Loading

Rerumputan hijau terhampar luas. Menari-nari mengikuti irama angin pedesaan. Dersik berdesik dedaunan mengisi ruang-ruang udara. Tak lupa suara kicauan burung yang berterbangan di langit biru, menggambarkan cuaca pagi ini.

Bangku dari bambu terletak di depan rumah. Bangunan kayu dan halaman yang penuh dengan tumbuhan itu menunjukkan suasana rumah di pedesaan. Jarwo sedang sibuk dengan hewan peliharaannya. Burung Tledekan berwarna coklat. Sambil menjentik-jentikkan jarinya diikuti siulan dari mulutnya. Sesekali dia tertawa melihat burung peliharannya berkicau. Naomi, istrinya sedang menyiram bunga Kamboja Jepang dengan batang yang kokoh dan tumbuh tegak lurus. Daun berwarna hijau tua dengan tulang daun berwarna putih. Bunga yang berbentuk bintang berwarna putih dengan garis tepi merah jambu. Bunga satu-satunya yang terdapat di teras rumahnya.

Jarwo dan Naomi adalah sepasang suami istri yang baru saja merentas hidup bersama dengan keadaan rumah tangga yang masih ranum. Serta ekonomi yang tidak begitu mendukung.

Jarwo seorang berperawakan jangkung dengan rambut-rambut kecil yang tumbuh di bagian dagu. Tidak lupa kumisnya yang membuat Naomi jatuh cinta kepadanya adalah seorang pawang hujan di desa Cibutut. Sementara, Naomi seorang gadis Jepang yang asalnya hanya seorang sukarelawan dari Jepang. Kini, sudah menjadi ibu rumah tangga yang membuka tempat jahit di rumah kayunya. Walaupun hari-hari mereka dihiasi dengan kesederhanaan. Tapi, penuh dengan senyum dan intimnya bahasa non verbal mereka yang indah.

OoOoO

                Jarwo duduk di atas kursi kayu coklat yang senada dengan warna mejanya. Di atas meja tersebut terdapat banyak loker-loker tempat bermacam-macam batu yang ia kumpulkan. Jarwo memiliki ketertarikan untuk menghitung volume batu dengan rumus matematikanya, seperti hobi Filateli. Bagi Jarwo, Filsuf kehidupan ini tidak lepas dari ilmu matematika dan ajaran kejawen. Jarwo meletakan batu kampul yang dihitungnya.  Lalu, membuka sebuah peti coklat di atas mejanya yang tak lain isinya adalah batu-batu. Jarwo, mencelupkan batu itu kedalam air yang sudah tersedia di dalam gelas besar plastik yang warnya sudah memudar. Ia kembali meneliti batu yang ia celupkan tadi.

Menikah dengan orang asing adalah sebuah aib bagi seorang wanita jepang, apalagi dengan kondisi Jarwo sekarang ini. Tidak. Aku tidak boleh menyesal. Karena ini pilihanku dan aku tidak akan mengeluh kesah. Bagiku hanya dengan tatapan hangat darinya, mampu melenturkan segala bentuk masalah di dunia ini. Batin Naomi.

Jarwo yang melihat raut wajah Naomi yang kusut, pergi mendatangi Naomi yang sibuk dengan buntalan putih di tangannya.

Ono opo? Masalah itu lagi?” Jarwo membelai rambut Naomi dengan lembut.

“Aku tidak pernah menganggap ini sebuah masalah. Lagipula aku tidak menuntutmu.” Ucap Naomi yang masih sibuk dengan buntalan putih di tangannya.

“Bukannya aku tidak mau. Tapi kamu ngerti, toh. Aku tau kamu merasa tidak puas.” Naomi yang mendengar ucapan suaminya dengan nada tinggi, hanya menggeleng-gelengankan kepalanya.

“Ini bukan masalah puas atau ketidak puasannya. Ini soal kenyamanannya.” Naomi memandang mata suaminya.

Perbincangan antara Naomi dan Jarwo terhenti. Ketika, mereka mendengar suara laki-laki yang berasal dari teras rumah mereka. Dia itu bernama Broto yang datang untuk meminta bantuan kepada Jarwo. Meminta Jarwo untuk memindahkan hujan, karena Broto ingin mengadakan acara hari Selasa Pahing ini.

