikan penjelasan bahwa dosa kecil akan berubah jadi dosa besar karena dua hal: pertama pelakunya menganggap remeh dosa kecil tersebut dan kedua karena terus menerus dalam berbuat dosa.
Jika langkah keempat tak juga mempan, maka setan akan melakukan langkah yang kelima, yakni membuat manusia sibuk dengan hal-hal yang mubah (tidak ada pahala dan dosa ketika melakukannya). Biasanya manusia akan dilalaikan dengan waktu. Padahal, perbuatan mubah juga bisa berubah jadi maksiat jika melalaikan kewajiban. Nah, ini yang sering kami sampaikan kepada para santri, soal waktu. Libur KBM di hari Jumat dan menggunakan ponsel serta laptop bukan berarti jadi generasi rebahan. Sebab, dalam hal ini setan sangat lihai untuk melalaikan. Banyak manusia tertipu dengan waktu luang, sehingga malah melakukan kegiatan yang tak bermanfaat.
Apa langkah keenam? Ini langkah setan yang terakhir dalam menggoda manusia, yakni setan akan mengajak manusia melakukan amalan yang kurang afdhol (utama). Sehingga manusia tidak melakukan amalan yang afdhol (utama). Dari Abu Abdirrahman Abdulah bin Masud radhiyallahu anhu, “Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang amal-amal paling utama dan dicintai Allah. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Pertama, salat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya). Kedua, berbakti kepada dua orang tua. Ketiga, jihad di jalan Allah.” (HR Bukhari I/134, Muslim No. 85, Fathul Baari 2/9)
Nah, para santri sering diwanti-wanti agar shalat di awal waktu, mengamalkan shalat sunnah di malam hari, dan banyak amalan afdhaliyah lainnya. Semoga walau belum maksimal dikerjakan bisa nempel di ingatan mereka pesan guru dan wali asrama tersebut. Insya Allah.
Semoga kita semua, khususnya para santri di pondok, bisa mengambil pelajaran dari fakta ini. Gunakan ponsel sesuai kebutuhannya untuk hal-hal bermanfaat. Bisa untuk berkomunikasi dengan orang tua, menjadi alat penunjang tugas pondok di hari Jumat (tugas fotografi), menjadi sarana untuk menyampaikan pesan dakwah melalui media sosial (instagram, whatsapp, telegram, twitter dan facebook). Kontennya bisa dari tsaqafah Islam yang sudah dipelajari di pekan tersebut. Ini sekadar mengingatkan, karena memang sudah sangat sering disampaikan. Jangan jadikan ponsel kalian sebagai “setan gepeng” yang membuat kalian lalai dari kewajiban agama.
Yuk, para santri, tunjukkan identitas muslim kalian. Tunjukkan juga bahwa santri Pesantren Media adalah calon dai bidang media, atau minimal menjadi tenaga kreatif yang handal untuk mendukung dakwah melalui media. Ini menjadi visi dan misi yang bagus, sekaligus banyak tantangan untuk mewujudkannya. Semoga kalian bisa. Semangat!
Salam,
O. Solihin
Mudir Pesantren Media