Loading

Di sebuah desa yang terletak di negara Indonesia. Dimana terdapat banyak kealamian yang tentunya di kota-kota sudah tiada. Ada sepasang suami dan istri yang baru saja menikah. Menikah dengan kondisi rumah tangga yang masih ranum juga kondisi ekonomi yang tidak begitu baik. Wajarlah sang suami yang bernama Jarwo. Hanyalah seorang pawang hujan. Sementara sang istri yang bernama Naomi. Membuka tempat jahit di rumah.

Hari-hari mereka dihiasi oleh kesederhanaan penuh senyum dan intimnya bahasa-bahasa nun verbal yang indah. Wajarlah, karena Jarwo berasal dari desa tempat mereka tinggal. Sedangkan sang istri berasal dari negara Jepang. Mereka tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana.
Jarwo lebih tertarik untuk menghitung volume batu dengan rumus matematikanya seperti hobi para filateli yang lain. Baginya filsuf tentang hidup tidak lepas dari ilmu matematika dan ajaran kejawen.

Suatu hari Jarwo sedang melakukan hobinya. Tiba-tiba saja terdengar suara berisik yang terdengar seperti siraman air dari belakang. Setelah dilihat, ternyata itu suara dari istrinya Naomi. Maklum saja karena menikahi seorang pria asing adalah sebuah aib bagi para wanita Jepang. Apalagi dengan kondisi Jarwo yang seperti sekarang.

Soal rumah tangga tentunya selalu ada masalah. Terutama masalah yang masih belum terselesaikan. Walau masalah ini mempertaruhkan kenyamanan sang istri. Naomi tak pernah mengeluh soal itu. Tatapan hangat suaminya mampu meluluhkan semua masalahnya.

Suatu hari seseorang datang ke rumah mereka. Namanya Broto. Dia akan membuat acara dan bermaksud untuk mengundang Jarwo ke acaranya. Karena Jarwo terkenal dengan keahliannya sebagai pawang hujan. Broto akan mengadakan acara pada hari selasa pahing.

Setelah menerima undangan, Jarwo kembali melakukan hobinya. Hari itu kakak perempuan dari Jarwo yang bernama Maryati dengan pasangan perempuannya. Datang ke rumah Jarwo. Mereka berdua hendak melihat keadaan Jarwo dan Naomi. Sambil memilih baju untuk dikenakan di acara yang akan pacar Maryati datangi nanti.

Pasangan perempuan dari Maryati ingin sekali hadir ke undangan dengan mengenakan busana yang berbeda dari yang lain. Supaya dia tidak dilihat orang kampungan. Sementara sang pasangan memilih baju. Jarwo pun berbincang dengan kakaknya soal pekerjaan si Jarwo ini.
Sudah sangat lama Maryati tidak datang ke rumah Jarwo. Ketika mengetahui Jarwo masih menjadi pawang hujan. Sang kakak pun ngomelin Jarwo. Maryati menyarankan Jarwo agar mengambil pekerjaan yang lebih masuk akal. Seperti mengajar atau jadi PNS seperti pacarnya. Karena gajinya terjamin dan tidak usah menunggu pekerjaan itu datang.

Naomi sang istri selalu mengerti tatapan kosong sang suami. Apalagi saat Maryati komat-kamit tentang masalah rumah tangga mereka. Jelas Maryati sangat tidak suka rumah tangga seperti Jarwo dan Naomi. Sang istri tahu bahwa Jarwo pasti berkata dalam hatinya. “Hei! Lihat dirimu gendut! Doktrinmu yang murahan.” Jarwo dalam hati.

Setelah Maryati dan pacarnya pergi. Jarwo pun pergi ke sungai di sebuah hutan yang tidak begitu jauh dari rumahnya untuk mencari bahan memindah hujan. Sementara Jarwo pergi. Naomi kedatangan tamu yaitu saudaranya. Hatashi Takeda teman sekaligus saudaranya yang satu-satunya tinggal di negara Indonesia. Green Peace Jepang mendelegasikan mereka ke Indonesia. Mereka menjadi sukarelawan bencana alam dan akhirnya mereka menetap di Indonesia.

Kedatangan Takeda disambut hangat oleh Naomi. Kedatangan Takeda bersamaan dengan pulangnya Jarwo dari petualangannya mencari bahan untuk memindah hujan. Naomi pun memberi teh poci khas Indonesia kepada Takeda sebagai sambutannya.

“Seminggu lagi aku akan pulang ke Jepang. Aku harap kamu mau ikut bersamaku.” Takeda memberi tahu Naomi.  “Maafkan aku. Tapi lihatlah sekitarmu. Apa semua ini membuatmu senang?” Takeda membentak Naomi.

“Jika kau tahu jawabanku. Mengapa kau masih ke sini?” Jawab Naomi. “Apa kamu tidak rindu kampung halaman?” Tanya Takeda. Naomi menggelengkan kepalanya.

“Apa denganmu? Ikutlah denganku, Naomi.” Takeda meyakinkan.

Suara bising yang terdengar dari belakang. Membuat Takeda mengerti mengapa Naomi tidak ingin ikut bersamanya. Akhirnya Takeda berhenti memaksa Naomi ikut dengannya dan pergi. Tidak disangka, ternyata Jarwo mendengar perbicangan Takeda dan Naomi. Perbincangan mereka membuat Jarwo marah.

Jarwo selalu melampiaskan rasa amarahnya dengan menari. Ketika Jarwo sedang menari. Naomi berusaha memanggil suaminya. Namun Jarwo masih saja menari. Naomi pun merasa tertekan dan pergi ke dalam.

Naomi menebar hasil karya kertasnya di rumahnya dan berdiam diri. Jarwo pun menghampiri Naomi. Saat itu mereka menari bersama dengan gerakan memutar yang sama. Saat keduanya menabrak, mereka saling tatap dan saling memberi senyum.
Hari sudah malam, Naomi pun istirahat untuk menghilangkan semua rasa capeknya. Sementara sang istri beristirahat, Jarwo memulai ritualnya sebagai pawang hujan. Saat melakukan ritual, suara bising itu terdengar lagi dari belakang dapur. Tentu suara itu mengganggu Jarwo yang sedang khusyuk melakukan ritualnya.

Esok harinya di pagi yang cerah. Jarwo berangkat untuk menghadiri undangan dari Pak Broto. Sebelum berangkat, Naomi memberi rasa kasih sanyangnya kepada Jarwo. Supaya Jarwo merasa percaya diri saat hadir di acara.

Naomi tidak pernah menyesal hidup dengan Jarwo. Baginya Jarwo adalah Teru Teru Bozu nya yang mampu melindungi dan mencerahkan setiap hatinya mendung.

Seseorang pun datang menghampiri Naomi. Ternyata dia adalah seorang pengantar penawar masalah Jarwo dan Naomi yang selama ini belum diselesaikan. Dialah tukang pos yang mengantarkan kloset. Karena dari pertama kali Jarwo dan Naomi memiliki rumah. Mereka belum pernah mempunyai kloset.

(Ihsan Abdul Karim, Santri Angkatan 3 jenjang SMP Pesantren Media. @CountzingP)

By Ihsan Abdul Karim

Nama saya Ihsan Abdul Karim. Saya lahir pada tanggal 27 Juni 2001. Saya nyantri di Pesantren Media sebagai santri Angkatan 3. Saya tinggal di Citayam, Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *