In this morning, aku dan Zulfa belanja di warung sayur yang berada di dekat Pesantren Media. Awalnya sih mau beli lemon buat dibikin lemon tea. Demi lemon, kami rela berdesak-desakan dengan ibu-ibu yang lagi pada belanja. Aku celingak-celinguk nyari lemon sambil ngomong dalem hati, kok enggak ada ya, padahal kemarin ada. Mau nanya ke amang-amangnya tapi enggak berani, Zulfa juga ogah nanya.
Ya sudahlah, batal bikin lemon tea.
Tiba-tiba Zulfa nunjuk tahu, Ya Allah itu tahu sumedang. Jadi, udah lama banget kita pengen bikin tahu gejrot, tapi belum terwujud karena susah banget nyari tahu sumedang. Dengan seluruh keberanian yang ada, aku nanya ke amang-amangnya,
“Mang, ini harganya berapa?” Tapi ternyata suara ku kalah dengan suara ibu-ibu yang riuh dan riweh.
One more deh.
“MANG, INI HARGANYA BERAPA?” Akhirnya amangnya noleh.
“Itu 4.000 rb neng.”
Ohh, ternyata murah ya. Atau emang harganya segitu? Atau karena aku yang enggak pernah belanja dan nggak tau harga sandang dan pangan? Au ah yang penting kita beli tahunya.
Tapi masih ada yang kurang. Gula merahnya belum dibeli. Mikir keras. Beli gula merah di mana , ya? Mungkin di warung ada. Kami berjalan ke warung batak yang jaraknya enggak jauh juga dari Pesantren Media.
Lagi-lagi celingak-celinguk. Nanya ke Zulfa,
“Zul, beli berapa? Aku nggak tau harga gula.” Zulfa juga kayaknya enggak tau.
“Teh, beli gula 3 rb.” Setengah teriak ke teteh yang jualan, soalnya banyak pembeli, jadi suaranya harus dikerasin.
“Teh, gulanya berapaan?” WHAT? Zulfa nanya begitu. Aduh Zul.
Singkat cerita akhirnya kita beli gulanya 4 rb. Banyak banget. Nggak apa-apa, lumayan buat cemilan.
Kami berjalan menuju dapur.
“Zo, kamu tau cara bikinnya gimana?” Pertanyaan yang mengejutkan. Aku nggak pernah bikin tahu gejrot, tapi tau resepnya. Umi Lathifah pernah ngasih tau cara dan resepnya.
“Tau, kemarin kan Umi ngasih tau.” Iya itu fakta.
“Ha? Kapan?” Zulfa sedikit tidak percaya.
“Itu kemarin pas break pelajaran.”
“Ohhh iya iya.”
Langkah pertama saat membuat tahu gejrot adalah gulanya direbus. Aku mengambil air secukupnya, menyalakan api, lalu menaruh panci yang udah diisi air ke atas kompor. Sambil menunggu airnya mendidih, aku mencuci cabe dan bawang, lalu diulek. Iya diulek. Kok aneh ya bahasanya?
Airnya pun mendidih. Zulfa yang bertugas memasukkan gula ke dalam panci.
“Zul, gulanya masukin ya. 2 aja ya. Eh, 2 atau 3, ya? 2 aja deh.” Kalo masalah takaran, aku lemah sekali. Jadi ya seenaknya aja.
Zulfa memasukkan 2 buah gula merah. Eh, bukannya diaduk, dia malah nongkrong sambil minum kopi.
Aku menyuruh Zulfa untuk menggoreng tahunya yang seharusnya enggak digoreng.
Setelah digoreng, kami memotong tahunya. Tak lupa kuahnya harus dicobain dulu.
Aku yang nyobain. Hmm, itu tuh rasanya kayak jahe direbus pake gula merah. Manis-manis pedes gitu.
Untuk menyempurnakan rasanya, aku tambahin air, garam, cabe, dan cuka. Tapi rasanya masih tetep begitu.
Kata Zulfa sih kayaknya kekurangan bawang. Aku tambahin bawang satu buah. Amazing, rasanya agak lumayan.
Setelah itu, kita makan bareng-bareng.
Endingnya eneggg.
But, Alhamdulillah.
[Zuyyina Hasanah]