 

OoOoO

                Tampak dari kejauhan dua seorang perempuan sedang berjalan sambil berbincang-bincang. Yang satu berpostur besar dan gendut. Mengenakan celana jeans, baju kaos hitam di balut dengan jaket jeans  serta topi hitam yang terpasang terbalik di kepalanya. yang satunya lagi berpostur kurus, rambut pendek hitam dan menggunakan baju muslim berwarna merah marun. Dua perempuan itu adalah sepasang lesbi.

Dua perempuan itu berjalan menuju rumah Naomi dan Jarwo. Jarwo yang mendengar suara saudara perempuannya itu menghentikan aktifitasnya dan berjalan menuju teras. Perempuan berbadan besar itu duduk di teras rumah. Ia masih sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Jarwo duduk di sebelah perempuan itu sambil mengesap rokoknya. Saudara perempuannya membicarakan tentang pekerjaan Jarwo sang pemindah hujan.   Naomi yang mendengar percakapan kakak iparnya dan suaminya hanya bisa menggerutu di dalam hati sambil mengukur badan wanita kurus ini.

OoOoO

                Seperti biasa, Jarwo sebagai lelaki harus mengumpulkan kayu bakar di hutan. Dia melewati kali, untuk jalan pulang. Tak sengaja dia melihat sebuah batu yang menurutnya menarik. Jarwo membawa batu itu pulang.

Sedangkan Naomi yang sedang menjahit. Kini kedatangaan tamu. Dia adalah teman Naomi ketika mereka menjadi sekarelawan bencana. Takeda. Itulah namanya. Dia mengajak Naomi pulang ke Negara asal mereka. Tapi, dengan sopan Naomi menolak. Karena beralasan di sini ada suaminya.

Jarwo mendengar percakapan antara istrinya dan Takeda, teman Naomi, merasa cemburu. Dia menari menjadikan pelampiasan karena kecemburuannya (Saranku: Dia melampiaskan kecemburuannya dengan menari). Setelah, mengantarkan Takeda keluar rumah (pakai tanda koma aja). Naomi mencari suaminya dan melihat sauminya sedang sibuk dengan tariannya . Menyadari suaminya sedang marah, Naomi memanggil suaminya. Tetapi, Jarwo tidak menggubris panggilan Naomi dan melanjutkan tariannya. Naomi marah, karena panggilannya tidak tanggapi oleh Jarwo. Dia masuk ke dalam rumah dan mulai menari tarian Jepang dengan burung kertas berserakan di lantai.              Hubungan Jarwo  dan Naomi kini mulai membaik. Seperti biasa untuk menjadi pawang hujan. Pada malam harinya ia melakukan ritual-ritual untuk memindahkan hujan.

OoOoO

                Selasa Pahing kini telah datang. Cuaca hari  ini terlihat bersahaja. Para penduduk desa melakukkan aktifitasnya, begitu juga dengan Jarwo yang akan menjadi pawang hujan di sebuah acara. Jarwo berpamitan kepada istrinya, Naomi. Naomi mengantarkan Jarwo sampai di depan halaman rumah dan menyerah gumpalan putih yang beranama Teru-Teru Bozu.

Naomi sedang sibuk menjemur pakaian, datanglah  lelaki  yang membawa closet putih di atas motornya. Lelaki itu menyerahkan gulungan kertas berpita biru dan batu berpita kuning. Naomi membuka gulungan kertas putih itu.

Untuk Cintaku, Naomi.

Jarwo                                                                                                                                                   

Naomi tersenyum bahagia sambil memandang closet putih pemberian suaminya. Closet yang selama ini di tunggunya.

*Tulisan ini sebagai tugas menulis kreatif Pesantren Media

[Saknah Reza Putri, santri Pesantren Media, Kelas 3 SMP, angkatan ke-1]

By Chairunisa Bayu Parameswari

Chairunisa Bayu Parameswari | Santriwati Pesantren MEDIA, angkatan ke-2, kelas 3 SMA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *